Menuju konten utama

OTT Korupsi K3 Kemnaker: Wamenaker Diciduk, Reformasi Mendesak

KPK menangkap Wamenaker Noel dalam OTT korupsi sertifikasi K3. Kasus ini jadi ujian reformasi Kemnaker dan komitmen antikorupsi Prabowo.

OTT Korupsi K3 Kemnaker: Wamenaker Diciduk, Reformasi Mendesak
Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer (kiri) berjalan menuju ruang konferensi pers usai terjaring OTT KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (22/8/2025). ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/foc.

tirto.id - Hingga Jumat (22/8/2025) siang, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan bahwa Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer masih berada di Gedung Merah Putih. Noel—sapaan akrab Immanuel—bersama 13 orang lainnya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Kamis (21/8/2025) pagi. Mereka diamankan di Markas KPK hingga Jumat siang, meskipun status hukumnya sudah dikantongi komisi antirasuah.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyampaikan, KPK rampung melakukan gelar perkara atau ekspose kasus pada Kamis malam untuk menentukan nasib Noel dan belasan orang lainnya yang diamankan. Ia berjanji KPK tetap bakal mengumumkan status hukum mereka keesokan harinya atau 1x24 jam usai OTT dilakukan.

”Tadi malam sudah dilakukan ekspose dan sudah ditetapkan status hukum para pihak yang diamankan,” kata Budi di Gedung KPK, Jumat.

Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto menyatakan, OTT kali ini berbeda dengan dugaan kasus rasuah di Kemnaker yang masih berjalan. Kasus lain yang dimaksud adalah dugaan korupsi pengurusan tenaga kerja asing (TKA) dengan delapan orang tersangka.

Kali ini, kata Fitroh, dugaan kasus rasuah di Kemnaker yang membawa-bawa Noel adalah pemerasan pengurusan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). KPK juga sudah menyita sejumlah uang, mobil serta motor mewah melalui OTT kasus ini. Pada Kamis (21/8) sore, Markas KPK bahkan laiknya showroom dadakan, ‘memamerkan’ kendaraan-kendaraan mewah yang mereka sita dari kasus yang turut menjaring Noel ini.

Beberapa jenis kendaraan tersebut adalah Nissan GT-R R35, Hyundai Palisade, Mitsubishi Pajero Sport, BMW 3 Series, Jeep Cherokee XJ, Suzuki Jimny/Katana, hingga beberapa motor gede merk Ducati dan skuter Vespa modern. Juru Bicara KPK Budi Prasetyo merinci barang bukti yang disita berjumlah 22 kendaraan yang terdiri dari 15 kendaraan roda empat dan tujuh kendaraan roda dua. Sampai Jumat (22/8) siang, semuanya dalam penguasaan KPK dan jumlah sitaan tersebut masih berpeluang untuk bertambah.

Ragam Kasus Korupsi di Lingkungan Kemnaker

Kasus dugaan pemerasan pengurusan sertifikasi K3 di Kemnaker merupakan skandal baru yang lagi-lagi menghantam wajah lembaga ini. Padahal, kasus dugaan korupsi pengurusan TKA yang juga diselidiki KPK sejak Juli 2025 masih berjalan dengan total delapan tersangka.

Sebelumnya, Kemnaker juga dicoreng kasus dugaan korupsi sistem proteksi pekerja migran Indonesia dengan terdakwa bekas Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kemenaker, Reyna Usman. Kasus ini juga menggulung Pejabat Pembuat Komitmen I Nyoman Darmanta dan Karunia selaku Direktur PT Adi Inti Mandiri.

Tertangkapnya Wamenaker Noel dalam OTT KPK kali ini sekaligus menjadi coreng perdana jajaran pejabat tinggi kabinet pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Kasus ini menjadi tantangan komitmen bagi Prabowo yang belakangan ini berkali-kali menyatakan bertindak tegas dan tidak akan mentolerir praktik korupsi.

