tirto.id - Kasus bunuh diri di Jogja akhir-akhir ini menjadi sorotan netizen. Setidaknya sudah ada empat kasus bunuh diri yang terjadi dalam kurun waktu dua bulan terakhir ini di Jogja.
Depresi bukanlah persoalan sepele. Jika Anda merasakan tendensi untuk melakukan bunuh diri, atau melihat teman atau kerabat yang memperlihatkan tendensi tersebut, amat disarankan untuk menghubungi dan berdiskusi dengan pihak terkait, seperti psikolog, psikiater, maupun klinik kesehatan jiwa.
Pada Minggu (8/10/2023), seorang kakek berinisial SM (62) asal Panembahan, Kemantren Kraton, Yogyakarta, ditemukan tewas bunuh diri di rumahnya. SM diduga mengalami depresi dan jenazahnya ditemukan pertama kali oleh istri dan anaknya.
Sebelumnya, warga Jogja juga dikagetkan oleh kasus bunuh diri yang dilakukan oleh mahasiswa. Pada 16 September lalu, seorang mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) ditemukan meninggal di kamar kosnya di Pogung yang tak jauh dari area kampus. Hasil visum pun menunjukkan tidak ada tanda-tanda kekerasan sehingga almarhum diduga kuat melakukan bunuh diri.
Kemudian pada 2 Oktober 2023, mahasiswi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) juga ditemukan tewas di halaman belakang sayap kanan gedung Y Unires Putri UMY.
Sehari kemudian, seorang pria 25 tahun juga ditemukan tewas bunuh diri. Ironisnya, sebelum melakukan aksi bunuh dirinya tersebut, almarhum ternyata baru pulang dari puskesmas untuk mengatasi depresi yang ia alami.
Penyebab Maraknya Kasus Bunuh Diri di Jogja
Dari keempat kasus yang terjadi, semua korban bunuh diri diduga kuat mengalami depresi. Depresi merupakan gangguan kesehatan mental yang bisa membuat seseorang merasa stres, putus asa, merasa tidak berguna, hingga tidak memiliki harapan hidup lagi.
Penyebab depresi pun bisa beragam, mulai dari faktor keluarga, lingkungan sekolah/kuliah, hubungan dengan orang lain, kejadian traumatis, hingga tekanan di tempat kerja.
Sementara itu, sebuah penelitian yang dipublikasikan di National Library of Medicine mengungkap bahwa bunuh diri bisa 'menular', khususnya pada mereka yang memang sudah mengalami depresi. Salah satu penyebabnya adalah dampak pemberitaan kasus bunuh diri di media.
Ada sejumlah kasus percobaan bunuh diri yang dilakukan karena meniru peristiwa bunuh diri yang pernah terjadi sebelumnya. Sebuah studi di Taiwan pernah mengungkap adanya 63 orang yang mencoba mengakhiri hidup karena meniru kasus bunuh diri seorang penyanyi.
Kemudahan mengakses informasi tentang berita bunuh diri ini sangat rentan bagi mereka yang mengalami depresi. Apalagi jika pelaku bunuh diri adalah orang sebaya atau memiliki profesi serupa. Hal ini bisa membentuk persepsi yang salah bahwa bunuh diri bisa menjadi solusi.
Selain itu, cara bunuh diri yang diberitakan juga bisa ditiru oleh orang yang memang punya niatan untuk mengakhiri hidup. Melihat upaya bunuh diri yang dilakukan orang lain ternyata berhasil, mereka yang depresi bisa saja menirunya dengan cara yang sama.
Bagaimana Kita Menyikapi dan Mencegah Kasus Bunuh Diri?
Peran lingkungan sangat berperan penting dalam pencegahan kasus bunuh diri. Dilansir dari Antara News, dr.Gina Anindyajati dari RSCM mengungkapkan bahwa cara paling tepat untuk mencegah kasus bunuh diri adalah dengan memperlakukan manusia selayaknya manusia.
Setidaknya ada empat tahap yang perlu dilakukan oleh masyarakat dan kita semua agar kasus bunuh diri tidak semakin bertambah. Keempat tahap tersebut adalah:
1. Mengamati
Anda dapat memperhatikan orang-orang terdekat seperti teman atau keluarga untuk mengetahui perubahan sikap atau perilaku. Amati apakah mereka sedang mengalami masalah besar atau cermati setiap cerita yang Anda dengar dari mereka.
2. Menanyakan
Anda dapat menunjukkan kepedulian dengan menanyakan kabar atau tanyakan apakah mereka baik-baik saja. Namun, hindari bertanya tentang hal-hal yang sekiranya tidak mereka sukai.
3. Mendengarkan
Jika mereka mau bercerita, jadilah pendengar yang baik. Jangan menyela pembicaraan, dengarkan dengan sungguh-sungguh, jangan menghakimi atau meremehkan masalahnya, dan jangan menceritakan masalah Anda sendiri.
4. Mengarahkan
Anda bisa menjadi support system bagi mereka yang membutuhkan, tapi usahakan untuk tetap mengarahkan mereka pada keluarga atau teman-teman yang bisa memberikan dukungan serupa.
Jika dirasa permasalahannya cukup serius, Anda dapat mengarahkan mereka ke fasilitas kesehatan atau mencari bantuan profesional untuk mendapatkan penanganan yang lebih tepat.
Penulis: Erika Erilia
Editor: Nur Hidayah Perwitasari