tirto.id - Partai Nasdem kembali menjadi sorotan. Hal ini setelah pernyataan Bendahara Partai Nasdem, Ahmad Sahroni, yang mengakui partainya menerima aliran dana dari kader mereka yang juga mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Hal itu diungkapkan Ahmad Sahroni usai diperiksa penyidik KPK, Jumat (22/3/2024) pekan lalu. Sahroni diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan dugaan tindak pidana pencucian uang SYL Sahroni membenarkan ada aliran dana Rp40 juta dari SYL sebagaimana dalam dakwaan korupsi SYL.
"Iya, memang benar ada, Rp40 juta ya, dua kali transfer ke fraksi NasDem itu buat bantuan sumbangan bencana gempa di Cianjur. Itu saja," ujar Sahroni usai pemeriksaan.
Sahroni juga menyebut Nasdem menerima uang sebesar Rp800 juta sebagai sumbangan, namun uang tersebut akhirnya tidak digunakan dan dikembalikan ke rekening penampung sekira tiga bulan lalu.
"Rp800 juta itu sumbangan juga tapi enggak dipakai, kita kembalikan, sudah dikembalikan ke rekening penampung," ucap dia.
Namun, Wakil Ketua Komisi III DPR itu menegaskan seluruh aktivitas keuangan tersebut tercatat di Partai NasDem. Sahroni juga mengatakan pihaknya siap mengembalikan seluruh uang tersebut apabila diminta KPK.
"Tercatat, tercatat [di NasDem] diterima tapi enggak dipakai, duitnya dikembaliin, kan kita enggak tahu kalau yang bersangkutan uangnya entah dari mana gitu, tapi sudah kita kembalikan. Tinggal yang Rp40 juta, tinggal nunggu perintah dari KPK. Kalau KPK suruh kembalikan segera, kita kembalikan," tuturnya.
Juru Bicara KPK Ali Fikri pun membenarkan pemeriksaan Sahroni dalam rangka dugaan TPPU SYL yang mengalir ke kas partai yang dipimpin Surya Paloh itu.
"Ahmad Sahroni(Anggota DPR RI), saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain dugaan adanya aliran uang dari tersangka SYL untuk kepentingan partai dimana tersangka dimaksud adalah salah satu kadernya," kata Ali, Senin (25/3/2024).
Ali pun mengaku penyidik mulai mendalami upaya pengembalian uang Partai Nasdem dari SYL senilai Rp800 juta.
KPK Harus Terus Usut meski Nasdem Kembalikan Uang SYL
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, mendesak agar KPK menelusuri asal-muasal uang pengembalian tersebut. Ia pun mendesak agar KPK tidak menghentikan penanganan perkara uang tersebut meski sudah dikembalikan Partai Nasdem ke pihak SYL.
"Tentu pengembalian itu harus ditelusuri lebih lanjut oleh KPK apakah itu hanya penerimaan pertama atau sebelumnya sudah banyak ada penerimaan-penerimaan dari Sahrul Yasin Limpo," kata Kurnia kepada Tirto, Senin (25/3/2024).
"Jangan lupa Pasal 4 Undang-undang Tipikor itu mengembalikan tidak menghapus dapat dipidananya pelaku meskipun pelaku di sini masih abstrak. Maka dari itu itu yang harus didalami oleh KPK," imbuh Kurnia.
Kurnia mengatakan Partai Nasdem harus mempertanggungjawabkan aliran dana SYL bisa masuk ke keuangan Partai Nasdem. Salah satunya dengan memanggil penguruss Partai Nasdem, seperti Bendahara Umum, Ahmad Sahroni. Apalagi, aliran dana ke Partai Nasdem dari SYL ini sudah tercantum dalam dakwaan.
Selain itu, Partai Nasdem juga harus mempertanggungjawabkan aliran dana terbaru sekitar Rp800 juta yang belum masuk dakwaan SYL. Kurnia menilai, momen penelusuran aliran dana ini penting sebagai bentuk komitmen lembaga antirasuah dalam memberantas korupsi di tubuh partai.
Hingga saat ini, seingat Kurnia, KPK belum pernah melakukan penelusuran aliran dana dari koruptor kepada partai seperti kasus korupsi Anas Urbaningrum yang disebut lari ke Kongres Partai Demokrat maupun pernyataan eks politikus Golkar Eny Maulani Saragih yang memberikan uang Rp713 juta untuk kepentingan Munaslub Golkar.
Penanganan Perkara Jalan Terus
Ahli hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai penanganan perkara tidak berhenti ketika hasil kejahatan dikembalikan. Menurut Fickar, pidana tetap diproses dalam kasus korupsi.
"Perkara pidana itu mengadili perbuatan yang dilarang, pengembalian hasil kejahatan hanya berpengaruh pada ringan beratnya hukuman, tidak menghapuskan pidana karena perbuatanya sudah terjadi," kata Fickar, Senin (25/3/2024).
Fickar pun mendorong agar penyelidikan aliran dana terus dilakukan demi mengetahui asal-usul hasil kejahatan tersebut. Jika ada kesengajaan, penerima bisa dikualifikasikan sebagai pelaku. Ia menerangkan pengertian pelaku luas sesuai pasal 55 maupun pasal 56 KUHP.
Ia menilai pelaku bisa saja yang turut bersama melakukan perbuatan, menyuruh, memberi janji, menganjurkan atau membantu hingga memberi kesempatan sarana atau informasi.
"Semua pihak (orang/korporasi) yang termasuk kualifikasi itu harus diproses hukum," tegas Fickar.
Fickar pun menekankan, berapapun besaran uang tidak berpengaruh selama masih berkaitan kasus korupsi. Ia beralasan, dana korupsi SYL bukan dana proyek melainkan dugaan pemerasan dan gratifikasi sehingga jumlahnya tidak terbatas.
"Karena itu KPK harus tuntas mengejarnya," kata Fickar.
Sementara itu, ahli hukum Universitas Brawijaya, Fachrizal Affandi, menilai KPK perlu mengetahui apakah uang yang mengalir diberikan lewat orang tertentu atau melibatkan kelembagaan. Termasuk pula, menyelidiki sejauh mana aliran dana tersebut hanya dari pihak tertentu dan melihat aktif tidaknya Nasdem dalam keterlibatan menikmati aliran dana korupsi dari SYL.
"Saya kira KPK wajib melakukan pengembangan untuk mengetahui aliran dana itu. Jangan-jangan tidak hanya ke Nasdem atau misalkan orang yang mengaku-ngaku sebagai orang Nasdem atau misalnya ke siapa. Itu kan penting untuk ditelusuri," kata Fachrizal kepada Tirto, Senin (25/3/2024).
Fachrizal menilai tidak menutup peluang Nasdem bisa dijerat jika memang benar-benar terbukti terang terlibat secara kelembagaan.
"Kalau memang terbukti, ada kaitan ya bisa dijerat," kata Fachrizal.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto