Menuju konten utama

Ketika Kejaksaan vs Polri Bersaing Berebut Pimpinan KPK

Kejaksaan dan Polri berebut pimpinan KPK periode 2019-2023. Namun, ICW mendesak agar pansel dapat memilih secara objektif, dan tak sekedar melihat asal institusi.

Ketika Kejaksaan vs Polri Bersaing Berebut Pimpinan KPK
Ketua Pansel calon pimpinan KPK Yenti Garnasih (tengah) dan anggota meninggalkan Gedung KPK seusai pertemuan dengan pimpinan KPK di Jakarta, Rabu (12/6/2019). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.

tirto.id - Pendaftaran calon pimpinan atau capim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi ditutup, pada Kamis, 4 Juli 2019. Terdapat ratusan pendaftar dari unsur advokat, akademisi, komisioner KPK, hingga dari kepolisian dan kejaksaan.

Tak tanggung-tanggung, Mabes Polri bahkan mengutus sembilan perwira tingginya untuk bersaing memperebutkan lima kursi pimpinan KPK periode 2019-2023. Sementara Kejaksaan Agung melalui surat bernomor B-085/A/Cp.2/07/2019 mengirimkan lima kandidat.

“Pada dasarnya, semua calon telah melaporkan LHKPN ke KPK,” kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Humas) KPK, Febri Diansyah melalui pesan singkat terkait kandidat yang berasal dari lembaga penegak hukum ini.

Profil Singkat dan LHKPN Capim dari Kejaksaan

1. Sugeng Purnomo

Salah satu nama yang direkomendasikan Kejaksaan Agung untuk berebut kursi pimpinan KPK adalah Sugeng Purnomo. Saat ini, ia menjabat sebagai Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus dan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan.

Pada Maret 2018, ia juga sempat menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Papua. Setelah itu, Sugeng menjadi Direktur Penuntutan di Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun).

Menurut Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK, Sugeng memiliki harta senilai Rp2.811.742.049.

2. Johanis Tanak

Saat ini, Johanis menjabat sebagai Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara.

Pada 2014, Johanis Tanak pernah menjabat sebagai Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Riau. Johanis juga sempat menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah pada 2016.

Berdasarkan LHKPN KPK, Johanis memiliki kekayaan senilai Rp8.340.407.121.

3. Muhammad Rum

Saat ini, Muhammad Rum adalah Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah. Ia menggantikan Sampe Tuah sejak 12 Oktober 2018. Sebelumnya, Rum adalah Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung.

Selama berkarier di Kejaksaan, Rum juga pernah menjabat sebagai Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Sumatera Barat. Ia juga pernah tercatat sebagai Kepala Subdirektorat Tipidsus pada Jaksa Agung Muda Tipidsus Kejagung.

Berdasarkan LHKPN KPK, Rum memiliki kekayaan senilai Rp755.340.042.

4. Ranu Mihardja

Ranu Mihardja saat ini menjabat sebagai Kepala Pusat Diklat Manajemen dan Kepemimpinan pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI.

Sebelum mendaftar sebagai capim KPK, Ranu sempat menjadi Deputi Pengawasan Internal, Deputi Penindakan, serta Pengaduan Masyarakat di KPK. Ranu juga sempat menjadi Direktur Penuntutan di KPK pada 2013-2017.

Berdasarkan LHKPN KPK, nilai kekayaan Ranu adalah sekitar Rp3,7 miliar.

5. Supardi

Supardi saat ini menjabat sebagai Koordinator pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Supardi. Sebelumnya, Supardi sempat bekerja di KPK sebagai pelaksana tugas Direktur Penuntutan. Supardi juga pernah menjadi Direktur Penuntutan definitif di KPK.

Berdasarkan laporan LHKPN KPK, Supardi memiliki kekayaan senilai Rp2,3 miliar.

Profil Singkat dan LHKPN Capim dari Polri

1. Antam Novambar

Inspektur Jenderal Antam Novambar menjabat sebagai Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Polri sejak 27 Mei 2016.

