tirto.id - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Cholil Nafis, memandang sound horeg atau arak-arakan musik speaker dinilai haram apabila mengganggu orang lain. Hal itu disampaikan Cholil merespons sound horeg ditetapkan masuk dalam fatwa haram oleh Forum Satu Muharram 1447 Hijriah Pondok Pesantren (Ponpes) Besuk, Kabupaten Pasuruan.
“Tetapi karakternya sound horeg itu mengganggu. Kalau enggak mengganggu enggak sound horeg lagi, menjadi sound system jadinya,” kata Cholil saat ditemui di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (14/7/2025).
Dia menjelaskan MUI Jawa Timur sudah mengeluarkan fatwa haram horeg dengan pertimbangan tidak diperbolehkan apabila mengganggu orang lain.
“Sebenarnya MUI Jawa Timur yang sudah mengeluarkan fatwanya. Artinya 'illa'-nya adalah 'idha', artinya ketika mengganggu orang lain. Mengganggu orang lain itu tidak diperbolehkan. Di situ disebut dengan haram ya. Kalau tidak mengganggu disebut hiburan biasa, boleh-boleh saja,” ucap Cholil.
Fenomena sound horeg kembali menuai pro kontra. Sebagian kiai di Jawa Timur hingga MUI mengeluarkan fatwa haram. Namun, para pengusaha sound horeg enggan menanggapi fatwa haram tersebut.
Sound horeg kerap digunakan untuk acara-acara tertentu. Semisal karnaval, pesta rakyat, dan sejenisnya. Akibat suara yang sangat keras, kondisi sekeliling turut bergetar alias horeg. Bahkan, sejumlah bangunan bisa saja mengalami kerusakan akibat kerasnya suara sound horeg.
Bagi penikmat sound horeg, suara keras dan modifikasi sound merupakan hal unik. Namun, sebagian masyarakat merasa resah dengan fenomena sound horeg karena dinilai bising, mengganggu, dan berpotensi merusak bangunan.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Miftahul Huda, mengaku telah menerima banyak laporan masyarakat terkait fenomena sound horeg yang dianggap mengganggu ketertiban.
“Bahkan sampai pada merusak kaca beberapa rumah. Belum lagi mengganggu pendengaran seperti polusi suara, itu sudah masuk kategori hal yang dilarang oleh agama," kata Kiai Miftah mengutip MUIDigital, Kamis (10/7/2025).
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama
Masuk tirto.id


































