tirto.id - Indonesia berhasil menggalang dukungan dari Malaysia dan Kolombia untuk melawan kebijakan sawit Renewable Energy Directive (RED) II Uni Eropa. Dukungan itu disampaikan dalam 6th Ministerial Meeting CPOPC yang berlangsung di Jakarta hari ini, Kamis (28/2/2019).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution memimpin Delegasi RI, sementara dari Malaysia hadir Menteri Industri Primer Teresa Kok, serta Kolumbia diwakili Direktur Unit Perencanaan Pedesaan Pertanian Kementerian Pertanian Felipe Fonseca Fino.
Pertemuan itu juga menyepakati beberapa langkah yang akan diambil untuk melawan kebijakan diskriminatif yang muncul dari rancangan peraturan Komisi Eropa, yaitu Delegated Regulation Supplementing Directive 2018/2001 of the EU RED II.
"Para Menteri memandang rancangan peraturan ini sebagai kompromi politis di internal UE yang bertujuan untuk mengisolasi dan mengecualikan minyak kelapa sawit dari sektor biofuel UE yang menguntungkan minyak nabati lainnya, termasuk rapeseed yang diproduksi oleh UE," ujar Darmin.
Menurut Darmin, kriteria yang digunakan dalam rancangan Beleid RED II secara langsung difokuskan pada minyak kelapa sawit dan deforestasi, tanpa memasukkan masalah lainnya terkait lingkungan yang berkaitan dengan pengolahan lahan untuk sumber minyak nabati lainnya termasuk oleh rapeseed.
Konsep yang digagas UE itu juga dinilai tak hanya menyerang upaya negara negara produsen minyak kelapa sawit mencapai Sustainable development Goals (SDG's), melainkan juga menghambat produksi biofuel negara-negara produsen kelapa sawit baik yang dikonsumsi domestik maupun yang diekspor ke Eropa.
Hal ini, menurut Darmin, tentu saja bertentangan dengan prinsip kedaulatan negara. "Dalam kaitan ini, para Menteri sepakat untuk melakukan Joint Mission ke Eropa untuk menyuarakan isu ini kepada otoritas terkait di Eropa," tegas mantan Gubernur Bank Indonesia tersebut.
Para Menteri sepakat untuk terus menentang RED II melalui konsultasi bilateral, ASEAN, WTO, dan sejumlah forum lainnya. Meski demikian, negara-negara produsen minyak sawit tetap terbuka untuk melakukan dialog terkait lingkungan dengan UE dalam kerangka UN SDGs 2030.
Dalam kesempatan tersebut, para Menteri menyampaikan keprihatinan mereka atas kebijakan diskriminatif terhadap minyak kelapa sawit yang tertuang di dalam rancangan resolusi mengenai "Deforestation and Agricultural Commodity Supply Chains’", yang diusulkan oleh UE melalui United Nations Environment Assembly.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Alexander Haryanto