Sebelumnya, Antam menjadi Dirreskrimum Polda Bali (2012). Kemudian ia menjadi Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) (2013), serta Kepala Biro Korwas PPNS Badan Reserse Kriminal Polri (2015).

Pada 2016, Antam juga sempat menjadi Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri. Berdasarkan LHKPN KPK. Antam melaporkan kekayaannya senilai Rp 6,6 miliar pada Juli 2019.

Selain itu, nama Antam sempat terseret dalam kasus KPK yang melibatkan Budi Gunawan. Dikutip dari Tempo, Antam pernah diduga mengintimidasi Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi.

2. Dharma Pongrekum

Inspektur Jenderal Dharma Pongrekum saat ini menjabat sebagai Pati Bareskrim Polri Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

Dharma sempat menjadi Wadirtipidum Bareskrim Polri pada 2015. Kemudian, pada 2016, ia menjadi Kakorwas PPNS Bareskrim Polri. Di tahun yang sama, ia juga sempat menjadi Dirtipidnarkoba Bareskrim Polri dan Karorenmin Bareskrim Polri.

Berdasarkan LHKPN KPK, Dharma melaporkan kekayaannya pada Mei 2019 senilai Rp 9,7 miliar.

Nama Dharma sempat muncul saat menjabat sebagai Wakil Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim. Kala itu, Dharma adalah pejabat yang menandatangani surat pemanggilan untuk Novel Baswedan terkait dugaan penganiayaan berat hingga menyebabkan tewasnya pelaku pencuri sarang burung walet di Bengkulu pada 2004.

Kasus dugaan penganiayaan ini mencuat kembali saat KPK menyidik dugaan korupsi terhadap Budi Gunawan. Kasus ini sebelumnya mencuat saat Novel Baswedan menjadi Kepala Satuan Tugas Penyidikan dugaan korupsi pengadaan simulator R-2 dan R-4 di Korlantas Polri yang menyeret Irjen Djoko Susilo pada 2012.

3. Coki Manurung

Inspektur Jenderal Coki Manurung kini menjabat Widyaiswara Utama Sespim Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri. Coki sempat menjadi Kapolda Bengkulu pada tahun 2017.

Berdasarkan LHKPN KPK, Coki melaporkan kekayaannya pada April 2019 senilai Rp4,8 miliar.

4. Abdul Gofur

Inspektur Jenderal Abdul Gofur kini menjabat sebagai Analis Kebijakan Utama Bidang Polisi Air Badan Pemeliharaan Keamanan (Baharkam) Polri.

Berdasarkan LHKPN KPK, Abdul melaporkan kekayaannya senilai Rp1,13 M pada Mei 2017.

5. Muhammad Iswandi Hari

Brigadir Jenderal Muhammad Iswandi Hari saat ini menjabat sebagai Pati Bareskrim Polri Kementerian Ketenagakerjaan. Sebelumnya, Iswandi sempat menjadi Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sumatera Selatan.

Berdasarkan laporan Iswandi dalam LHKPN KPK pada Agustus 2015, Iswandi memiliki kekayaan senilai Rp1,27 miliar.

6. Bambang Sri Herwanto

Brigadir Jenderal Bambang Sri Herwanto saat ini memiliki posisi Widyaiswara Madya Sespim Lemdiklat Polri. Sebelumnya, Bambang pernah menjadi Karosunluhkum Divkum Polri pada 2011. Kemudian menjadi Kapolda Sumbar pada 2014.

Berdasarkan laporan Bambang melalui LHKPN KPK pada April 2015, Bambang memiliki kekayaan senilai Rp3,2 miliar.

7. Agung Makbul

Brigadir Jenderal Agung Makbul saat ini menjabat sebagai Kepala Biro Penyusunan dan Penyuluhan Hukum Divisi Hukum Polri.

Berdasarkan LHKPN KPK, Agung melaporkan kekayaan senilai Rp993 juta pada Juni tahun 2014.

8. Juansih

Inspektur Jenderal Juansih saat ini menjabat sebagai Analis Kebijakan Utama Bidang Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan Lemdiklat Polri.

