tirto.id - Masyarakat sipil yang tergabung dalam Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) mendesak Negara segera menuntaskan pengusutan kasus pembunuhan aktivis dan pejuang HAM, Munir Said Thalib.
Pada 7 September 2004 dalam penerbangan Jakarta-Amsterdam di atas pesawat Garuda, Munir meregang nyawa karena dibunuh menggunakan racun senyawa arsenik.
Kini, hampir 19 tahun kasusnya bergulir tanpa menemui titik terang. Aktor intelektual di belakangnya pun masih belum tersentuh proses hukum.
“Tanggal terbunuhnya Munir memang telah ditetapkan sebagai hari Perlindungan Pembela Hak Asasi Manusia, namun upaya membongkar dan menyeret aktor intelektualnya ke pengadilan harus tetap dilakukan,” tulis KASUM dalam keterangan resmi, Kamis (7/9/2023).
Bagi KASUM, kasus kematian Munir masih menyisakan tanda tanya. Pembentukan Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir pada tahun 2004 melalui Keppres 111/2004 oleh pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dinilai menjadi langkah penting dalam upaya pengungkapan kasus Munir.
“Namun sangat disayangkan, hasil penyelidikan TPF tersebut tidak pernah diumumkan secara resmi ke hadapan publik meskipun ketetapan dalam angka kesembilan Keppres 111/2004 telah memberikan mandat hal tersebut,” terang KASUM.
Komisi Informasi Publik (KIP) Pusat pada Oktober 2016 telah memutus bahwa Pemerintah Indonesia harus segera mengumumkan TPF Munir.
Sehari berselang pasca putusan KIP, Presiden Joko Widodo sempat memerintahkan Jaksa Agung untuk mencari dokumen TPF tersebut.
“Terdapat sejumlah nama–selain Pollycarpus yang pernah diadili–dalam laporan tersebut, tapi nampaknya rezim pemerintahan dari SBY hingga Joko Widodo terlihat enggan mengumumkan hasil TPF tersebut,” tutur KASUM.
Bagi KASUM, ini menjadi tanda tanya besar, siapa dan mengapa hingga 19 tahun berselang nama-nama yang tercatat dalam peristiwa pembunuhan tersebut tidak pernah tuntut di peradilan.
“Kami percaya bahwa kasus Munir bukan merupakan tindak pidana umum biasa yang yang berdiri sendiri. Diduga kuat pembunuhan Munir dilakukan secara sistematis karena melibatkan aktor negara seperti Badan Intelijen Negara hingga Garuda Indonesia,” tulis KASUM.
KASUM mendesak Presiden Joko Widodo segera membuka dokumen laporan TPF Munir kepada publik sebagaimana mandat yang tertuang dalam angka kesembilan Keppres 111/2004 tentang Pembentukan TPF Kasus Munir. Hal itu sebagai bentuk akuntabilitas dan transparansi pengungkapan kasus Munir.
“Kedua, Komnas HAM Menetapkan Kasus Pembunuhan Munir Sebagai kasus Pelanggaran HAM Berat serta memberikan informasi secara jelas dan terang terhadap proses penanganan kasus pembunuhan Munir kepada publik,” tulis KASUM.
Minimnya langkah serius yang dilakukan oleh negara dalam pengusutan kasus pembunuhan Munir tidak hanya menutupi upaya pencarian keadilan, pengungkapan kebenaran, dan kepastian hukum, tetapi berpotensi adanya keberulangan.
“Jika negara tidak segera bertindak konkret, tentu ini akan berimplikasi terhadap gelapnya perlindungan atas kerja-kerja pembela HAM di masa mendatang,” tegas KASUM.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Gilang Ramadhan