Menuju konten utama

Kontras: Pelaku Penembakan Mahasiswa Kendari Diduga Polisi

Kontras menyebut penembak mahasiswa di Kendari adalah polisi.

Kontras: Pelaku Penembakan Mahasiswa Kendari Diduga Polisi
Personel Brimob Polda Sultra melakukan pencarian selongsong peluru saat olah TKP tertembaknya Almarhum Immawan Randi di Jalan Abdulah Silondae, Kendari, Sulawesi Tenggara, Sabtu (28/9/2019). ANTARA FOTO/TimInafis/JJ/hp.

tirto.id - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menemukan beberapa hal terkait kematian Randi (21) dan Muhammad Yusuf Kardawi (19). Keduanya adalah mahasiswa Universitas Halu Oleo yang diduga ditembak saat berdemonstrasi di depan gedung Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sulawesi Tenggara, 26 September 2019.

Temuan pertama terkait kronologi dan lokasi penembakan.

"Diduga penembakan pertama terjadi terhadap Yusuf di pintu samping Disnakertrans, disusul dengan penembakan Randi," kata Koordinator Badan Pekerja Kontras, Yati Andriyani, di kantornya, Jakarta, Senin (14/10/2019).

Temuan kedua terkait pelaku penembakan.

Berdasarkan keterangan saksi yang bersama Yusuf saat kejadian, polisi berjaga di depan massa dan ada juga yang bersiaga di dalam area kantor Disnakertrans. Polisi membalas lemparan batu dari massa dengan sejumlah tembakan.

Sebelum penembakan, mereka berada di pintu samping Disnakertrans. Lantas polisi yang berada di dalam gerbang menembak, mengenai Yusuf dan mahasiswa itu tersungkur.

"Ketika Yusuf tersungkur, saksi yang merupakan rekan korban berusaha menolong. Saat itu juga seorang berpakaian preman (diduga polisi) menodongkan senjata api ke arahnya. Orang itu datang dari dalam area Disnakertrans," jelas Yati.

Melihat moncong senjata, saksi kabur. Ia berlari zig-zag, bersamaan dengan robohnya Randi. Lokasi penembakan sesuai keterangan saksi, tepat di depan AMIK Catur Sakti atau gedung yang berseberangan dengan pintu gerbang samping Disnakertrans.

Saat Yusuf jatuh, polisi berseragam dan tanpa seragam resmi, menghampirinya. Mahasiswa itu dipukul menggunakan tongkat.

"Saksi juga sempat melihat terduga polisi yang tangan kirinya memegang Yusuf yang tersungkur, sementara tangan kanannya memegang senjata api," tutur Yati.

Saat situasi mereda, rekan-rekan Yusuf membawanya ke rumah sakit menggunakan motor. Menurut saksi, tengkorak kepala bagian belakang Yusuf terasa lembek dan samar terlihat lubang.

Sementara Randi meregang nyawa akibat peluru yang menembus bagian belakang ketiak kiri dan keluar pada bagian dada kanannya. Lubang luka tembak berdiameter 0,9 cm pada ketiak kiri dan 2,1 cm pada dada kanan.

Usai peristiwa, beberapa saksi menemukan selongsong peluru di sekitar area Yusuf dan Randi ditembak. Saksi menyerahkan selongsong itu ke pihak Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sulawesi Tenggara.

"Pihak Ombudsman Sulawesi Tenggara menyerahkan barang bukti itu kepada jajaran Polda Sulawesi Tenggara," kata Yati. Polri pun mengirimkan selongsong itu ke Belanda dan Australia guna uji balistik.

"Karena kedua negara tersebut memiliki laboratorium forensik dan identifikasi terbaik. Hal ini jadi komitmen Polri dalam pembuktian material secara ilmiah," ucap Kabid Humas Polda Sulawesi Tenggara AKBP Harry Goldenhart, ketika dikonfirmasi Tirto, Senin (14/10/2019).

Ketika ditanyakan perihal kebenaran terduga polisi berpakaian preman dan menodongkan senjata itu, Harry menjawab singkat: "kami sudah memeriksa saksi dari mahasiswa juga."

KontraS menyimpulkan, berdasarkan keterangan saksi dan fakta peristiwa, patut diduga penembakan itu bertujuan untuk membubarkan aksi unjuk rasa mahasiswa. Selain Randi dan Yusuf, ada dua orang lain yang diduga kena luka tembak pula. Lembaga ini meminta keterangan dari lima rekan korban.

"Ditemukannya selongsong peluru di lokasi, penyangkalan polisi soal tidak menggunakan peluru tajam, seharusnya terbantahkan," tegas Yati.

Tindakan kepolisian terhadap demonstran adalah bentuk pelanggaran prinsip proporsional (penggunaan kekuatan sesuai ancaman), prinsip necessity (penggunaan kekuatan terukur sesuai kebutuhan), dan prinsip alasan (penggunaan kekuatan yang beralasan dan dapat dipertanggungjawabkan).

Polisi di lokasi unjuk rasa itu juga diduga melanggar Pasal 7 ayat (1) Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa.

"Kapolri harus memprioritaskan akuntabilitas melalui ranah pertanggungjawaban pidana, merujuk adanya dugaan dan bukti jatuhnya korban karena penggunaan senjata api," pungkas Yati.

Baca juga artikel terkait PENEMBAKAN MAHASISWA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Rio Apinino