Pasalnya, kasus korupsi melibatkan pejabat tinggi sangat rentan mendapatkan intervensi. Ini sekaligus menjadi kesempatan bagi KPK mengembalikan kepercayaan publik. Prabowo juga harus berpegang teguh pada pidatonya beberapa waktu lalu yang menegaskan tidak akan melindungi anak buahnya yang melakukan praktik korupsi. Sebagaimana Noel seharusnya, yang juga merupakan kader Partai Gerindra dan Ketua relawan Prabowo Mania 08.

Kemasan Populis Wamenaker Noel, Kedok dalam Dugaan Pemerasan

Direktur Pusat Studi Antikorupsi dan Demokrasi dari Universitas Muhammadiyah Surabaya, Satria Unggul Wicaksana Prakasa menyatakan, tertangkapnya Noel dalam OTT merupakan fenomena yang tidak mengejutkan. Immanuel, kata Satria, membangun citra populis sejak menjadi Wakil Menteri Ketenagakerjaan alias Wamenaker.

Dari sikapnya yang juga berupaya membela kepentingan buruh, Satria menilai Noel sejak awal ingin menumbuhkan citra populis. Kendati begitu, pejabat populis cenderung memiliki sikap transparansi yang minim, salah satunya akhirnya menyimpan skandal dugaan rasuah.

Front stage-nya membela buruh ketika terjadi sengketa. Tapi ternyata di balik itu semua ada perilaku dugaan pemerasan kepada perusahaan terkait K3,” kata Satria kepada wartawan Tirto, Jumat (22/8).

Dari segi hukum, kata dia, jika menjadi tersangka maka Noel bisa dijerat dengan Pasal 12 UU Tipikor terkait pemerasan atau extortion. Ia juga diduga melakukan abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan bila benar melakukan pemerasan pengurusan sertifikasi K3.

Menurut Satria, dari barang-barang bukti yang dipamerkan KPK, tampak memperlihatkan betapa pejabat publik yang diduga melakukan korupsi gemar bermewah-mewah dalam kondisi ekonomi rakyat yang mencekik.

“Ini menunjukkan pejabat publik kita di backstage sangat culas walaupun di arena depan seolah-olah citranya melindungi rakyat. Ternyata pemimpin-pemimpin populis menyimpan satu masalah korupsi dan tidak transparan,” ujar Satria.

Sementara itu, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman menilai, belum tampak bukti nyata pidato-pidato Presiden Prabowo yang ingin memperkuat upaya-upaya antikorupsi di Indonesia. Belum terjadi perbaikan institusi penegak hukum dan instrumen-instrumen anti-korupsi tak kunjung disahkan.

Pidato presiden masih berada level retorika. Bahkan akhir-akhir ini banyak terpidana korupsi yang mendapatkan remisi dan pembebasan persyarat. Menurut Zaenur, itu menghilangkan efek jera bagi para koruptor.

“Jadi saya lihat misalnya Presiden Prabowo tidak mengembalikan independensi KPK, tidak kunjung mendorong agar RUU Perampasan Aset disahkan, RUU Tipikor dijalankan, RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal nggak ada,” ucap Zaenur kepada wartawan Tirto, Jumat (22/8).

Menurut Zaenur, OTT KPK yang menangkap Wamenaker Noel menunjukkan bahwa pidato saja tidak cukup untuk memberantas korupsi. Kasus ini turut membuktikan pemberantasan korupsi pemerintah baru sebatas lisan, belum sampai level implementasi.

Kasus kali ini sekaligus membuktikan kebobrokan pencegahan korupsi di Kemnaker. Mereka berulang kali terjerat lubang skandal korupsi yang menunjukkan penyakit akut koruptif sudah menyebar di tubuh institusi Kemnaker. Karenanya, KPK harus mendorong Kemnaker untuk berbenah agar tidak lagi menjadi salah satu lembaga yang menjadi sarang koruptor.

“Artinya ini juga harus menjadi PR buat KPK bersama dengan si pasien ini, Kemenaker, agar setiap upaya penindakan itu selalu dibarengi dengan upaya perbaikan sistem dengan cara melakukan scanning institusi yang korup yang saya melihatnya patologi birokrasinya,” ucap Zaenur.

