Menuju konten utama

Kesaksian Warga Wadas: Dipaksa Tanda Tangan hingga Dikejar ke Hutan

Warga dipaksa menandatangani semacam surat persetujuan pelepasan lahan. Jika menolak, warga diancam ditangkap.

Kesaksian Warga Wadas: Dipaksa Tanda Tangan hingga Dikejar ke Hutan
Kondisi Wadas Selasa 8 Februari 2022 ya. Foto/ Gerakan #SaveWadas

tirto.id - Rabu malam, 9 Februari 2022, serombongan kendaraan bermotor yang diduga aparat berkeliling desa Wadas. Melalui pengeras suara, mereka meminta warga mengumpulkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) dan meminta tanda tangan. Jika sudah terkumpul, dokumen-dokumen itu harus dihimpun di rumah seorang warga yang menerima proyek penggalian lahan Desa Wadas.

"Warga takut dengan rombongan itu. Mereka merasa terancam," ujar Romli dalam siaran pers daring, Kamis (10/2).

Romli, bukan nama sebenarnya, menceritakan ulang informasi yang ia dapat dari rekannya sesama warga Wadas. Ia juga mengabarkan, hingga saat ini aparat masih berjaga di kampung, bahkan beberapa memasang tenda atau tidur di teras rumah penduduk.

Pagi ini, sepuluh truk polisi datang ke Wadas, satu truk di antaranya berisi anjing pelacak dan 10 mobil pribadi.

“Kabarnya, anjing itu mau dilepas di hutan buat melacak warga yang bersembunyi di hutan,” sambung Romli. Ada juga warga kontra penggalian yang keluar dari Wadas demi keselamatan diri.

Tak hanya itu, aparat juga mendatangi warga Desa Kaliwader, kampung tetangga Desa Wadas. Tujuan mereka, warga Kaliwader yang memiliki tanah di Wadas untuk menandatangani semacam surat persetujuan melepas lahannya.

“Mereka ke rumah. Kalau warga tidak mau [tanda tangan], ancamannya akan ditangkap. Ya, warga bingung.”

Selain aparat, preman-preman, begitu warga menyebutnya, juga turut ikut andil membuat penduduk takut. Mereka menaiki motor dan menyusul rombongan sebelumnya ke Wadas. Masjid yang menjadi salah satu titik kumpul warga kontra penggalian tanah, disesaki polisi dan preman.

Dikejar Sampai ke Hutan

Tim Badan Pertanahan Nasional mendatangi Desa Wadas, untuk mengukur lahan yang akan dijadikan lokasi pertambangan quarry untuk pembangunan Bendungan Bener, Selasa, 8 Februari. BPN menurunkan 80 pengukur atau 10 tim, mereka menargetkan 200 bidang tanah yang diukur per hari. Tujuan pengukuran untuk mengetahui fisik dan kepemilikan tanah.

Pelepasan tanah ini pun membagi warga menjadi dua kubu yakni penolak dan penerima. Warga penolak proyek ditangkap polisi dengan alasan yang tidak jelas. 67 warga Wadas dicokok dan dibawa ke markas kepolisian untuk diinterogasi.

Johar, juga bukan nama sebenarnya, terpaksa bermalam di hutan sejak hari pertama pengepungan. Selama sehari ia berada di hutan untuk menghindari kejaran aparat.

“Kami lari ke alas (hutan) sejak awal pengepungan, bermalam di alas sampai siang. Satu hari kami di alas. Kami dikejar-kejar hingga malam. Sampai sekarang masih ada (penduduk) yang di alas, belum berani turun karena masih dikejar (aparat dan preman),” tutur dia.

Aparat juga membawa anjing pelacak untuk mengejar warga yang masih bersembunyi di hutan. “Bawa anjing ke alas, mengejar kami.”

Ansor, bukan nama sebenarnya, warga Desa Wadas, memberikan keterangan serupa, hari ini aparat keamanan belum angkat kaki dan masih berjaga di sana. Ia menduga jumlah polisi hari ini lebih banyak ketimbang kemarin.

Ia mengatakan ada seorang warga desa tetangga yang diajak paksa ke hutan untuk mengukur lahannya. “Padahal warga itu tidak mau tanahnya diukur. Dia didatangi aparat kepolisian, sekitar 10 orang dan petugas Badan Pertanahan Nasional,” ujar Ansor.

Anak-anak pun tak berani bersekolah lantaran takut dengan keberadaan aparat keamanan. Aparat bukan hanya menyisakan ketakutan warga, tapi sampah-sampah bekas makanan dan minuman mereka berserakan di depan rumah-rumah warga.

Sementara itu, keterangan berbeda dilontarkan oleh polisi. Polda Jawa Tengah mengklaim situasi di Desa Wadas, hari ini, kondusif dan aktivitas warga berlangsung normal.

“Situasi berjalan normal. Keberadaan petugas tetap dipersiapkan untuk mendampingi tim BPN Purworejo mengukur lahan warga. Dari ratusan bidang, saat ini tinggal 50 bidang yang belum diukur, sekitar 15 persen dari jumlah keseluruhan. Melihat progresnya, hari ini selesai,” klaim Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Pol Iqbal Alqudusy.

Selain mendampingi pengukuran lahan, lanjut dia, petugas kepolisian juga membagikan ratusan paket sembako pada warga. Sementara, laporan dari Kepala Desa Wadas aktivitas bertani berjalan normal, kegiatan anak-anak bersekolah pun lancar, bahkan interaksi antara warga yang menerima tanahnya diukur dan warga yang belum menerima berjalan tanpa gesekan.

“Adanya isu dan unggahan provokatif di akun wadas_melawan adalah hoaks. Saat ini dalam proses penyidikan terhadap admin dan unggahan-unggahan yang ada di akun tersebut sebagai sumber berita provokatif,” ucap Iqbal.

Romli mengakui hari ini memang tidak ada penangkapan seperti kemarin. Namun, warga masih trauma dan ketakutan sehingga memilih diam di rumah dan tidak beraktivitas seperti biasa.

"Wadas semacam desa mati,” tandas Romli.

Baca juga artikel terkait TAMBANG WADAS atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Restu Diantina Putri