tirto.id - Komisioner Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Susilaningtias menyatakan lembaganya masih kesulitan memberikan perlindungan terhadap korban pelecehan atau kekerasan seksual karena keterbatasan ketentuan hukum mengenai kejahatan itu.
"Banyak kejadian yang perlu perlindungan. Tapi enggak masuk bentuk-bentuk tersebut [yang diatur hukum]," kata Susilaningtias di Kantor LBH APIK, Jakarta Kamis (21/2/2019).
Menurut Susilaningtias, kasus yang bisa ditangani LPSK ialah terkait korupsi, terorisme, narkotika, pencucian uang, perdagangan orang, kekerasan seksual pada anak dan perempuan, penganiayaan dan penyiksaan.
Namun, kata dia, ada sejumlah bentuk kekerasan seksual yang tidak dapat ditangani oleh LPSK sebab belum diatur oleh perundang-undangan di Indonesia. Selama ini, kasus kekerasan seksual yang sudah masuk sebagai tindak pidana baru pencabulan dan pemerkosaan. Akibatnya, LPSK tidak berwenang memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual di luar dua jenis tadi.
Susilaningtias mencontohkan, LPSK pernah menemui kasus seorang perempuan yang menjadi korban ancaman pemerkosaan.
Nomor WhatsApp perempuan itu, kata dia, dimasukkan oleh seorang driver ojek online ke sebuah group. Terdapat sejumlah driver ojek online lainnya menjadi anggota group tersebut.
Anggota group itu, kata Susilaningtias, menuduh korban sebagai pekerja seks. Korban pun menerima ancaman kekerasan seksual dari anggota group WhatsApp itu. "Pokoknya ada ancaman di group itu bahwa [korban] akan diperkosa," ujar Susilaningtias.
Dalam kasus seperti ini, menurut dia, kewenangan LPSK untuk memberikan perlindungan kepada korban terbatasi. "Nah ini enggak masuk ke unsur pemerkosaan atau pencabulan," ujarnya.
Korban kekerasan seksual lain yang juga dicontohkan oleh Susilaningtias adalah Baiq Nuril. "Kasus yang dihadapi Baiq Nuril misalnya, itu kan ada kasus pelecehan yang tidak dengan tindakan," ujar dia.
Susilaningtias menjelaskan keterbatasan kewenangan LPSK dan ketentuan hukum yang mengatur bentuk pidana dalam kejahatan kekerasan seksual menjadi hambatan lembaganya melindungi korban.
"Nah ini kan kemudian bermasalah bagi kami. Karena itu bukan tindakan, tetapi seharusnya masuk ke kekerasan seksual," kata dia.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Addi M Idhom