Berdasarkan LHKPN KPK, Juansih melaporkan kekayaan senilai Rp1 miliar pada November tahun 2007.

9. Sri Handayani

Brigadir Jenderal Sri Handayani saat ini menjabat sebagai Wakil Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Barat.

Sri sebelumnya sempat menjabat sebagai Analis Kebijakan Madya bidang Gadikwa Robindiklat Polri pada 2014. Dua tahun kemudian, yaitu 2016, Sri menjadi Kasat Manggala Praja IPDN. Sri juga sempat menjadi Kasetukpa Lemdiklat Polri pada 2016.

Berdasarkan LHKPN KPK, Sri melaporkan kekayaan senilai Rp1,4 miliar pada November tahun 2007.

Kontroversi

Penyertaan penegak hukum dalam bursa capim KPK sebenarnya telah disinggung oleh Ketua Pansel KPK, Yenti Ganarsih, saat masa seleksi masih berlangsung.

Usai menemui Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian, pada 13 Juni 2019, Yenti menyebut pansel memang membuka peluang bagi penegak hukum, seperti Polri dan Kejaksaan untuk mendaftar sebagai capim KPK.

“Kami mengundang calon-calon dari polisi untuk mendaftar, di dalam undang-undang itu jelas disampaikan bahwa komisioner KPK terdiri dari unsur pemerintah dan unsur masyarakat. Unsur pemerintah, di antaranya penegak hukum,” kata Yenti di Mabes Polri.

Selain itu, Yenti menambahkan Pansel KPK akan meminta bantuan kepolisian dalam mencari tahu rekam jejak kandidat calon pimpinan KPK.

Namun demikian, langkah itu menuai kritik, salah satunya dari peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris. Ia menduga ada upaya menjinakkan KPK yang dilakukan oleh tim pansel.

Alasannya merujuk pernyataan tim pansel yang menegaskan pengutamaan pimpinan KPK dari penegak hukum, seperti kepolisian atau kejaksaan.

“Nah makanya saya sendiri mengkhawatirkan ini juga penting untuk dicatat. Adanya skenario penjinakan KPK, melalui pansel yang lemah dan begitu sibuknya institusi kepolisian menyiapkan anggotanya untuk jadi calon pimpinan KPK,” kata Haris dalam konferensi pers di kantor ICW, Jakarta Selatan, Jumat (5/7/2019).

“Apabila itu ada, dan pada akhirnya melumpuhkan KPK, ini tentu sangat serius," ujar dia.

Agus Sunaryanto, wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) menguatkan dugaan Samsuddin.

“Teman-teman bisa menyimpulkan ini kekhawatiran yang terlalu berlebihan. Tapi kami punya catatan-catatan penting ke belakang bahwa upaya-upaya untuk penjinakan [KPK]," kata Agus.

Agus memaparkan bahwa sudah banyak indikasi ke arah sana. Agus merunut sejumlah konflik yang sempat terjadi, mulai dari kriminalisasi, kekerasan, hingga upaya melalui jalur hukum seperti ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Apalagi kalau kita merunut pada kasus-kasus sebelumnya. Ada wakil-wakil dari kepolisian yang terindikasi melakukan pelanggaran etik yang tidak diselesaikan, dan malah dipromosi menjadi kapolda," ungkap Agus.

Agus juga mengingatkan salah satu fungsi KPK sebenarnya juga berkaitan dengan pemberantasan korupsi di jajaran mafia hukum.

“Jadi ini menurut saya hal yang penting untuk dicatat oleh teman-teman bahwa kehadiran KPK juga untuk memberantas mafia hukum. Ini menjadi penting," tegas Agus.

Karena itu, Agus mendesak agar pansel dapat memilih secara objektif, dan tak sekadar melihat asal institusi.

"Pansel menurut saya harus hati-hati melihat UU, jangan sampai menspesialkan institusi tertentu," ujar dia.

Baca juga artikel terkait CALON PIMPINAN KPK atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Hukum
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Abdul Aziz