tirto.id - Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) menilai kenaikan iuran BPJS Kesehatan dua kali lipat belum tentu berdampak pada peningkatan layanan.
Anggota kompartemen jaminan kesehatan PERSI, Odang menjelaskan hal ini disebabkan karena banyak tunggakkan BPJS ke Rumah Sakit (RS) belum dilunasi, meskipun ancang-ancang kenaikan iuran sudah disiapkan per 2020 nanti.
“Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) itu bukan jual beli makanan kaya tiket bioskop. Artinya iuran naik, pelayanan naik enggak begitu,” ucap Odang kepada wartawan saat ditemui di Gedung Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Kamis (12/9/2019).
Odang menyebutkan kalau RS saat ini juga sedang kesulitan. Pasalnya masih banyak yang belum menerima ganti dari pelayanan yang mereka sudah berikan.
BPJS kata dia seringkali melunasi tunggakan melampaui empat bulan. Alhasil rumah sakit menjadi terganggu dan kesulitan meningkatkan pelayanan apalagi berinvestasi.
“Kita perlu bicara tunggakan JKN enggak usah bicara jumlah kalau rumah sakit ditunggak lebih dari 4 bulan. Kami berpotensi stunting,” ucap Odang.
Saat ini kata dia sejumlah pelayanan RS masih berjalan semata-mata karena mereka terikat dengan UU yang mewajibkan untuk menjamin kualitas pelayanan. Sebab taruhannya adalah keselamatan pasien.
Bila pemerintah mengharapkan adanya peningkatan layanan, ia mengingatkan agar pemerintah lebih dulu memenuhi tunggakan RS lebih dulu.
“Proses membayar tunggakan kepada rumah sakit apa sudah mulai dilakukan? Itu kami ketinggalan? karena apa ini? Tidak mungkin ada JKN tanpa fasiltitas kesehatan,” kata Odang.
Presidium Dokter Indonesia Bersatu (DIB), Agung Sapta Adi menyatakan saat ini RS banyak yang sudah tidak menggaji dokter-dokternya. Uang yang dimiliki rumah sakit diprioritaskan agar rumah sakit dapat beroperasi.
Bahkan ia menyebutkan, utang juga sudah mulai dilakukan oleh berbagai RS karena mereka kekurangan dana untuk cashflow operasional. Utang ini pun diperlukan untuk membayar obat-obatan yang belakangan semakin dikurangi pasokannya sampai karyawan di luar tenaga medis.
“Dokter itu sudah dikorbankan sejak awal. Ketika enggak punya uang, gaji dokter ditunda dan tidak dibayarkan. Rumah sakit sampai pinjam duit semata untuk cashflow sekadar hidup,” ucap Agung kepada wartawan saat ditemui di ORI Jakarta, Kamis (12/9/2019).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Irwan Syambudi