tirto.id - Penyidik Kejaksaan Agung mendalami Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam kasus pembalakan liar atau illegal logging di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Dua pihak sudah ditetapkan menjadi tersangka, yaitu seorang berinisial IM dan korporasi bernama PT Berkah Rimba Nusantara (BRN).
Sejauh ini baru pasal dalam Undang-Undang Kehutanan yang disangkakan kepada kedua tersangka.
"Bukan hal yang enggak mungkin, bisa saja dikenakan undang-undang lain, seperti Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Kita lihat saja hasil pendalaman tim penegakan hukum (Gakkum)," ucap Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, saat dikonfirmasi wartawan, Rabu (15/10/2025).
Menurut dia, penyidik juga masih mendalami apakah ada dari penyelenggara negara yang membantu kedua tersangka melakukan illegal logging, mencapai 31.000 hektare lahan hutan di Hutan Sipora.
Dijelaskan Anang, dalam kasus ini terdapat kerusakan ekosistem flora dan fauna. Kerusakan ini terjadi karena penebangan secara liar dilakukan di kawasan hutan Sipora di Kepulauan Mentawai.
"Untuk membesarkan pohon meranti sendiri menurut bidang kehutanan membutuhkan waktu 60 tahun ke atas, bisa sampai 100 tahun. Dan waktu lama serta biaya besar untuk memulihkan kehidupan flora dan fauna di hutan tersebut," ungkap Anang.
Diketahui, Anang sebelumnya menjelaskan bahwa kayu bulat hasil pembalakan liar dikirimkan ke Jawa Timur, untuk disalurkan ke industri kayu hingga ke Jepara, Jawa Tengah. Penyidik pun menyita barang bukti 4.610 meter kubik kayu bultas yang masih di atas tongkang Pelabuhan Gresik, Jawa Timur.
"Perusahaan menebang hingga 730 hektare, termasuk jalan hauling dalam kawasan hutan produksi seluas 7,9 hektare. Hasil pembalakan dijual ke PT Hutan Lestari Mukti Perkasa di Gresik dengan total 12 meter kubik kayu sejak Juli hingga Oktober 2025," ujar Anang.
Dijelaskan Anang, dari kasus ini negara mengalami kerugian hingga Rp239 miliar. Jika dirinci, terdiri dari kerugian ekosistem Rp198 miliar dan nilai ekonomis kayu mencapai Rp41 miliar.
"Ya itu rusaknya ekosistem. Ini kayunya itu, kayu besar-besar, yang menurut dari Dinas Kehutanan, itu hampir, untuk masa tanam itu, sekitar 50 tahun ke atas," kata Anang.
Modus yang digunakan tersangka, kata Anang, adalah dengan memalsukan dokumen legalitas kayu dengan memanfaatkan pemilik hak atas tanah (PHAT). Oleh karenanya, tim penyidik masih akan terus mendalami siapa saja yang terlibat dalam kasus ini.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Bayu Septianto
Masuk tirto.id


































