tirto.id - Kementerian Kesehatan RI buka suara terkait maraknya jasa titip (jastip) obat-obatan dari luar negeri. Banyak yang menyebutkan bahwa obat-obatan dari negeri tetangga, seperti India atau Malaysia, memiliki harga yang lebih terjangkau dibanding harga obat di Indonesia.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI, Siti Nadia Tarmizi, menyatakan ada beberapa kemungkinan yang membuat seseorang membeli obat dari luar negeri.
Salah satunya beberapa jenis obat bermerek tertentu yang harganya memang disebut lebih mahal. “Ada juga yang jenis obat tidak tersedia (di Indonesia),” kata Nadia dihubungi Tirto, Jumat (17/3/2023).
Nadia juga berpesan kepada masyarakat yang membeli obat secara jastip dari luar negeri agar berhati-hati.
“Berhati-hati bila membeli obat melalui jastip karena bagaimana pun obat tersebut belum terdaftar,” ujar Nadia.
Nadia menyatakan Kemenkes akan mendorong produksi obat dalam negeri melalui BUMN di bidang farmasi. “Memperbaiki regulasi yang menjadi bottleneck (hambatan internal) untuk produksi obat-obat yang memang diperlukan seperti obat kanker,” sambungya.
Nadia juga menyinggung perlu adanya simplifikasi regulasi agar produksi obat-obatan dalam negeri mampu bersaing.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Slamet Budiarto menilai maraknya jastip obat dari luar negeri akibat dari harga obat di Indonesia yang lebih mahal.
Menurutnya, pasien memang memiliki hak untuk memilih di mana tempat untuk membeli obat. “Namun, adanya aturan PPN atau pajak pada obat di sini membuat kalau Anda beli obat di Indonesia lebih mahal,” ucap Slamet dihubungi Tirto, Jumat (17/3).
Slamet berpandangan seharusnya pemerintah bisa menghapus pajak pada obat-obatan dan alat kesehatan. Hal ini menurutnya dapat membuat pelayanan kesehatan di Indonesia bisa lebih murah.
“Ini mau berobat tapi kita dikenai pajak? Ya bagaimana ini,” ujar Slamet.
Selain itu, Slamet menyatakan agar pemerintah seharusnya bisa belajar dari pelayanan kesehatan di luar negeri. “Seharusnya pemerintah lebih baik belajar, bagaimana mereka bisa memberikan layanan untuk pasien, bagaimana pengobatan bisa murah,” kata Slamet.
Slamet yang juga terpilih sebagai President Elect PB IDI untuk periode 2025-2028, berujar agar pemerintah bisa memberikan subsidi untuk obat-obatan penting di Indonesia agar masyarakat tidak tertekan dengan banderol harga yang mahal.
“Masa obat tidak ada subsidi? Coba untuk obat-obatan penting seperti untuk kanker atau jantung itu diberi subsidi,” tutup Slamet.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Restu Diantina Putri