tirto.id - Satu dari empat pengamen Cipulir yang menjadi korban salah tangkap kepolisian yakni Fatahillah (18) berharap gugatan yang dilayangkannya dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan bisa dikabulkan oleh hakim.
Keempat korban salah tangkap ini mengajukan gugatan dengan ganti rugi senilai Rp750,9 juta. Nilai tersebut dihitung dari ganti rugi materiel senilai Rp662,4 juta dan imateriel senilai Rp88,5juta.
Fatahillah mengaku jika memang ganti rugi tersebut dikabulkan, ia akan menggunakannya untuk membayar jasa-jasa orang tuanya.
"Saya mau balikin motor. Waktu itu kan sempat dijual juga buat saya di penjara, bekal makan, bekal apaan aja dah di dalam. Sampai dagangan orang tua bangkrut juga," ujarnya di PN Jakarta Selatan, Rabu (24/7/2019).
Serta biaya-biaya lainnya yang telah dikeluarkan untuk membantunya bertahan hidup selama dalam penjara. Ia mendaku ibunya sehari-hari berdagang kwetiau di Sekolah Dasar dan dipakai untuk dirinya.
"Iya dari situ ditransferin juga, dibesuk juga," ujarnya.
Namun, pada saat pengadilan praperadilan kemarin dalam agenda pembacaan termohon. Baik pihak Polda Metro Jaya, Kejati, dan Kemenkeu menolak gugatan ganti rugi yang diajukan oleh Fatahillah dan kawan-kawan.
Pada persidangan kali ini, pengacara pengamen, Oky Wirata Siagian mendaku akan kembali mengupayakan cairnya ganti kerugian tersebut.
"Akan dibuktikan dengan keterangan saksi," ujarnya di lokasi dan waktu yang sama.
Gugatan perdata tersebut dilayangkan oleh empat mantan pengamen Cipulir, yakni Fikri, Fatahillah, Arga atau Ucok, Pau yang mengalami salah tangkap oleh Unit Kejahatan dengan Kekerasan (Jatanras) Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya pada Juli 2013 dengan tuduhan membunuh sesama pengamen anak bermotif berebut lapak mengamen.
Oky menyampaikan, ia dan teman-temannya ditangkap dan dipaksa mengaku, serta mendapatkan penyiksaan dari pihak kepolisian saat menjadi tahanan.
"Dengan bermodalkan pengakuan dan 'skenario' rekayasa hasil penyiksaan, mereka kemudian diajukan ke pengadilan oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta sehingga harus merasakan dinginnya jeruji penjara sejak masih kanak-kanak," jelas Oky.
Namun, akhirnya terbukti di persidangan bahwa mereka bukanlah pembunuh korban. mereka kemudian dinyatakan tidak bersalah oleh Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 131 PK/Pid.Sus/2016.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Maya Saputri