Kasus ini sekaligus menjadi alarm dini bagi pemerintahan Prabowo–Gibran, terutama terkait penempatan individu dalam jabatan strategis. Penempatan posisi strategis yang dilakukan berdasarkan kedekatan dengan pemegang kekuasaan, jangan sampai abai kualifikasi atau track record yang mumpuni di bidangnya.

Ini menjadi catatan penting pemerintah untuk kembali mengedepankan prinsip meritokrasi.

Kemnaker Lahan Basah Rawan Korupsi

Peneliti dari Transparency International Indonesia (TII), Bagus Pradana, memandang Kemnaker sudah sejak lama memiliki karakteristik yang rawan karena kewenangan besar berkaitan dengan penerbitan perizinan atau sertifikasi serta interaksinya yang intens dengan sektor bisnis.

Celah-celah birokrasi ini kerap dimanfaatkan sebagai ruang transaksional oleh pejabat nakal pencari rente. Modus korupsinya pun terus berulang, yakni pemerasan atau extortion dalam proses perizinan.

Dalam kasus yang melibatkan Noel, kata Bagus, Wamenaker memiliki kewenangan besar terutama dalam penerbitan beragam jenis perizinan dan sertifikasi. Kewenangan inilah yang diduga menjadi sumber praktik korupsi berupa pemerasan dalam bentuk pungutan illegal mempercepat dan menjamin kelulusan sertifikasi.

Ini menjadi alarm pemerintahan Prabowo-Gibran dan Menteri Ketenagakerjaan melakukan reformasi birokrasi di Kemnaker sesegera mungkin dengan serius. Kemenaker bisa memulai dengan me-review proses penerbitan perizinan dan sertifikasi, khususnya sertifikasi K3 yang memang rentan terjadi intervensi.

“Kemudian memastikan otonomi pelaksana, dan memperbaiki regulasinya. Kemenaker bisa juga melibatkan pengawas independen untuk meminimalisir risiko korupsi ini ke depannya,” ujar Bagus kepada wartawan Tirto, Jumat (22/8).

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menegaskan, siap mencopot pejabat Kemnaker yang terlibat kasus korupsi. Meski begitu, terkait keterlibatan wakilnya, Immanuel Ebenezer dalam dugaan kasus korupsi pengurusan sertifikasi K3 merupakan kewenangan Presiden Prabowo untuk bertindak. Dalam hal ini, pencopotan Immanuel dari jabatannya sebagai Wamenaker diputuskan oleh Istana.

“Saya selalu mengingatkan proses layanan kita perbaiki, apalagi K3 ini saya sangat concern. Angka kecelakaan kita masih memprihatinkan, kita perlu percepatan dalam pelayanan K3 dan seterusnya. Jadi makanya kami prihatin dan kita menyayangkan sekali (OTT Wamenaker) sebenarnya,” kata Yassierli ketika Konferensi Pers di Kantor Kemnaker, Jakarta Selatan, Kamis (21/8/2025).

Pada Jumat (22/8/2025) malam, Presiden Prabowo resmi memberhentikan Noel dari jabatan Wamenaker. Lewat Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Prabowo juga memperingatkan seluruh pejabat pemerintah untuk serius dalam memberantas korupsi.

Di sisi lain, Ketua Lembaga IM57+ Institute, Lakso Anindito, mendesak Presiden Prabowo memberikan imunitas kepada KPK usai melakukan OTT terhadap Immanuel Ebenezer pada Kamis (21/8/2025). Mantan penyidik KPK itu menegaskan bahwa presiden tidak boleh bersikap netral dan harus berpihak pada KPK.

Menurut Lakso, tanpa keberpihakan dari presiden proses pengungkapan korupsi yang diduga melibatkan wakil menteri dapat berhenti di tengah jalan karena intervensi berbagai pihak.

"Presiden tidak boleh bersikap netral dan harus memastikan berbagai langkah KPK tetap dapat dilakukan secara serius tanpa adanya gangguan intervensi politis dari berbagai pihak," jelasnya dalam keterangan tertulis, Kamis (21/8).

Baca juga artikel terkait OTT WAMENAKER atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - News Plus
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Alfons Yoshio Hartanto