tirto.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai jaksa penuntut umum (JPU) meminta agar penyidik Bareskrim Polri juga mendalami mengenai money changer yang melakukan penukaran valas dari tersangka pembobolan rekening dormant di salah satu bank daerah Jawa Barat. Kejagung beralasan, penukaran uang dengan nominal yang besar seharusnya menyertakan identitas penukar untuk tanggung jawab.
"Kita ini mau nuker uang satu dolar saja, kalau kepada lembaga penukaran valas resmi itu kan ditanya KTP. Ini kok bisa cepat ya, ratusan miliar masuk ke rekening, ini tentu kami sudah koordinasi ini perlu didalami," ucap Direktur D pada Jampidum Kejaksaan Agung, Sugeng Riyanta, dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (25/9/2025).
Sugeng mengemukakan, dari kasus ini juga seharusnya ada mitigasi lebih dari seluruh bank agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Sebab, hal ini akan memengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap perbankan.
"Apakah sistem keamanan sibernya, kemudian sistem katakanlah pengendalian kepatuhan internal di bank itu tentu ini melibatkan nanti dari OJK, dari BI, sistem pembayaran, segala macam perlu duduk bersama dan ini perlu bersama-sama memerangi yang seperti ini," tutur dia.
Sementara itu, Sekretaris Utama PPATK, Irjen Alberd T.B Sianipar, menambahkan, saat ini upaya penelusuran aset para tersangka akan terus dilakukan. Sebab, sudah sejak kapan para tersangka melakukan aksinya masih terus didalami kepolisian.
Alberd menyampaikan, dalam jaringan ini menggunakan modus pemindahan uang dalam rekening dormant ke lima rekening penampungan. Para tersangka sendiri membuka rekening itu pada kurun waktu kurang dari satu minggu sebelum kejadian.
"Ada upaya-upaya membuka rekening dalam tempo 1-6 hari sebelum tanggal kejadian 21 Juni 2025. Kenapa bisa ter-detect karena dibuka dalam waktu yang sangat dekat terus kemudian terjadi perputaran transaksi yang cukup besar dalam waktu singkat," ujar Alberd.
Alberd menambahkan, jaringan ini juga mengalihkan uang ke beberapa dompet digital, bahkan masih ditelusuri pembagian keuntungan para tersangka hingga saat ini.
Dalam aksi pengalihan hasil kejahatan, kata Albert, para tersangka memang kerap menggunakan nominee. Tak hanya perorangan, bahkan TPPU kerap dilakukan dengan kerja sama perusahaan.
"Modus yang berikutnya tadi, dana tadi terkirim masuk ke perusahaan jasa remittance, masuk ke dompet digital, Go-Jek, Go-Pay, kemudian ditarik tunai, dan terakhir dipakai untuk kepentingan pribadi," kata Alberd.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Andrian Pratama Taher
Masuk tirto.id


































