tirto.id - Ledakan tungku smelter milik PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) di kawasan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, menambah daftar panjang peristiwa kecelakaan kerja di pabrik smelter milik Cina di Indonesia. Kecelakaan ini sudah berkali-kali terjadi di tengah sorotan atas minimnya perhatian pada aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan tata kelola yang buruk.
Mengutip data yang dilansir oleh Center of Economics and Law Studies (Celios), ada beberapa insiden kecelakaan kerja di smelter-smelter nikel milik Cina di Indonesia sebelumnya. Pertama di PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Morowali, Sulawesi Tengah yaitu 18 insiden, 15 orang meninggal dunia, 3 orang bunuh diri, 41 korban luka (tahun insiden: 2018, 2019,2020, 2021, 2022)
Kedua, PT Weda Bay Industrial Park (IWIP), Halmahera Tengah, Maluku Utara: 9 insiden, 4 orang meninggal dunia, 3 orang bunuh diri, 18 korban luka (tahun insiden: 2021 dan 2022).
Ketiga, PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI), Konawe, Sulawesi Tenggara: 9 insiden, 7 korban meninggal dunia, 2 orang bunuh diri (tahun kejadian 2015,2018, 2019, 2020, 2021 dan 2022)
Keempat, PT Gunbuster Nickel Industry (GNI), Morowali utara, Sulawesi Tengah: 10 insiden, 8 orang meninggal dunia, 2 orang bunuh diri, 3 korban luka (tahun insiden: 2020, 2022 dan 2023). Kelima, PT Obsidian Stainless Steel, Konawe, Sulawesi Tenggara: 3 insiden, 2 orang meninggal dunia, 5 orang korban luka (tahun kejadian: 2020, 2021, dan 2022)
"Ini bukan kasus pertama, dan masalahnya adalah keselamatan pekerja sering dikalahkan dengan kepentingan agar proses perawatan lebih cepat dan produksi terus dilanjutkan," kata Direktur Celios, Bhima Yudhistira, kepada Tirto, Senin (25/12/2023).
Bhima mengatakan, masalah utama terjadinya kecelakaan tersebut ada pada aspek keselamatan seringkali diabaikan di perusahaan smelter nikel. Padahal pabrik smelter ini, sudah lama disorot terkait perlindungan tenaga kerja.
"Pemerintah hanya sibuk terbitkan izin tanpa ada proses monitoring ketenagakerjaan yang jelas," kata Bhima.
Dia khawatir jika kejadian serupa terulang, produk nikel yang dihasilkan oleh Indonesia akan dihargai murah. Bahkan Indonesia akan kesulitan mencari pembeli karena mengabaikan keselamatan pekerja.
Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat bertemu Presiden Biden di AS pada November 2023. Pertemuan tersebut membahas bantuan teknis agar produk nikel Indonesia layak mendapat fasilitas IRA (inflation reduction act).
"Tapi situasi yang memburuk di pabrik nikel bisa mengancam kesepakatan ekspor olahan nikel indonesia tidak saja ke AS tapi juga ke Eropa," kata Bhima.
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, meminta pemerintah untuk segera mengaudit semua smelter ada di Indonesia secara ketat. Hal ini seiring sering terjadi kecelakaan kerja yang mengakibatkan korban jiwa.
Audit harus dilakukan secara profesional, objektif dan menyeluruh terhadap aspek keamanan dan keselamatan kerja. Jangan sampai, kata Mulyanto, karena pertimbangan politik, pemerintah mengabaikan aspek keamanan dan keselamatan kerja di perusahaan-perusahaan itu.
"Sudah menjadi rahasia umum kalau sebagian besar alat kerja di smelter-smelter milik Cina diimpor dari Cina juga. Bahkan sampai komponen terkecil seperti baut dan mur," kata Mulyanto.
Dia meragukan kualitas barang yang selama ini dipakai untuk menunjang operasional smelter. Sementara itu, dia pun menduga barang dan suku cadang yang dipakai tidak memenuhi syarat yang ditentukan.
Kemudian, Mulyanto juga prihatin kecelakaan kerja terjadi lagi di smelter perusahaan Cina. Kali ini menyebabkan paling sedikit 35 orang korban, dimana sebanyak 13 orang meninggal dunia. Padahal beberapa waktu sebelumnya terjadi kecelakaan kerja di smelter PT GNI yang mengakibatkan 2 orang meninggal dunia.
"Ini ledakan terbesar dalam sejarah pengoperasian smelter milik perusahaan Cina di Indonesia," kata dia.
Lebih lanjut, dia pun mendorong pemerintah agar sungguh-sungguh untuk menindaklanjuti kasus ini. Terlebih publik perlu tahu apa penyebab dari ledakan smelter tersebut, apakah karena faktor lemahnya keandalan pabrik, murni faktor kelalaian manusia, atau ada sebab-sebab lain.
"Pemerintah harus bertanggung-jawab untuk mengusut tuntas kasus ini," kata Mulyanto.
Mulyanto menyebut, peristiwa ini harus menjadi pelajaran berharga sehingga harus benar-benar dipahami dan menjadi momentum untuk mengevaluasi semua kesepakatan kerjasama dengan perusahaan Cina. Pemerintah juga harus mencari akar-masalahnya, sehingga dapat dicegah kejadian seperti ini terulang di masa depan.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin