tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa pemeriksaan lagi terhadap mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi, pada Rabu (10/7/2019). Usai pemeriksaan ia mengatakan mengenal tersangka kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Sjamsul Nursalim.
"Iya [kenal Sjamsul]," ungkap Laksamana kepada reporter saat ditemui selepas pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, pada Rabu (10/7/2019).
Laksamana hadir di Gedung KPK pukul 10.02 WIB, serta keluar sekitar pukul 11.00 WIB. Ia datang mengenakan kemeja hitam. Ia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Sjamsul Nursalim dalam kasus korupsi BLBI
Saat ditanyakan mengenai kedekatan dan hubungannya dengan Sjamsul, ia enggan menjawab. "Anda sudah kayak penyidik aja. Ya kalau kenal, semua orang kan kenal," ujarnya.
Laksamana juga menyampaikan bahwa kehadirannya adalah sebagai bentuk peran warga negara dalam rangka penegakan hukum yang independen. Oleh karena itu ia menyerahkan semuanya ke penegak hukum.
Mantan Menteri BUMN yang menjabat 2001-2004 ini enggan menjawab detail apa sana yang diperiksa. "Saya kira enggak banyak [pertanyaan dari penyidik], hanya konfirmasi sebentar, kurang dari sejam," tuturnya.
Sehari sebelumnya, KPK memanggil empat saksi untuk tersangka istri Sjamsul, Itjih. Sjamsul merupakan pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).
"Yang bersangkutan (Itjih) diduga bersama-sama dan memiliki peran dalam perkara ini," kata Febri saat ditemui di Gedung KPK, Jakarta Selatan, pads Senin (8/7/2019).
"Secara detail kami belum bisa sampaikan karena proses penyidikan sedang berjalan. Kami belum bisa sampaikan karena ini masih proses penyidikan Tapi tentu ada peran masing-masing ya, apakah SJN ataupun di ITN dalam pokok perkara ini," lanjutnya.
Sjamsul dan Itjih diduga melakukan misrepresentasi terkait dengan piutang petani petambak sebesar Rp4,8 triliun yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp4,58 triliun.
Saat dilakukan Financial Due Dilligence (FDD) dan Legal Due Dilligence (LDD) disimpulkan bahwa aset tersebut tergolong macet dan hanya memiliki hak tagih sebesar Rp220 miliar.
Atas perbuatan tersebut, Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Irwan Syambudi