Menuju konten utama

Kenapa Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional?

Soeharto kembali diusulkan menerima gelar pahlawan nasional 2025. Simak alasan, siapa yang mengusulkan dan pro kontra pengusulan tersebut.

Kenapa Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional?
Presiden Indonesia Suharto (kiri) menyambut Presiden Filipina Fidel Ramos, berjabat tangan sebelum sesi pembukaan KTT informal para pemimpin ASEAN di Jakarta, Sabtu, 30 November 1996. (AP Photo/Muchtar Zakaria)

tirto.id - Soeharto kembali diusulkan menjadi pahlawan nasional pada peringatan Hari Pahlawan 10 November 2025 mendatang. Pengusulan tersebut kini menuai pro kontra dari berbagai pihak, termasuk sejumlah kalangan yang mempertanyakan alasan kenapa Soeharto diusulkan menjadi Pahlawan Nasional.

Nama Soeharto kembali muncul dalam usulan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional. Soeharto kini masuk dalam daftar 40 tokoh yang diusulkan Kementerian Sosial (Kemensos) bersama dengan Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP).

Selain Soeharto, nama-nama lain yang diusulkan mendapat gelar Pahlawan Nasional di antaranya Marsinah, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Syaikhona Muhammad Kholil, Hajjah Rahmah El Yunusiyya, Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, hingga Jenderal TNI (Purn.) Ali Sadikin.

Kenapa Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional?

Pemerintah telah mengatur secara rinci kriteria siapa saja yang dapat diusulkan menerima gelar pahlawan nasional dalam Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2012 tentang Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional.

Mengacu pada peraturan tersebut, gelar pahlawan akan diberikan kepada seseorang yang memiliki kriteria khusus, seperti pernah memimpin atau melakukan perjuangan di bidang tertentu, melahirkan gagasan atau pemikiran untuk pembangunan bangsa, dan melahirkan karya besar bagi kesejahteraan masyarakat luas.

Kemudian gelar pahlawan juga diberikan bagi seseorang yang konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi. Tak hanya itu, pahlawan juga perlu memiliki perjuangan yang mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional.

Adapun kriteria umum yang berhak menerima gelar pahlawan nasional ialah warga negara Indonesia yang memiliki integritas, berjasa terhadap negara, berkelakukan baik, tidak pernah dipidana, setia, dan tidak mengkhianati bangsa dan negara.

Gelar pahlawan dapat diusulkan oleh masyarakat melalui mekanisme pengusulan yang berjenjang dari tingkat Bupati/Walikota hingga diserahkan kepada TP2GD untuk dinilai memenuhi kriteria atau tidak.

Bagi usulan nama yang tidak memenuhi kriteria, dapat diusulkan kembali satu kali dan dapat diusulkan kembali minimal 2 tahun kemudian terhitung mulai tanggal penolakan. Sementara itu, usulan yang ditunda dapat diusulkan kembali dengan melengkapi persyaratan yang diminta dan diajukan kembali kepada Menteri.

Dalam hal ini, pengusulan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional itu dilakukan oleh Kementerian Sosial (Kemensos). Pengusulan Soeharto untuk mendapat gelar pahlawan kini dianggap telah memenuhi syarat formal yang dibutuhkan.

Pengusulan Soeharto Kali Ini Bukan yang Pertama

Pengusulan Soeharto untuk mendapat gelar Pahlawan Nasional sudah pernah dilakukan sejak beberapa tahun lalu.

Namun, tercatutnya nama Soeharto dalam Tap MPR No. XI tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dinilai menghalangi dan terhambat syarat formal pengusulan.

Sebelumnya, Tap MPR itu memuat pasal yang memandatkan upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun, "termasuk mantan Presiden Soeharto".

Akan tetapi, pengusulan Soeharto jadi Pahlawan Nasional kembali berembus usai namanya dicabut dari Tap MPR itu pada 2024 lalu.

"Khusus untuk tahun 2025 ada beberapa nama, tapi sebagian besar telah diputuskan pada masa-masa sebelumnya. Misalnya Presiden Soeharto dan Presiden Gus Dur itu sudah diusulkan lima atau sepuluh tahun lalu. Tapi karena masih ada hambatan tentang syarat-syarat formal, maka masih ditunda," kata Syaifullah Yusuf, Menteri Sosial, dikutip dari laporan Tirto.id, Selasa (28/10).

Syaifullah Yusuf juga menambahkan bahwa syarat-syarat tersebut kini telah terpenuhi dan dapat diusulkan kembali untuk mendapat gelar pahlawan nasional.

Usulan nama Soeharto menjadi pahlawan nasional dikaji oleh Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (Dewan Gelar) yang dipimpin Fadli Zon. Adapun keputusan tokoh yang diberi gelar Pahlawan Nasional nantinya akan ditetapkan secara resmi oleh Presiden Prabowo Subianto.

Namun, usulan Soeharto mendapat gelar pahlawan nasional ditentang oleh banyak pihak. Salah satunya Amnesty International Indonesia. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengamati bahwa, pengusulan Soeharto sebagai pahlawan nasional dianggap tidak tepat, tidak layak, dan sebagai akhir reformasi.

“Upaya menjadikan Soeharto sebagai pahlawan nasional adalah suatu bentuk pengkhianatan terbesar atas mandat rakyat sejak 1998. Jika usulan ini terus dilanjutkan, reformasi berpotensi berakhir di tangan pemerintahan Prabowo. Soeharto jatuh akibat protes publik yang melahirkan reformasi. Oleh karena itu menganugerahi Soeharto gelar pahlawan nasional bisa dipandang sebagai akhir dari reformasi itu sendiri,” ucap Usman Hamid, dikutip dari laman Amnesty International Indonesia, Rabu (22/10).

Usman Hamid juga menilai usulan Kementerian Sosial ini jelas terlihat sebagai upaya sistematis untuk mencuci dosa rezim otoriter Suharto yang marak akan korupsi, kolusi, dan nepotisme serta pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Selama 32 tahun berkuasa, lanjut Usman, Soeharto dinilai memimpin dengan otoriter melalui rezim Orde Baru yang mengekang kebebasan berekspresi, membungkam oposisi, dan menormalisasi praktik pelanggaran HAM secara sistematis.

Mengusulkan Soeharto sebagai pahlawan berarti dianggap mengabaikan penderitaan para korban dan keluarga yang belum mendapatkan keadilan hingga kini.

”Kami mengecam dan menolak pengusulan Soeharto sebagai pahlawan. Pemerintah harus mengeluarkan Soeharto dari daftar nama-nama yang diusulkan untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional. Soeharto tidak layak berada di daftar itu, apalagi diberi gelar pahlawan. Hentikan upaya pemutarbalikkan sejarah ini,” pungkas Usman Hamid.

Baca juga artikel terkait PAHLAWAN NASIONAL atau tulisan lainnya dari Sarah Rahma Agustin

tirto.id - Edusains
Kontributor: Sarah Rahma Agustin
Penulis: Sarah Rahma Agustin
Editor: Beni Jo