tirto.id - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) mendakwa Beneficial Owner PT Orbit Terminal Merak (yang dulunya bernama PT Oiltanking Terminal Merak), Muhamad Kerry Adriato Riza, di kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina.
Kerry, yang juga anak dari pengusaha minyak Riza Chalid, didakwa bersama empat terdakwa lainnya yaitu Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi; VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina, Agus Purwono; Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati; dan Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo.
JPU mendakwa kelima orang terdakwa tersebut telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum yaitu dalam ekspor minyak mentah domestik, impor minyak mentah, impor produk kilang atau BBM, pengadaan sewa kapal, sewa terminal BBM, kompensasi RON 90, dan penjualan solar murah.
"Adapun tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang dilaksanakan oleh PT Pertamina (Persero dan anak usaha PT Pertamina (persero) yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan selama periode tahun 2018-2023," kata JPU dalam pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Senin (13/10/2025).
JPU juga menyebut peran Riza Chalid yang saat ini tengah buron. Dalam dakwaan, Riza Chalid meminta kepada Pertamina untuk menyewa terminal BBM yang akan dibeli oleh PT Tangki Merak dari PT Oiltanking Merak meski PT Pertamina tidak membutuhkan terminal BBM tersebut. Pemaksaan yang dilakukan Riza Chalid mengakibatkan kerugian negara triliunan rupiah.
"Pembayaran sewa terminal BBM tersebut telah mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara selama periode Tahun 2014 sampai dan 2024 sebesar Rp2.905.420.003.854,00 yang merupakan pengeluaran PT Pertamina dan atau PT Pertamina Patra Niaga yang seharusnya tidak dikeluarkan yaitu pembayaran throughput fee dan atau pekerjaan tambahan kepada PT Orbit Terminal Merak," kata JPU.
Dalam penjualan solar murah, Kerry dan kawan-kawan (dkk) meminta PT Pertamina untuk tidak menyusun dan menetapkan harga minyak sesuai dengan aturan harga jual terendah. Penjualan solar di bawah bottom price tersebut mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara sebesar Rp9.415.196.905.676,86 yang merupakan selisih antara nilai penjualan PT Pertamina (Persero)/PT PPN dengan harga jual terendah kepada 73 konsumen industri tertentu selama periode 2018 sampai dan 2023.
JPU menyebut para terdakwa selama 2021-2023 telah mendapat keuntungan dari seluruh tindakan ilegal sebesar USD2.617.683.340,41. Selain itu, pelaksanaan tata kelola yang tidak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan mengakibatkan kemahalan dari harga BBM dengan besaran rata-rata Rp 272,68 per liter, yang berdampak Kerugian perekonomian negara sebesar Rp171.997.835.294.293,00 (Rp 171 triliun).
Selain itu, total kerugian negara akibat kasus tata kelola minyak mentah dan kilang Pertamina diperkirakan mencapai Rp285 triliun, termasuk nominal total kerugian negara.
JPU pun mendakwa para terdakwa dengan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Andrian Pratama Taher
Masuk tirto.id


































