Menuju konten utama

KPK Sita 10 Bidang Tanah Milik Gubernur Nonaktif Maluku Utara

KPK menyita 10 bidang tanah dan bangunan milik Gubernur non aktif Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba, terkait kasus dugaan suap di Pemprov Maluku Utara.

KPK Sita 10 Bidang Tanah Milik Gubernur Nonaktif Maluku Utara
Dokumentasi hotel milik Abdul Ghani Kasuba yang disita oleh tim penyidik KPK. ANTARA/HO-KPK

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita 10 bidang tanah dan bangunan milik Gubernur non aktif Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba (AGK), yang tersebar di beberapa lokasi di Kota Ternate, Kabupaten Tidore Kepulauan dan Bacan Halmahera Selatan. Langkah tersebut dilakukan tim penyidik KPK, Rabu (20/3/2024).

"Aset dimaksud berupa 10 bidang tanah dan bangunan dan telah dilakukan penyitaan pada Rabu (20/3). Di salah satu lokasi tanah, terdapat bangunan hotel yang akan disiapkan untuk segera beroperasi," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, dikutip dari Antara, Jumat (22/3/2024).

Ali mengatakan, temuan aset milik tersangka AGK tersebut berawal dari pemeriksaan sejumlah saksi oleh tim penyidik KPK. Sementara itu, Ali menuturkan, tim masih terus melakukan penelusuran aliran uang terkait perkara tersebut untuk menemukan aset lainnya yang diduga terkait dengan perkara tindak pidana korupsi tersebut.

"Maksud penyitaan aset-aset tersebut bertujuan untuk optimalisasi aset recovery dari hasil kejahatan korupsi," ujar Ali.

Abdul Gani Kasuba kembali diperiksa KPK

Tersangka Abdul Gani Kasuba melambaikan tangannya saat memasuki ruang pemeriksaan di gedung Merah Putih KPK Jakarta, Selasa (23/1/2024) ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/Spt.

Sebelumnya, KPK menetapkan Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba (AGK), sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa serta pemberian izin di lingkungan Pemerintah Provinsi Maluku Utara.

Penyidik KPK juga langsung melakukan penahanan terhadap Abdul Ghani Kasuba dan lima orang lainnya yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 20 Desember 2023.

Tersangka lainnya, yakni Kadis Perumahan dan Pemukiman Pemprov Maluku Utara Adnan Hasanudin (AH), Kadis PUPR Pemprov Maluku Daud Ismail (DI), Kepala BPPBJ Pemprov Maluku Utara Ridwan Arsan (RA), ajudan gubernur Ramadhan Ibrahim (RI), serta pihak swasta Stevi Thomas (ST) dan Kristian Wuisan (KW).

Konstruksi perkara yang menjerat Abdul Ghani Kasuba dan para tersangka lainnya berawal saat Pemprov Maluku Utara melaksanakan pengadaan barang dan jasa dengan anggaran bersumber dari APBD.

AGK dalam jabatannya selaku Gubernur Maluku Utara ikut serta dalam menentukan siapa saja pihak kontraktor yang akan dimenangkan dalam lelang proyek pekerjaan tersebut.

Untuk menjalankan misinya tersebut, AGK kemudian memerintahkan AH selaku Kadis Perumahan dan Pemukiman, DI selaku Kadis PUPR dan RA selaku Kepala BPPBJ untuk melaporkan soal berbagai proyek yang akan dikerjakan di Provinsi Maluku Utara.

Besaran berbagai nilai proyek infrastruktur jalan dan jembatan di Pemprov Maluku Utara mencapai pagu anggaran lebih dari Rp500 miliar, di antaranya pembangunan jalan dan jembatan ruas Matuting-Rangaranga, serta pembangunan jalan dan jembatan ruas Saketa-Dehepodo.

Dari proyek-proyek tersebut, AGK kemudian menentukan besaran yang menjadi setoran dari para kontraktor.

Selain itu, AGK juga sepakat dan meminta AH, DI dan RA untuk memanipulasi progres pekerjaan seolah-olah telah selesai di atas 50 persen agar anggaran dapat segera dicairkan.

Kontraktor yang dimenangkan dan menyatakan kesanggupan memberikan uang adalah KW dan ST. Keduanya juga telah memberikan uang kepada AGK melalui RI untuk pengurusan perizinan pembangunan jalan oleh perusahaannya.

Teknis penyerahan uang dilakukan secara tunai maupun rekening penampung dengan menggunakan nama rekening bank atas nama pihak lain maupun pihak swasta. Inisiatif penggunaan rekening penampung ini adalah hasil ide antara AGK dan RI.

Buku rekening dan kartu ATM tetap dipegang oleh RI sebagai orang kepercayaan AGK. Sebagai bukti permulaan awal, terdapat uang yang masuk ke rekening penampung sejumlah sekitar Rp2,2 miliar.

Uang-uang tersebut kemudian digunakan, antara lain, untuk kepentingan pribadi AGK berupa pembayaran menginap hotel dan pembayaran dokter gigi.

Atas perbuatannya tersangka ST, AH, DI, dan KW sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001

Tersangka AGK, RI, dan RA sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.

Baca juga artikel terkait KORUPSI

tirto.id - Flash news
Sumber: Antara
Editor: Intan Umbari Prihatin