tirto.id - Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Abdul Kadir, mengatakan terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi potensi defisit pada BPJS Kesehatan. Hal ini sekaligus menanggapi persoalan BPJS Kesehatan yang kemungkinan defisit dan gagal bayar karena adanya ketimpangan antara pendapatan iuran dengan pembayaran beban manfaat.
Abdul mengatakan salah satu faktor yang memunculkan kemungkinan defisit adalah adanya peningkatan beban jaminan kesehatan usai COVID-19. Menurut Abdul, usai pandemi COVID-19, terjadi peningkatan utilisasi pelayanan atau rebound effect pada rumah sakit maupun klinik yang berpengaruh pada potensi defisit BPJS Kesehatan.
“Dan tentunya juga ini disebabkan oleh karena adanya perubahan pola tarif JKN sesuai dengan permenkes nomor 3 dan juga dampak biaya tindak lanjut yang selama ini memang BPJS Kesehatan sudah melakukan skrining 14 penyakit sebagai implementasi per BPJS nomor 3 tahun 2024," kata dia dalam rapat dengan Menteri Kesehatan dan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa (11/2/2025).
Faktor kedua yang memengaruhi defisit adalah tingkat keaktifan peserta BPJS yang masih rendah. Hal ini, menurut dia, sangat berpengaruh terhadap pendapatan iuran yang seharusnya diterima BPJS.
"Ini juga tentunya ini berdampak pada pengumpulan iuran sehingga nantinya akan mempunyai berpotensi defisit BPJS Kesehatan. Terakhir adalah penanganan fraud belum optimal sehingga demikian hal ini berpengaruh pada potensi defisit BPJS Kesehatan," kata Abdul.
Lebih lanjut, atas potensi yang terjadi, Abdul mengatakan bahwa Dewas BPJS Kesehatan telah melihat dan memperkirakan bahwa potensi defisit ini membutuhkan mitigasi guna meminimasi risiko kejadian dan dampak yang ditimbulkan lebih besar lagi.
“Oleh karena itulah kami tentunya mengharapkan bahwa ada strategi dan inisiatif untuk peningkatan penerimaan. Dengan cara pertama adalah bahwa direksi sudah harus mempersiapkan usulan penyesuaian iuran,” kata dia.
“Dan juga tentunya kita harapkan adanya fokus peningkatan tingkat keaktifan peserta PBPU yang selama ini memang masih banyak yang tidak aktif dan juga adanya strategi penganggaran secara rasional,” sambungnya.
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Bayu Septianto