Menuju konten utama

Cerita Sukses Pandi Mulyana Menyulap Popok Bekas Jadi Karya Seni

Pandi mengubah limbah yang biasa dianggap tak berguna menjadi karya seni bernilai tinggi.

Cerita Sukses Pandi Mulyana Menyulap Popok Bekas Jadi Karya Seni
Potret Pandi Mulyana. (FOTO/Dini Putri Rahmayanti)

tirto.id - Siang itu, Pandi Mulyana (38 tahun) sedang mencuci popok bekas yang dikumpulkan dari tempat-tempat sampah di sekitar Kampung Babakan Asta, Desa Rancaekek Wetan, Kecamatan Rancaekek, Bandung, Jawa Barat. Pandi menyulap limbah yang biasa dianggap tak berguna menjadi karya seni bernilai tinggi. Di galeri dan bengkel kerjanya, ia memproses popok sekali pakai yang biasanya berakhir di tempat sampah menjadi berbagai produk kerajinan yang artistik dan bernilai jual.

Setiap hari, Pandi menghabiskan waktu di aliran kali kecil di belakang rumahnya, membersihkan popok-popok bayi bekas yang masih penuh kotoran. Ia mengerjakan proses ini hampir tanpa henti, meski harus berkubang di air yang tercemar. Selain popok bayi, Pandi juga memanfaatkan pakaian bekas dan masker dari tempat pembuangan sampah untuk dijadikan bahan dasar produk kerajinannya.

“Terinspirasi dari Jalan Walini karena ada penumpukan sampah yang sangat luar biasa dan di antaranya kebanyakan selain sampah plastik banyak juga sampah diaper yang sulit untuk diurai,” terangnya saat diwawancarai oleh kontributor Tirto, Rabu (21/08/2024).

Dengan tangan yang terampil, Pandi menunjukkan proses pembuatan produk dekoratif seperti pot bunga, akuarium, dan partisi yang terbuat dari popok bekas. Proses pertama adalah membentuk lembaran popok yang telah dilumuri semen ke dalam cetakan hingga kering dan mengeras. Tekstur unik dari popok tersebut memberikan detail artistik pada setiap produknya. Setelah kering, Pandi mewarnai pot-pot bunga tersebut. Untuk meningkatkan daya tariknya, ia menggabungkan beberapa pot bunga dalam satu partisi yang juga telah diwarnai dan dilukis. Dinding-dinding partisi ini pun terbuat dari lembaran-lembaran popok bekas dan masker yang telah diproses.

Hasil kerajinan tangan Pandi kini menghiasi lingkungan sekitar Kampung Babakan Asta. Di beberapa sudut kampung, terlihat ornamen-ornamen artistik yang terbuat dari limbah popok, masker, dan pakaian bekas. Pot-pot bunga dari limbah ini menambah keasrian perkampungan. Bahkan, gardu serba guna di mulut kampung pun dilapisi ornamen dari popok bekas, menciptakan pemandangan yang tak biasa namun penuh seni.

Pandi Mulyana Ubah Sampah Jadi Produk Bernilai Tinggi

Proses mengolah sampah diapers menggunakan semen. (FOTO/Dini Putri Rahmayanti)

Sejak memulai usahanya pada awal 2019, Pandi telah mendaur ulang sekitar satu ton sampah popok bayi di desanya. Pria yang mendapat julukan "Diapers Man" ini telah menghasilkan berbagai produk artistik seperti vas bunga, lukisan, replika bonsai, dan akuarium ikan dengan harga yang bervariasi antara Rp150 ribu hingga Rp800 ribu per buah. Namun, bagi Pandi, nilai ekonomi bukanlah tujuan utama dari usahanya.

Bermula dari keprihatinan yang ia rasakan pada 2018, saat Jalan Walini yang membelah sawah dan permukiman di desanya penuh dengan sampah yang dibuang sembarangan oleh warga. Pemerintah setempat yang tidak mampu menemukan solusi akhirnya menyerah dan membiarkan jalan tersebut menjadi tempat pembuangan sampah liar.

“Lingkungan jangan sekedar dibuat seremonial karena lingkungan butuh dirawat bukan untuk dijadikan pencitraan,” kata Pandi mengomentari perilaku pemerintah setempat yang tidak tanggap dalam menyelesaikan permasalahan lingkungan.

Tidak tahan dengan kondisi tersebut, Pandi bersama ayahnya, Eman, dan kerabatnya memutuskan untuk bertindak. Mereka bertiga mengumpulkan sampah yang menumpuk di pinggir jalan dan memindahkannya ke tengah jalan, dengan tujuan agar sampah tersebut terlindas oleh kendaraan yang lewat hingga kering. Setelah itu, mereka berencana mengumpulkan dan membakarnya. Meski awalnya usaha mereka dianggap tidak waras oleh sebagian warga dan pemerintah desa, Pandi tetap gigih melanjutkan upayanya untuk mengurangi tumpukan sampah di jalanan. Ide untuk membuat kerajinan dari sampah popok muncul ketika ia melihat banyaknya limbah popok bayi yang tidak dapat didaur ulang dengan cara biasa.

