tirto.id - Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan Hak Asasi Manusia (PDK HAM) Kementerian HAM, Munafrizal Manan, menyoroti penghentian kegiatan belajar mengajar (KBM) serta pelarangan penerimaan siswa baru yang terjadi di wilayah Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Kabupaten Pelalawan, Riau.
Kebijakan penghentian belajar mengajar itu diketahui merupakan dampak dari penertiban kawasan yang dilakukan oleh Satgas Penertiban Kawasan Hutan. Munafrizal menekankan pentingnya menjamin hak atas pendidikan bagi anak-anak sebagai hak dasar yang harus dilindungi oleh negara.
“Kebijakan yang dibuat harus diletakkan dalam kerangka melindungi dan memenuhi hak-hak dasar warga negara, termasuk hak atas pendidikan anak-anak di kawasan Tesso Nilo. Hak atas pendidikan bagi anak-anak tidak boleh menjadi korban,” kata Munafrizal dalam keterangan pers resmi yang diterima Tirto, Selasa (8/7/2025).
Munafrizal menjelaskan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian HAM Sumatra Barat yang membawahi wilayah Riau telah diberikan tugas untuk turun langsung ke lapangan. Mereka diminta untuk melakukan peninjauan serta menjalin komunikasi dan koordinasi dengan berbagai pihak.
“Ini guna memastikan pemetaan fakta secara akurat dan lengkap serta mendorong adanya dialog antara masyarakat, pemerintah daerah, dan instansi pendidikan,” jelasnya.
Berdasarkan hasil survei awal, tercatat sekitar 11.000 kepala keluarga atau kurang lebih 40.000 jiwa di kawasan itu terdampak relokasi mandiri yang harus dilakukan paling lambat pada 22 Agustus 2025.
Dampak lainnya adalah terhentinya operasional puluhan sekolah dasar dan menengah akibat jarak sekolah alternatif yang terlalu jauh, yakni lebih dari 20 kilometer dari lokasi tempat tinggal warga. Kondisi ini menghambat terpenuhinya hak atas pendidikan bagi anak-anak.
Munafrizal juga mengingatkan agar kementerian terkait, terutama Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, (Kemendikdasmen) untuk memberikan perhatian serius terhadap konsekuensi dari penghentian kegiatan pendidikan di kawasan tersebut.
”Upaya perlindungan hak atas pendidikan dasar dan menengah bagi anak-anak yang terdampak harus menjadi prioritas, termasuk melalui penyediaan alternatif layanan pendidikan yang dapat dijangkau secara geografis dan sosial,” ujarnya.
Dia mengimbau agar Kementerian Kehutanan (Kemenhut) tidak gegabah dalam mengambil langkah relokasi sebelum tersedia solusi yang menyeluruh dan berbasis pada prinsip-prinsip hak asasi manusia.
”Penataan kawasan konservasi seharusnya mempertimbangkan eksistensi warga dan hak-hak dasar mereka yang telah lama hidup di wilayah tersebut, termasuk hak atas pendidikan,” imbuhnya.
Sebagai informasi, Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI menerima aduan dari sekelompok masyarakat asal Riau yang mengeluhkan lahan mereka akan dijadikan kawasan TNTN.
Juru Bicara Forum Masyarakat Korban Tata Kelola Hutan dan Pertanahan Riau, Abdul Aziz, menuturkan bahwa mereka merasa tak dianggap sebagai warga negara saat diminta meninggalkan hunian dan perkebunan mereka untuk dijadikan TNTN. Dia mengaku datang ke tempat tersebut atas petunjuk pemerintah daerah untuk mengelola hutan yang berada di Kabupaten Pelalawan tersebut.
"Yang paling membuat mendidih hati ini sebenarnya tudingan, jadi masyarakat dituding sebagai perambah, lalu muncul lagi embel-embel pendatang, kita kan Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Abdul Aziz usai pertemuan BAM DPR RI, Rabu (2/7/2025) lalu.
Dirinya mengaku tidak nyaman dengan kehadiran Satgas Garuda yang merupakan aparat TNI bersenjatakan lengkap ke kampung mereka. Dia berharap ada pola komunikasi yang lebih persuasif antara aparat negara dengan masyarakat dibanding harus mengerahkan pasukan TNI maupun Polri.
"Ya masyarakat nggak nyaman begitu saja, ini bangsa sendiri, saya pikir bisa diselesaikan dengan lebih arif," kata dia.
Penulis: Naufal Majid
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama
Masuk tirto.id


































