Menuju konten utama

Kemenkes Soroti 66 Ribu Lebih Kasus Kanker Payudara di RI

Mayoritas kasus kanker payudara di Indonesia baru didiagnosis saat sudah di stadium lanjut. Fakta ini menunjukkan pentingnya deteksi dini.

Kemenkes Soroti 66 Ribu Lebih Kasus Kanker Payudara di RI
Acara Forum Jurnalis Kesehatan 'Menurunkan Kematian Akibat Kanker Payudara di Indonesia" di The Westin Jakarta, Senin (29/9/2025). tirto.id/Tania

tirto.id - Kementerian Kesehatan RI berupaya terus melakukan percepatan dalam penanggulangan kanker payudara di tanah air. Saat ini, kanker payudara merupakan penyakit kanker yang paling banyak terjadi di Indonesia. Berdasarkan data Kemenkes, tercatat ada 66.271 kasus baru kanker payudara di tanah air, sementara kematian akibat kanker ini mencapai 22.598 kasus.

"Penanggulangan kanker payudara saat ini sedang terus dilakukan upaya percepatan untuk menuju tata laksana yang arahnya adalah menurunkan mortalitas akibat kanker ini," kata Ketua Tim Kerja Penyakit Kelainan Darah dan Imunologi Kemenkes, dr Endang Lukitosari, M Epid, saat acara Forum Jurnalis Kesehatan "Menurunkan Kematian Akibat Kanker Payudara di Indonesia" di The Westin Jakarta, Senin (29/9/2025).

Selain kanker payudara, jenis kanker lainnya seperti kanker leher rahim, kanker ovarium, kanker kolorektal, dan kanker paru juga cukup dominan terjadi di Indonesia. Namun, angka kasus kanker payudara tetap yang paling besar.

"Di dunia pun, secara angka global, insiden dan mortalitas kanker payudara ini menduduki peringkat pertama di seluruh dunia, diikuti dengan trennya seperti juga di Indonesia setelah kanker payudara, kanker leher rahim, kemudian paru, kolorektal dan jenis-jenis lain. Paling tidak lima terbanyak ini yang perlu mendapatkan perhatian apalagi yang nomor satu, yang kanker payudara," ujar Endang.

Mengacu pada data BPJS Kesehatan, kata Endang, kanker payudara pun termasuk penyakit kanker utama yang dialami oleh peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Dia menambahkan, mayoritas kasus kanker payudara di Indonesia didiagnosis saat sudah di stadium lanjut. Fakta ini menunjukkan pentingnya deteksi dini kanker payudara.

"Ini ternyata permasalahan serius. Permasalahan lainnya adalah belum semua puskesmas itu sama-sama melakukan deteksi dini kankernya. Artinya kalau semua puskesmas, semua layanan tingkat pertama melakukan deteksi dini, kali-kali menemukan stage awal lebih cepat, sehingga tata laksananya bisa lebih cepat, sehingga kematian bisa dicegah," kata Endang.

Problem lainnya adalah layanan paliatif atau peningkatan kualitas hidup pasien juga masih rendah. Berdasarkan data Health Impact Data / Health Impact Assessment (HIA), layanan paliatif masih perlu ditingkatkan.

Dia juga menyoroti lamanya jeda antara diagnosis dengan penanganan pasien. "70 persen kasus kanker datangnya sudah stadium lanjut, dan waktu tunggu sejak diagnosis sampai mendapatkan terapi definitif perlu waktu lama, yang kemudian menyebabkan tata laksana bisa tertunda," lanjut dia.

Oleh karena itu, perbaikan terhadap sistem kesehatan untuk penanganan kanker payudara perlu menjadi prioritas. "Terutama pelayanan untuk di tingkat primer, di mana puskesmas dan pelayanan tingkat pertama ini menjadi pintu masuk untuk edukasi karena paling dekat dengan masyarakat," ujar Endang.

Dia berharap edukasi tentang kanker payudara tidak hanya bertumpu pada fasilitas tingkat pertama seperti puskesmas tapi juga didukung oleh media dan pemangku kepentingan lain.

"Selain pencegahan primer, juga dilakukan pencegahan sekunder, di mana 14 jenis penyakit termasuk kanker payudara dan kanker leher rahim masuk dalam screening rutin bersama dengan screening untuk ANC [Antenatal Care/pelayanan kesehatan untuk ibu hamil], PBC [penyakit autoimun kronis] dan lain sebagainya," jelas dia.

Baca juga artikel terkait KANKER PAYUDARA atau tulisan lainnya dari Natania Longdong

tirto.id - Aktual dan Tren
Penulis: Natania Longdong
Editor: Addi M Idhom