Menuju konten utama

KPK Berharap Hakim Tolak Praperadilan Eks Sekretaris MA Nurhadi

KPK menilai putusan hakim atas praperadilan Nurhadi akan menjadi ujian independensi bagi peradilan yang adil dan transparan.

KPK Berharap Hakim Tolak Praperadilan Eks Sekretaris MA Nurhadi
Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman (kiri) berjalan memasuki Gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan di Jakarta, Selasa (6/11/2018). ANTARA FOTO/Reno Esnir/aww.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memimpin sidang praperadilan eks Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi menolak permohonan gugatan.

Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri menilai putusan hakim akan menjadi ujian independensi bagi peradilan yang adil dan transparan. Menurut Ali kasus yang menjerat Nurhadi ini terjadi di tengah masih menguatnya asumsi tentang mafia kasus dan mafia peradilan di Indonesia.

"Putusan ini juga menjadi pembuktian untuk mendapatkan kembali kepercayaan publik

terhadap dunia peradilan yang saat ini sedang dibangun kembali oleh MA di tengah harapan publik agar MA dan peradilan di bawahnya dapat menunjukkan komitmen antikorupsi dan citra bersih," ujar Ali dalam keterangan terulis yang diterima tirto, Senin (20/1/2020).

Ali menerangkan bahwa alasan-alasan Nurhadi saat di persidangan tidak benar dan keliru. Ali juga mengatakan bahwa pihaknya telah mengajukan bukti-bukti dan ahli yang memiliki kredibilitas di bidang hukum administrasi dan hukum pidana.

Pada Jumat (17/1/2020) lalu, Ali mengatakan KPK telah menyampaikan pokok kesimpulan terkait kasus tersebut. Dalam pokok kesimpulan tersebut, KPK membuktikan bahwa upaya penyelidikan dilakukan sesuai dasar Surat Perintah Penyelidikan. Yang berawal dari Analisis Transaksi Keuangan Berindikasi Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Rezky Herbiyono.

"Termohon [KPK] telah berhasil membuktikan bahwa proses penetapan tersangka terhadap diri para pemohon telah sah menurut hukum, dan bukti permulaan yang cukup berjumlah lebih dari 2 alat bukti diperoleh setelah Termohon melakukan serangkaian tindakan dalam tahap penyelidikan," ujar Ali.

Lalu menurutnya, KPK sudah menyampaikan kepada Nurhadi selaku pemohon untuk memulai penyidikan. KPK juga mengajukan surat pelarangan bepergian ke luar negeri kepada yang bersangkutan.

"Termohon berhasil membuktikan telah melakukan serangkaian tindakan dalam tahap penyidikan di antaranya mengumpulkan bukti-bukti berjumlah lebih dari 2 (dua) alat bukti berupa surat/dokumen, keterangan, dan petunjuk," ujarnya.

Lebih lanjut Ali mengatakan bahwa pimpinan KPK yang ketika itu dijabat Agus Rahardjo dalam periode 2015-2019 masih memiliki kewenangan setelah berlakunya UU No. 19/2019 sampai dengan Pimpinan KPK terpilih yakni Firli Bahuri mengucap sumpah dan janji pada 20 Desember 2019.

Hal tersebut sebagaimana Keputusan Presiden Nomor 112/P Tahun 2019 tentang Pemberhentian dengan Hormat dan Pengangkatan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Keppres No. 112/P Tahun 2019), sebagaimana bunyi diktum ketiga:

“Keputusan Presiden ini mulai berlaku sejak saat pengucapan sumpah/janji pejabat sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA Keputusan Presiden ini”.

Untuk itu, Ia mewakili KPK memohon kepada Hakim Praperadilan untuk memeriksa, mengadili dan memutus

perkara Praperadilan ini dengan amar putusan menolak permohonan Praperadilan yang diajukan Nurhadi atau setidaknya menyatakan permohonan praperadilan tidak dapat diterima.

"Harapannya, para pencari keadilan masih dapat merasakan secara nyata bahwa keadilan dapat

ditemukan di ruang-ruang pengadilan," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait NURHADI atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Hukum
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Bayu Septianto