Setahun kemudian, Pandi mulai mendaur ulang sampah popok bayi dan masker, bahkan mendaur ulang kasur, karpet, dan pakaian bekas. Pandi memiliki mimpi besar bahwa suatu hari nanti kampungnya akan memiliki galeri sampah dan sanggar seni yang mirip dengan Saung Angklung Udjo, di mana sekolah-sekolah atau siapa saja bisa datang untuk belajar tentang pelestarian lingkungan yang dibalut dengan kesenian. Berkat ketekunannya, Pandi dan kolega dari sanggar seni di Babakan Asta berhasil menggelar pameran di pinggir jalan desa, bekas TPS liar yang dahulu mencemari kampung.

Ia mengungkapkan bahwa inspirasi untuk menciptakan karya seni dari popok bekas muncul setelah ia berbincang dengan seorang dosen dari ITB. Proses kreatifnya tidaklah mudah dan penuh dengan tantangan, namun Pandi tetap teguh.

"Proses membuat karya seni dari sampah, khususnya popok, tidak semudah membalikkan tangan. Saya sempat gagal beberapa kali, tetapi justru dari kegagalan itulah saya belajar dan akhirnya berhasil," ungkap Pandi.

Karya-karya Pandi yang selalu bertemakan keindahan alam tidak lepas dari keresahannya melihat kondisi lingkungan sekitar. Ia juga terinspirasi oleh seni Penjing, yang lebih tua dari seni bonsai, dalam menciptakan replika bonsai dari sampah.

"Karena saya berangkatnya dari keresahan melihat lingkungan sekitar, jadi tidak tahu kenapa setiap mau menggambar, inspirasi yang saya dapatkan terkait keindahan alam, alam yang sehat, alam yang sejuk, bebas dari sampah, walaupun keadaan sebenarnya bisa jadi tidak seperti itu," katanya.

Pandi Mulyana Ubah Sampah Jadi Produk Bernilai Tinggi

Kegiatan melukis dengan media olahan sampah. (FOTO/Dini Putri Rahmayanti)

Perjalanan Pandi dalam dunia lingkungan dan seni tidaklah mudah. Ia sempat dicemooh dan dianggap gila oleh warga sekitar, bahkan sempat terancam dipenjara. Namun, hal tersebut tidak membuatnya gentar. Pandi justru semakin bersemangat, dan kini rumahnya di Kampung Babakan Asta, Rancaekek, Bandung. telah menjadi Rumah Kreatif, pusat kegiatan seni dan daur ulang.

“Kita pernah ditentang oleh pemerintah setempat gara-gara membersihkan Jalan Walini dan yang lebih parah kita mau di penjarakan gara gara nangkap orang yang membuang sampah di Jalan Walini, itu alasan saya harus bertahan dan bisa konsisten sampai saat ini,” ungkapnya.

Selain itu, Pandi juga giat mengedukasi melalui pelatihan-pelatihan untuk mendaur ulang sampah bersama warga sekitar yang terutamanya ditujukan untuk mengembangkan kreativitas anak-anak.

“Untuk rencana kedepan kita akan terus mengedukasi cara pelatihan kriya limbah, kita usahakan untuk tetap konsisten dan menumbuhkan inovasi inovasi baru biar tidak bosan dan kita dapat terus belajar. Target pelatihannya adalah anak-anak sekolah, mahasiswa, dan juga ibu-ibu rumah tangga,” pungkasnya.

Elin adalah salah satu pelanggan yang kerap kali membeli berbagai produk hasil karya Pandi. Mulai dari pot bunga yang cantik, akuarium yang artistik, celengan yang memiliki desain khas, hingga replika bonsai yang tampak hidup, semua produk tersebut telah menghiasi rumah Elin, baik di bagian pekarangan maupun interior. Menurut Elin, produk-produk buatan Pandi memiliki daya tarik tersendiri yang membedakannya dari barang-barang lain yang beredar di pasaran.

"Produknya unik dan jarang-jarang dijual di pasaran," jelas Elin.

Baginya, memiliki produk Pandi bukan hanya sekadar menghias rumah, tetapi juga menjadi bentuk dukungan terhadap upaya daur ulang dan seni yang digagas oleh Pandi. Dengan membeli produk tersebut, Elin merasa ikut berkontribusi dalam gerakan menjaga lingkungan.

Baca juga artikel terkait SAMPAH atau tulisan lainnya dari Dini Putri Rahmayanti

tirto.id - News
Kontributor: Dini Putri Rahmayanti
Penulis: Dini Putri Rahmayanti
Editor: Anggun P Situmorang