tirto.id - Selama dua bulan terakhir, kebijakan transportasi di Indonesia berubah-ubah. Dari longgar menjadi ketat lalu longgar lagi. Semua perubahan dalam waktu singkat berlangsung di tengah pandemi Corona.
Kementerian Perhubungan tercatat mengeluarkan dua aturan selevel kebijakan menteri.
Keduanya: Permenhub 18/2020 tentang Pengendalian Transportasi Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19 pada 9 April 2020 dan Permenhub 25/2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri 1441 Hijriah dalam rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 pada 23 April 2020.
Dari aturan ini muncul kebijakan yang bersalin rupa, sehingga membingungkan kepala daerah yang menegakkan aturan. Kebijakan baru yang berlaku hari ini, Kamis, 7 Mei, adalah buah dari Permenhub 25/2020. Menhub, Budi Karya Sumadi secara resmi membuka kran seluruh moda transportasi pada orang-orang yang memenuhi syarat.
“Mulai besok 7 Mei. Pesawat, segala macam, [boleh mengangkut] orang-orang khusus. Tapi tidak boleh mudik," kata Budi Karya saat rapat virtual mengenai Antisipasi Mudik Lebaran 2020 dengan Komisi V DPR RI, Rabu (6/5/2020).
Kebijakan ini menganulir larangan beroperasinya moda segala macam moda transportasi sejak 23 April lalu. Dasar pelarangannya sama mengacu Permenhub 25/2020.
Saat itu, penerbangan dalam dan luar negeri dilarang sejak Jumat (24/4/2020) hingga 1 Juni 2020. Kemudian, larangan mudik untuk sektor darat dan penyeberangan berlaku 24 April sampai 31 Mei 2020, untuk kereta api mulai 24 April sampai 15 Juni 2020, untuk kapal laut mulai 24 April hingga 8 Juni, dan untuk angkutan udara mulai 24 April hingga 1 Juni 2020.
Semua larangan tersebut ‘ambyar’ setelah Budi Karya—yang dua hari bekerja setelah sembuh dari infeksi SARS-CoV-2—mengumumkan kebijakan baru.
Sesungguhnya perubahan kebijakan juga terjadi saat Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menjabat Menteri Perhubungan ketika Budi Karya masih menjalani perawatan akibat COVID-19.
Luhut menganulir kebijakan di level pemerindah daerah khusus Ibu Kota Jakarta terkait penghentian bus antar kota antar provinsi (AKAP), antar jemput antar provinsi (AJAP), dan bus pariwisata dari dan ke luar Jakarta pada 30 Maret. Sebelumnya kebijakan tersebut diambil Pemprov DKI untuk menghentikan penyebaran COVID-19 dari maupun ke luar Jakarta.
Alasan Luhut, kebijakan transportasi yang menyangkut kepentingan nasional berada di tangan pemerintah pusat.
Kurang lebih dengan dalih sama, Luhut memveto larangan ojek online (ojol) sepeda motor di DKI Jakarta mengangkut selain barang. Lewat Pasal 11 Ayat 1 Butir d Permenhub 18/2020, ojol bisa penumpang sepanjang tidak terkait aktivitas yang dilarang saat PSBB.
Kebijakan Baru Logika Lama
Selama beroperasi saat PSBB, ojol melakukan disinfeksi kendaraan dan perlengkapan sebelum dan setelah mengantar. Lalu Pengemudi wajib menggunakan masker dan sarung tangan. Mereka juga dilarang menarik penumpang saat sakit atau suhu badan di atas normal. Aturan ini diprotes oleh ojol, karena “mustahil dilakukan setiap saat”.
Dengan logika yang hampir sama, kebijakan transportasi hari ini diterapkan secara ketat dengan tujuan agar “orang tidak mudik”. Tapi mungkinkah berjalan sesuai rencana di negara yang menyangkal pandemi saat dunia terinfeksi Corona?
Lewat Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, keluarlah surat edaran yang merinci omongan Budi Karya Sumadi. Doni Monardo, ketua gugus tugas, menandatangani surat kemarin; menandai masa berlaku relaksasi transportasi mulai 6 Mei-31 Mei 2020 “dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan”.
