tirto.id - PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) berharap pemberian subsidi kewajiban pelayanan publik (public service obligation/PSO) untuk KRL Jabodetabek bisa dikurangi. Nantinya masyarakat yang dianggap mampu tidak akan mendapatkan subsidi tarif lagi. Pada tahun ini, tercatat KCI menerima PSO dari Kementerian Perhubungan sebesar Rp1,29 triliun.
"Soon as posible karena semakin lama semakin membengkak [subsidinya]. Kasian beban negara. Coba lihat dari 2013 ke 2017, 100 persen volumenya naik. Sementara belum ada LRT," ujar Direktur Teknik dan Sarana PT KCI, Fredi Firmansyah di Jakarta pada Kamis (15/2/2018).
KCI mencatat dari tahun ke tahun rata-rata volume penumpang KRL terus meningkat mulai 2013 hingga 2017. Pada 2013 tercatat sebanyak 431,886 penumpang, naik menjadi 566,530 penumpang pada 2014. Lalu naik lagi menjadi 705,556 penumpang pada 2015. Pada 2017 penumpang KRL mencapai 993,992.
Fredi mengatakan akan bekerjasama dengan Kementerian Sosial untuk bisa menerapkan usulan KCI. Sehingga, nantinya PSO bisa langsung diterima oleh orang yang bersangkutan melalui kartu e-money yang dimiliki, bukan dari KCI.
"Kemensos paling ahli, kami tidak, kami hanya mau PSO tepat sasaran," ucapnya.
Untuk saat ini, PSO itu digunakan untuk mensubsidi 55 persen tarif yang harus dibayarkan oleh setiap orang. Setiap penumpang hanya membayar 45 persen dari tarif semestinya.
"Kami merasa perlu keadilan aja sih. Kalau itu (PSO) dicabut untuk yang mampu, maka dia akan membayar 100 persen. Tarif 20 kilometer masih tetap Rp3.500. Jadi, Rp 13 ribu sekali jalan yang terjauh," kata dia.
Menurutnya dengan diberlakukannya PSO tepat sasaran, tidak akan mengurangi minat masyarakat untuk menggunakan KRL.
"Tidak ada, orang mampu kok harus pakai itu. kalau ngomong secara pribadi lebih baik saya tidak disubsidi karena saya mampu," terangnya.
Langkahnya untuk PSO tepat sasaran masih menunggu persetujuan Kemenhub. KCI telah mengajukan rencana ini kepada Kemenhub. "Masalah dipakai atau tidak ya mongggo. Intinya itu, mau PSO tepat sasaran," ucapnya.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yantina Debora