tirto.id - Formulir (Form) C1 yang akan memuat hasil perhitungan suara pada Pilkada 2024 disebut melanggar UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta mencetak ulang formulir yang memuat hasil perhitungan suara tersebut.
Peneliti Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD), Dian Permata membeberkan temuan lembaganya ihwal dokumen Formulir (Form) C1 yang telah dicetak dan diterima petugas KPU di sejumlah daerah memuat kesalahan. Sebab, tidak sesuai UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Dian berkata kesalahan tersebut terkait dengan penggunaan terminologi pemilih dalam Form C1 tidak sesuai dengan yang diamanatkan UU Pilkada.
"KPU tidak konsisten dalam menggunakan istilah DPT [daftar pemilih tetap], DPTb [daftar pemilih tambahan], DPK [daftar pemilih khusus] dan seterusnya," kata Dian saat ditemui di Kantor Bawaslu RI, Jakarta, Jumat (15/11/2024).
Menurut Dian, terminologi DPK tidak dikenal dalam pelaksanaan pilkada. Pasalnya, jelas dia, istilah itu hanya ada pada pemilihan umum yang di dalamnya melaksanakan lima jenis pemilihan, yaitu pemilihan presiden dan wakil presiden serta pemilihan legislatif (pileg) DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
"Di rezim pemilu memang ada tiga jenis klaster [pemilih yang didata KPU], yaitu pemilih DPT, DPTb, dan DPK. Sedangkan di Pilkada itu pemilih DPT, DPTb, dan [pemilih] pindahan," tutur Dian.
Hanya saja, dalam Form C1 yang ditemukan di Banten menjadi masalah lantaran memuat istilah jenis pemilih Pilkada 2024 yang salah. Sebab, istilah daftar pemilih khusus atau DPK masuk ke dalam Form C1. Padahal, seharusnya daftar pemilihan pindahan (DPP).
Sementara, DPP dalam Form C1 yang tercetak disingkat DPTb dan daftar pemilih tambahan disingkat DPK.
Selain itu, istilah DPK yang sudah tercetak di dalam Form C1 ikut masuk atau termuat di dalam Peraturan KPU (PKPU) terkait penyusunan data pemilih dan juga penghitungan dan pemungutan suara (tungsura) termasuk rekapitulasi Pilkada 2024.
"Problematika yang begini, kan, pemilih khusus itu ternyata dibawa, diseret di PKPU terakhir. Teman-teman tadi sudah lihat dari rangkaian PKPU DPT, logistik, tungsura, rekapitulasi, itu kan satu tarikan nafas. Kalau satu salah, maka akan terganggu semua," kata Dian.
Dian mendorong agar Form C1 yang akan digunakan di ratusan ribu tempat pemungutan suara (TPS), dapat diperbaiki. Tujuannya, jelas dia, tidak terjadi kebingungan di Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), dalam menghitung hasil perolehan suara pasangan calon kepala daerah.
"Solusinya apa? mau tidak mau, karena ada kesalahan cetak maka KPU harus bikin cetak Form C se-Indonesia. Karena dikhawatirkan tingkat pemahaman para penyelenggara pemilu di level bawah itu tidak sama," pungkas Dian Permata.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Bayu Septianto