Menuju konten utama

Kejaksaan Dorong Warga Aktif Kawal Hukum Melalui Sosmed

Di era digital seperti sekarang, proses pengawalan hukum menjadi lebih mudah dengan adanya media sosial.

Kejaksaan Dorong Warga Aktif Kawal Hukum Melalui Sosmed
Gedung Kejaksaan Agung. foto/ANTARA

tirto.id - Pengawalan hukum di era digital saat ini makin mudah dilakukan masyarakat. Apalagi adanya media sosial, membuat masyarakat bisa berpartisipasi memantau persoalan hukum.

Asisten Jaksa Pembinaan di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Yogyakarta, Rahmat Budiman, mengatakan pengawalan hukum memang merupakan tanggung jawab bersama, bukan hanya menjadi tugas aparat penegak hukum saja.

"Pengawalan hukum menjadi tanggung jawab semua lapisan masyarakat," kata Rahmat Budiman dalam diskusi di acara Sound of Justice di pelataran Fakultas Hukum UGM, Kamis (19/6/2025) dilansir dari Antara.

Budiman menambahkan bahwa di era digital seperti sekarang, proses pengawalan hukum menjadi lebih mudah dengan adanya media sosial. Keterlibatan publik ini justru menjadi sangat penting untuk memastikan penegakan hukum berjalan transparan dan akuntabel.

"Dengan adanya media sosial masyarakat bisa turut memantau persoalan hukum dengan mempostingnya di media sosial." terang Budiman.

Dalam acara diskusi tersebut juga dihadiri Tegar Wicaksana, warga Yogyakarta yang menjadi korban pencurian sepeda motor, namun ingin menyelesaikan kasus yang dialaminya secara damai atau restorative justice.

Namun, upaya tersebut tak diterima pihak kepolisian dengan alasan kasus tersebut merupakan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor (curanmor).

Tegar mengaku mendapat perlakuan berbeda ketika berkas perkaranya sudah berada di kejaksaan. Ia menyebut jaksa justru memfasilitasi keinginannya untuk menyelesaikan perkara melalui mekanisme restorative justice.

"Di Kejaksaan saya dibantu oleh Jaksa untuk menyelesaikan masalah secara damai melalui RJ," ungkap Tegar.

Restoratif justice merupakan program Kejaksaan RI yang diatur dalam Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020. Pendekatan ini bertujuan menyelesaikan perkara pidana di luar proses peradilan formal, dengan menekankan pemulihan hubungan antara pelaku dan korban serta pengembalian kondisi seperti semula.

Tegar berharap pendekatan serupa bisa lebih banyak diterapkan pada kasus-kasus serupa, agar keadilan tidak hanya ditegakkan secara formal, tetapi juga menyentuh rasa kemanusiaan.

Sebelumnya, Jaksa Agung, ST Burhanuddin, pentingnya pembaruan KUHAP untuk menjawab tantangan dinamika masyarakat dan perkembangan teknologi hukum di Indonesia.

Pembaruan KUHAP mendesak dilakukan agar sistem peradilan pidana di Indonesia makin terpadu, progresif, dan berorientasi pada perlindungan HAM.

Burhanuddin mengatakan pendekaan restorative justice juga harus masuk ke dalam RUU KUHAP terbaru. Hal ini sebagai pembaruan yang harus masuk ke dalam RUU KUHAP.

Burhanuddin juga menyoroti urgensi pendekatan restorative justice sebagai pengganti paradigma punitif yang selama ini mendominasi hukum pidana di Indonesia.

“Keadilan restoratif sudah masuk dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) 2023 dan telah dipraktikkan aparat penegak hukum, namun belum memiliki payung hukum yang memadai,” ujar Burhanuddin.

Baca juga artikel terkait KEJAKSAAN

tirto.id - Sosial budaya
Sumber: Antara
Editor: Bayu Septianto