tirto.id - Wakil Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah mengusulkan agar dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) turut menanggung defisit BPJS Kesehatan.
Politisi PDIP itu meminta agar pemerintah mempertimbangkan usulan ini agar penambalan defisit BPJS tidak melulu mengandalkan tambahan anggaran.
“Dana transfer daerah dipotong 1 persen untuk sumbangan BPJS. Jangan BPJS tekor diminta pemerintah pusat dan ganggu anggaran kita,” ucap Said dalam rapat di kompleks parlemen Rabu (11/9/2019).
“Jika boleh potong saja dana transfer daerah untuk BPJS,” tambah Said.
Said menyebutkan dari total Rp 600 triliun saja, 1 persen itu sudah setara dengan Rp 6 triliun. Ia menilai jumlah itu seharusnya tidak terlalu banyak memberi dampak pada TKDD yang diberikan kepada daerah.
Lagi pula, ia menilai daerah perlu ikut bertanggungjawab atas defisit terjadi. Pasalnya, ada sekitar 30 persen penerima Bantuan Iuran (PBI) yang datanya masih bias. Menurut Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) saja, 27 juta PBI salah sasaran.
“1 persen dari Rp 600 triliun saja sudah Rp 6 triliun. Itu jadi tanggung jawab daerah. Jadi mereka juga berkepentingan terhadap pembenahan data PBI,” ucap Said.
Meski demikian, Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti menolak usulan itu. Ia mengatakan, ada jalur tersendiri yang sudah tersedia sehingga tidak perlu mengandalkan anggaran TKDD.
Astera juga menambahkan dalam TKDD ada komponen pajak rokok dalam komponen dana bagi hasil (DBH).
Selama ini penggunaan cukai rokok untuk menambal defisit BPJS Kesehatan seharusnya sudah menjawab usulan pelibatan TKDD seperti tahun 2018 yang sempat dialokasikan Rp 5 triliun. Hanya saja memang alokasinya tidak bisa dibuat khusus 1 persen dari total TKDD senilai Rp 856,9 Triliun.
“Enggak. Kan, itu sudah ada jalurnya. Tanpa kita sebutkan TKDD daerah tetap ada keterlibatannya,” ucap Astera kepada wartawan usai rapat Banggar di kompleks parlemen Rabu (11/9/2019).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana