tirto.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) menilai bahwa keberadaan dugaan aliran dana korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek tahun 2019-2022 kepada eks Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, bukan sebagai syarat penetapan tersangka. Pihak Kejagung beranggapan, masalah keberadaan aliran dana kepada Nadiem atau tidak bukan syarat formil penetapan tersangka, melainkan materi perkara.
“Bahwa ada atau tidaknya aliran dana kepada pemohon yaitu Nadiem Anwar Makarim, bukanlah syarat untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi,” ujar Tim Hukum Kejagung saat menghadiri sidang Praperadilan Nadiem Makarim di ruang sidang PN Jakarta Selatan, Senin (6/10/2025).
Pihak Kejagung berpendapat, penilaian terkait apakah seseorang benar-benar diperkaya atau diuntungkan secara pribadi baru dapat dibuktikan dalam proses persidangan tindak pidana korupsi (Tipikor). Pemeriksaan praperadilan, kata Kejagung, hanya berwenang menguji aspek prosedural atau formil dari penetapan tersangka sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (2) dan Ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara dalam Penilaian Unsur Penyalahgunaan Wewenang.
“Bahwa mengenai apakah benar pemohon Nadiem Anwar Makarim atau orang lain atau korporasi benar-benar telah diperkaya atau diuntungkan, menurut Termohon [Kejagung], tidak lagi bersifat prosedural atau administrasi yang bersifat formil karena dalil-dalil tersebut telah masuk ke dalam materi pokok perkara,” tutur perwakilan Kejagung.
Pihak Kejagung juga menegaskan bahwa hasil pemeriksaan lembaga audit seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bukan lah syarat wajib dalam proses penetapan tersangka korupsi.
Hingga kini, pihak Kejagung menyebut, tidak ada satu pun peraturan yang mensyaratkan adanya laporan hasil pemeriksaan (LHP) dari lembaga audit tersebut sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka.
“Bahwa sampai dengan saat ini, tidak ada satupun peraturan yang mewajibkan LHP BPK maupun BPKP sebagai syarat untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka,” ucapnya.
Lebih lanjut, Kejagung menyebut unsur memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi maupun unsur kerugian keuangan negara telah dipenuhi dalam perkara ini. Ia menyebut, Kejagung telah memiliki minimal dua alat bukti, bahkan empat alat bukti untuk menetapkan Nadiem sebagai tersangka, termasuk adanya deklarasi kerugian negara dari BPKP.
“Terhadap unsur kerugian keuangan negara dalam pemeriksaan praperadilan telah dipenuhi minimal dua alat bukti dan telah cukup dengan adanya deklarasi adanya kerugian keuangan negara dari BPKP,” ujarnya.
Pihak Kejagung menambahkan, unsur-unsur seperti niat jahat (mens rea), jumlah pasti kerugian negara, maupun cara perhitungannya termasuk dalam ranah materiil yang akan diuji di persidangan Tipikor, bukan dalam tahap praperadilan.
Sebelumnya, Nadiem resmi mendaftarkan gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan pada Selasa (23/9/2025). Gugatan itu diajukan karena menolak penetapan tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam kasus pengadaan Chromebook pada program digitalisasi Kemendikbudristek 2019–2022. Sidang perdana digelar sejak Jumat (3/10/2025).
Nadiem Makarim adalah salah satu tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan chromebook di Kemendikbudristek. Dia menjalani hukuman di Rutan Salemba cabang Kejari Jaksel.
Sementara itu, lima orang lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung dalam kasus ini. di antaranya adalah eks Staf Khusus Mendikbudristek, Jurist Tan; mantan konsultan teknologi Warung Teknologi Kemendikbudristek, Ibrahim Arief; eks Direktur SMP Kemendikbudristek, Mulyatsyah (MUL); dan eks Direktur SD Kemendikbudristek, Sri Wahyuningsih. Keempatnya ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa (15/7/2025).
Penulis: Naufal Majid
Editor: Andrian Pratama Taher
Masuk tirto.id


































