tirto.id - Ketua Komisi Kejaksaan, Pujiyono Suwadi, mengatakan penyalahgunaan kekuasaan berpotensi dilakukan para aparat penegak hukum dalam pelaksanaan mekanisme perampasan aset.
Kekhawatiran Pujiyono merujuk pada kemungkinan perilaku individu penegak hukum saat RUU Perampasan Aset disahkan dan mulai diberlakukan.
Menurutnya, tidak ada sistem dan individu penegak hukum yang sepenuhnya tanpa celah. Asumsi ini dikatakan Pujiyono bukan tanpa alasan, tapi melihat preseden buruk soal perilaku aparat penegak hukum yang tidak jarang justru melanggar hukum.
"Ketika (aparat penegak hukum) berada di puncak pasti ada celahnya. Potensi pelanggaran kewenangan, moral hazzard yang dilakukan aparat penegak hukum itu memungkinkan terjadi," kata Pujiyanto dalam diskusi bertajuk 'Tarik Ulur Nasib RUU Perampasan Aset' di Jakarta Selatan, pada Jumat (19/9/2025).
Dia menambahkan potensi penyalahgunaan kewenangan oleh aparat penegak hukum termasuk upaya menghambat implementasi RUU Perampasan Aset. Dengan kata lain, ada pengkondisian antara koruptor dan aparat.
"Dalam pemberantasan korupsi, kami menemukan dihambat juga entah dari beberapa kepentingan. Polanya bisa dilihat dari motifnya, entah politik atau ekonomi," kata dia.
Oleh karena itu, Pujiyono mewanti-wanti perlu penguatan mekanisme integrated justice system yang melibatkan lintas institusi penegak hukum. Mulai dari level penyidikan yang dilakoni kejaksaan hingga mekanisme korektif berlapis di lembaga yudisial.
"Masyarakat sipil juga bisa terlibat dalam mekanisme koreksi. Karena tidak mungkin bisa (penegakan hukum) didapatkan 100 persen sempurna," kata dia.
Isu lain dalam pelaksananan RUU Perampasan Aset saat disahkan ialah benturan regulasi. Pujiyono mengingatkan jangan sampai ada regulasi setingkat yang menghambat kerja aparat merampas aset koruptor.
Regulasi yang dimaksud adalah revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Harus ada sinergi antara RUU Perampasan Aset dengan RUU KUHAP.
"Jangan sampai RUU Perampasan Aset jadi tunduk dengan RUU KUHAP," kata dia.
Dia menekankan legislatif mesti ada keinginan menyelaraskan dua beleid ini dan memastikan pengesahannya dalam waktu berdekatan.
"Tapi syaratnya harus ada partisipasi publik yang bermakna," pungkasnya.
Penulis: Rohman Wibowo
Editor: Bayu Septianto
Masuk tirto.id

































