tirto.id - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono berkata, bakal menolak penerapan kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II.
Sebab, kata dia, dalam RED II Uni Eropa menetapkan kelapa sawit sebagai tanaman beresiko tinggi (high risk) terhadap deforestasi dan nilai membatasi penggunaan minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) untuk biodiesel.
Tentu saja, kata Joko, kebijakan tersebut bakal berdampak buruk pada perkembangan industri sawit di Indonesia. Sebab, Uni Eropa merupakan salah satu tujuan ekspor komoditas sawit Indonesia.
"Kami akan koordinasi dengan kementerian juga, supaya suara Indonesia bisa direpresentasikan nanti oleh Kementerian Luar Negeri. Kami harus kompak untuk bilang tidak setuju," ujarn dia di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Selasa (26/2/2019).
Hal serupa juga disampaikan oleh Direktur Eksekutif Dewan Negara-Negara Produsen Minyak Sawit (Council of Palm Oil Producing Countries/CPOPC), Mahendra Siregar.
Mahendra mengatakan, rencananya penolakan tersebut bakal disampaikan dalam Pertemuan Pejabat Senior dan Pertemuan Tingkat Menteri, pada 27-28 Februari 2019 yang diselenggarakan CPOPC.
Dalam forum itu, Indonesia bakal menginisiasi pernyataan bersama terhadap kebijakan RED II. Sebab, kata dia, kebijakan Uni Eropa tersebut dinilai mendiskriminasi sawit dari komoditas minyak nabati lainnya.
Saat ini Indonesia, Malaysia dan Kolombia adalah anggota CPOPC yang saat ini menguasai sekitar 90 persen produksi CPO dunia.
"Ini sudah kita lihat draft-nya dan sekarang sedang dalam tahap konsultasi publik. Apa yang kita lihat di dalamnya betul-betul diskriminatif dan menganaktirikan sawit dari pemenuhan energi di Uni Eropa berdasarkan metodologi yang sama sekali tidak ilmiah dan tidak diakui secara internasional," ujar Mahendra.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Zakki Amali