Surat edaran 4/2020 menjabarkan kriteria orang yang boleh lalu-lalang lewat moda transporasi saat pandemi dengan syarat utama negatif COVID-19.
Ada tiga golongan yang mendapat fasiliat relaksasi transportasi yakni pekerja lembaga pemerintah baik pusat, daerah maupun badan usaha daerah/negara serta pekerja swasta; pasien yang perlu layanan kesehatan darurat dan orang yang keluarga intinya sakit keras atau meninggal; dan pekerja migran.
Kini setelah ada relaksasi—dibayangi kemungkinan peningkatan transmisi lokal Corona seperti peringatan epidemolog—para pemain pasar transportasi bergairah. Garuda Indonesia langsung membuka layanan pemesan tiket kemarin setelah Menhub mengumumkan relaksasi. Syarat yang ditetapkan kurang lebih sama dengan kriteria gugus tugas.
Sebelumnya, awal Maret lalu, pasar penerbangan akan diramaikan dengan 10 persen untuk 10 kota yang terdampak COVID-19. Namun gagal terlaksana setelah ada banyak temuan peningkatan mobilitas manusia berbanding lurus terhadap penyebaran COVID-19.
Kini jargon jaga jarak telah didengungkan setiap saat di Indonesia untuk mencegah Corona. Tapi, di saat sama terjadi pelonggaran aturan pembatasan transportasi.
Beban Pengawasan & Ancaman Kasus Baru
Bila aturan ini berlaku, dimungkinkan terjadi masalah saat pengawasan adalah ketelitian dan kewaspadaan pada orang-orang yang akan menaiki moda transportasi.
Hal ini berkaca pada penegakkan aturan oleh tim gabungan—dari pemerintah pusat, daerah, Polri, TNI, dan otoritas penyelenggara transportasi—tidak perlu memeriksa ragamdokumen yang disyaratkan.
Petugas dengan mudah menghalau semua orang yang melintasi daerah dengan tujuan ke daerah asal. Kini, dengan aturan baru petugas dituntut untuk jeli dan waspada terhadap modus-modus baru pada orang-orang dalam kriteria.
Kepala biro penerangan masyarakat Polri, Brigjen Argo Yuwono menyebut, sejak 24 April—saat larangan mudik berlaku—hingga 2 Mei telah ada 23.405 kendaraan yang dihalau masuk ke kota-kota di Pulau Jawa dari Banten hingga Surabaya.
Tapi tak sedikit pemudik yang lolos dari puluhan pos pantau tim kepolisian, karena melintasi jalan yang tak dijaga dan menaiki kendaraan yang dimodifikasi. Apa sanksi bagi pelanggar aturan mudik? Argo menyebut untuk penumpang dipulangkan ke rumah masing-masing.
Sementara sopir--seperti dalam kasus kendaraan travel di wilayah Polda Metro Jaya—kena pasal lalu lintas dengan ancaman hukuman kurungan penjara dua blan dan denda Rp500 ribu. Polda Metro Jaya sejauh ini telah menggagalkan upaya 15 sopir travel dengan 113 penumpang yang berusaha meninggalkan Jakarta.
Dengan adanya pelonggaran ini, mobilitas orang bertambah. Padahal Indonesia mengalami kasus Corona di semua provinsi yang kebanyakan transmisi lokal.
Sebelumnya telah ditemukan tiga terkonfirmasi Corona dari 325 penumpang dan petugas kereta rel listrik di Stasiun Bogor yang telah menjalani tes swab. Temuan itu terjadi di tengah upaya pemerintah daerah Jawa Barat mencegah penularan dan pelacakan riwayat kontak pada pasien positif bahwa rerata penularan COVID-19 di Bogor terjadi di KRL.
Adanya relaksasi aturan ini telah membuat upaya-upaya pencegahan yang digalakkan selama ini seolah sia-sia? Padahal Indonesia setiap hari melaporkan kasus baru. dalam beberapa hari terakhir jumlahnya berkisar 300-400 kasus baru. Hingga kemarin, ada 12.438 kasus Coorona di Indonesia.
Penulis: Zakki Amali
Editor: Abdul Aziz