Menuju konten utama
Periksa Data

Kartu Pra Kerja Jokowi dan Dilema Tantangan SDM

Lapangan kerja di Indonesia lebih banyak menyerap tenaga buruh yang kurang terampil. Akankah program Kartu Pra Kerja mampu mengatasi masalah ini?

Kartu Pra Kerja Jokowi dan Dilema Tantangan SDM
Header Periksa Data Bekal Mencari Kerja Ala Jokowi. tirto.id/Quita

tirto.id - Pada 2020 nanti, perasaan khawatir para pencari kerja di Indonesia rasa-rasanya dapat sedikit terkikis. Hal ini karena Presiden Joko Widodo (Jokowi), sewaktu masa kampanye pemilu presiden lalu, telah menjanjikan adanya kartu Pra Kerja yang akan mempermudah mendapatkan pekerjaan.

Selama empat tahun pemerintahan Jokowi di periode pertama, tercatat sudah ada lima kartu yang telah ia luncurkan: Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) kartu Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Beras Sejahtera (Rastra), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).

Pada periode kedua ini, Jokowi masih mengandalkan "Kartu Sakti." Jumlahnya bahkan akan ditambah, termasuk diantaranya adalah Kartu Sembako Murah, KIP Kuliah, dan Kartu Pra Kerja.

Program kartu Pra Kerja sendiri akan diluncurkan pada 2020. Meski menimbulkan banyak kontroversi, nyatanya program ini tetap akan dilaksanakan. Sasarannya adalah anak muda serta mereka yang sedang mencari maupun yang mau berganti pekerjaan. Para pemegang kartu nantinya dapat mengikuti kursus yang diinginkan untuk mempermudah mendapatkan pekerjaan.

Menurut Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, pemerintah menyiapkan Kartu Pra Kerja untuk dua juta tenaga kerja yang dipersiapkan untuk masuk masa-masa pra kerja.

"Rencana sistemnya berbasis digital, dimana 500 ribu itu basisnya adalah kartu dan yang 1,5 juta basisnya digital. Pemanfaatannya adalah untuk triple skilling untuk upskilling, re-skilling, dan juga untuk pelatihan itu sendiri," kata Airlangga kepada wartawan usai mengikuti rapat terbatas, di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (12/11) sore.

Situasi Angkatan Kerja Indonesia

Berdasarkan laporan "Data Keadaan Angkatan Kerja" yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran di Indonesia per Agustus 2019 terdapat sebanyak 7,04 juta orang atau naik 0,57 persen dari periode yang sama tahun 2018. Angka pengangguran tertinggi tercatat pada tahun 2015. Namun, angka tersebut menurun pada 2016 dan bertahan di kisaran 6,8 hingga 7 juta orang hingga Februari 2019.

Kendati jumlah pengangguran menunjukkan penurunan, bukan berarti tantangan ke depan semakin mudah. Hal ini karena proporsi pengangguran dari penduduk berpendidikan tinggi semakin meningkat.

Pada Agustus 2015, proporsi pengangguran yang memiliki tingkat pendidikan terakhir universitas tercatat sebesar 8,64 persen terhadap total pengangguran Indonesia. Porsi ini meningkat menjadi 10,42 persen pada Agustus 2018. Hal ini boleh jadi merupakan sinyal bahwa Indonesia belum mampu menghasilkan inovator-inovator sebagai pencipta lapangan kerja.

Bila melihat pada pengangguran yang memiliki pendidikan terakhir di tingkat sekolah menengah atas, porsi pengangguran yang terampil mengalami peningkatan dibandingkan dengan yang tidak terampil.

Pada Agustus 2015, proporsi pengangguran terampil yang merupakan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan sebesar 20,76 persen dan meningkat mencapai 24,51 persen pada Agustus 2019. Sedangkan, proporsi pengangguran dari lulusan SLTA Umum yang mencerminkan pekerja kurang terampil memperlihatkan tren yang menurun dari 30,16 persen pada Agustus 2015 menjadi 28,31 persen pada Februari 2019. Situasi ini seolah menggambarkan bahwa lapangan kerja di Indonesia memang lebih banyak menyerap tenaga buruh yang kurang terampil.

Seperti dikutip dari "APBN KiTa," tujuan pengadaan Program Kartu Pra Kerja adalah untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), menjawab tantangan di era industri 4.0 serta mengatasi rendahnya produktivitas pekerja. Diharapkan program ini dapat memperkecil gap antara kompetensi SDM dan kebutuhan dunia kerja.

Melalui program ini diharapkan kompetensi, baik para pencari kerja baru, pencari kerja yang alih profesi, atau korban PHK dapat sesuai dengan standar kebutuhan dunia kerja, sehingga gap antara kompetensi SDM dan kebutuhan industri dapat semakin mengecil serta masalah pengangguran di Indonesia dapat diatasi.

Apabila nanti Kartu Pra-Kerja ini benar diterapkan, ada banyak pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan, mulai dari mekanisme hingga kejelasan data penerima manfaat program ini. Terlebih anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk program Kartu Pra Kerja tidak sedikit, yakni Rp10 triliun.

Baca juga artikel terkait PERIKSA DATA atau tulisan lainnya dari Desi Purnamasari

tirto.id - Pendidikan
Penulis: Desi Purnamasari
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara