Menuju konten utama

Karena Vespa Belum Ada Duanya

Vespa bukan sekedar kendaraan, tapi juga gaya hidup bagi sebagian orang, termasuk di Indonesia. Kesan klasik pada Vespa terus dipertahankan pabriknya, Piaggio. Meski beberapa tahun terakhir angka penjualan vespa menurun, tetapi dapat diakui bahwa vespa mesih mempunyai daya tarik sehingga para penjual masih berani menaikkan harga di tengah industri otomitif yang lesu.

Karena Vespa Belum Ada Duanya
Penjualan Vespa di Mal Kota Kasablanca. Jakarta. Tirto/TF Subarkah

tirto.id - Bicara soal skuter di Indonesia, memori orang Indonesia selalu terngiang Vespa. Padahal, Vespa bukan satu-satunya merek skuter di dunia. Setidaknya ada merek Lambretta, sesama skuter dari tanah Italia. Namun, banyak orang Indonesia menyebut Lambretta sebagai Vespa. Padahal dua merek itu dari pabrikan berbeda. Ini karena saking kuatnya Vespa mencengkram memori orang Indonesia. Menurut pihak Vespa, Indonesia adalah rumah dari komunitas penggemar Vespa terbesar kedua di dunia.

Pada 23 April 2016, Vespa merayakan ulang tahun yang ke-70. Ratusan pengendara berkumpul di Lapangan Wisma Aldiron, Pancoran, Jakarta. Tajuk peringatannya Still Smooth at Seventy. Vespa dari berbagai tahun terkumpul di sana. Mulai dari yang terbaru sampai yang lawas. Baru atau lama, Vespa tetap punya nuansa klasik. Beberapa komunitas Vespa juga hadir di sana. Situs Vespapora.com, mencatat, terdapat 282 komunitas Vespa dan skuter di Indonesia.

“Kami adalah salah satu produk yang mempunyai hak istimewa tetap klasik dalam bentuk yang modern. Secara bentuk, semua orang mengetahui Vespa saat mereka melihat sebuah skuter Vespa, baik bentuk lama maupun modern. Hal itu karena secara filosofi dasar rancangan Vespa masih dapat dilihat pada Vespa baru, namun sekarang dengan sentuhan modern,” kata Marco Noto La Diega, Managing Director Piaggio Indonesia.

Vespa memang masih mempertahankan kesan klasiknya. Setidaknya, Vespa identik dengan budaya retro di Indonesia. Vespa pernah menjadi kendaraan anak muda tahun 1970-an. Hingga Vespa tetap dikenang dan merek Vespa masuk dalam lirik lagu "Piknik" 72, milik Naif, band Indonesia yang mengusung gaya retro.

“Naik Vespa keliling kota sampai Binaria,” dendang David, sang vokalis Band Naif.

Begitulah Vespa dikenang hingga kini. Sebuah Pameran Foto Budaya Vespa pernah diadakan pada 9 Januari 2016 dengan tajuk La Vespa, un Mito: Storia e Storie (baca: Vespa, mitos: sejarah dan cerita). Hadir dalam pameran itu, Michela Linda Magri, Direktur Institut Budaya Itali IIC.

"Vespa itu sudah menjadi sesuatu yang ikonik dan mewakili sebagai simbol kebudayaan Italia," kata Linda Magri tentang kendaraan legendaris ini.

Sisa-sisa Perang

Vespa dibangun oleh Rinaldo Piaggio. Ia baru berusia 20 tahun ketika membangun pabriknya pada 1884 di Genoa, Italia. Usaha Piaggio berkembang dengan membuat komponen dan peralatan kapal, kereta api, truk, sampai pesawat terbang. Pabrik kecil komponen pesawat itu ada di Pontedera. Sialnya, pada Perang Dunia II, Italia satu kubu dengan Jerman dan Jepang. Sejarah mencatat koalisi ini kalah perang. Italia jadi sasaran bom sekutu. Hampir seluruh penjuru negeri itu luluh lantak karena bom lawan. Begitu juga pabrik Piaggio.

Begitu Perang Dunia II selesai, usaha Rinaldo diambil alih anaknya, Enrico Piaggio. Italia, juga beberapa negara Eropa yang luluh-lantak karena perang, hancur perekonomiannya. Di antara puing-puing reruntuhan akibat bom sekutu, tersisa pabrik komponen pesawat terbang di Pontedera.

Di bawah komando Enrico, seorang insinyur penerbangan bernama Corradino D'Ascanio bergabung di Piaggio. Ambisi mereka adalah membuat kendaraan yang sederhana, ekonomis, nyaman, dan elegan. Arsenio, pemimpin proyek ini, masih tetap membayangkan kendaraan yang mirip pesawat. Garpu depan kendaraan rancangannya, serupa dengan roda pesawat, membuat ban mudah diganti. Bodi dan sasisnya menyatu. Pada bagian starter, mereka memanfaatkan komponen bom.

Ketika rancangan kendaraan ini masih bernama MP5, banyak pekerja mengoloknya dengan sebutan Paperino --sindiran untuk Donald Bebek. Akhirnya, desain dirombak lagi. Lahirlah desain baru yang disebut sebagai MP6.

"Sambra una vespa," kata Enrico. Maksudnya, bentuk desainnya terlihat seperti tawon.

Dari sana nama Vespa lahir. Vespa akhirnya resmi dilepas ke pasaran pada 23 April 1946. Tahun pertama, mereka merilis 2.484 unit skuter. Tak lama berselang, mereka melepas skuter jenis baru, yakni Vespa 125. Pada 1948, produksi skuter mereka sudah mencapai 19.822 unit.

Tahun 1950, untuk pertama kalinya Vespa memberi lisensi ke Jerman. Dengan efisiensi ala Jerman, jumlah produksi Vespa melonjak, mencapai 60.000 unit. Pada 1953, lagi-lagi produksinya meningkat pesat, mencapai 171.200 unit. Pusat servis Vespa pun tersebar di 10.000 tempat di beberapa negara Eropa, Asia, dan Amerika. Pada awal 1950-an, Vespa yang semula hanya ditemui di 13 negara, kini mulai ekspansi ke 114 negara.

Pada 1953, ketika merayakan produksi mereka yang ke 500.000 unit, Vespa semakin progresif. Marketing Vespa pun tak tangggung-tanggung. Industri film Hollywood dilibatkan.Vespa dipakai dalam film Roman Holiday, dibintangi Gregory Peck dan Audrey Hepburn.

Sejak tahun pertama beroperasi, total produksi Vespa pada 1956 mencapa 1 juta unit, di 1960 mencapai 2 juta unit. Lalu pada 1970, mencapai 4 juta unit, dan pada 1988 menjadi 10 juta unit. Pada 2014, sudah 18 juta unit Vespa diproduksi.

Meski mapan sebagai produsen skuter, Vespa tak pernah berhenti berinovasi. Setidaknya Piaggio pernah membuat mobil mungil Vespa 400. Mobil bermesin 393 cc ini hanya berproduksi dari 1957 hingga 1961 saja. Belakangan Vespa memang hanya dikenal sebagai skuter, terutama di Indonesia. Saat ini grup Piaggio mengendalikan beberapa merek seperti Derbi, Aprilia, Moto Guzzi, Scarabeo.

Lebih Baik Naik Vespa

Beberapa tahun terakhir, angka pejualan Vespa di seluruh dunia menurun. Setidaknya sejak 2012 hingga 2015. Tentang penurunan penjualan Vespa tersebut, PR and Communication Manager PT Piaggio Indonesia Robby Gozal, menyebutnya tidak signifikan.

"Tidak lebih dari penurunan industri otomotif secara keseluruhan. Penjualan kami turun juga karena ada produk yang sudah tidak kami jual di sini, misalnya Piaggio Liberty. Kalau penjualan Vespa cukup stabil," jelasnya.

Saat ini Vespa mengeluarkan beberapa merek antara lain: skuter-skuter tipe Vespa S, Vespa LVX, Vespa Primavera, Vespa Sprint 3V, Vespa GTS Super 3V, Vesva 946 V, sampai Vespa 946 Armani. Ada pula produk non skuter, yang hanya dinamai Piaggio saja, seperti Liberty 100 RST, Liberti 100 S RST, dan MP3 Yourban.

Vespa juga pernah merilis Vespa Zip yang harganya terjangkau, hanya berkisar belasan juta. Sekarang, kendaraan ini sudah tak diproduksi lagi. Vespa termurah saat ini adalah Vespa S 125 3V, yang dibanderol sekitar Rp28 sampai Rp30 juta.

Diakui atau tidak, Vespa masih punya daya tarik. Penjualan Vespa Sprint 150, juga Vespa S 125 juga masih terbilang bagus. Mereka bahkan berani menaikkan harga jual produk mereka di tengah industri otomotif yang lesu.

“Semua Piaggio dan Vespa, kisaran naikknya antara Rp1 juta sampai Rp2 juta," kata Robby. Vespa percaya pasarnya masih kuat di Indonesia. Tak begitu menghalangi orang-orang beli Vespa.

Walau harganya terbilang lebih mahal ketimbang sepeda motor pabrikan Jepang, Vespa model baru terbilang laku. Meski pihak Vespa tak pernah mau menyebutkan angka, mereka mengakui kalau Indonesia adalah pasar terbesar kedua di Asia.

Semboyan klasik “Lebih Baik Naik Vespa” masih terngiang di sebagian orang Indonesia.

“Vespa mempunyai sejarah panjang di Indonesia. Dahulu pada tahun 1970-an, skuter Vespa dirakit di Indonesia dan sebagai kendaraan fungsional. Kini, Vespa telah transformasi menjadi ikon gaya hidup seperti yang kita kenal hari ini," ujar Marco.

Solidaritas Vespa

Bagi sebagian orang Indonesia, Vespa tentu menyimpan banyak cerita. Termasuk cerita ditolong sesama pengendara Vespa tak tak dikenal, atau sekadar disapa pengendara Vespa yang lain yang sebetulnya juga tak kenal. Pengemudi Vespa memang dikenal solider. Pengemudi Vespa rela berhenti untuk menolong jika ada sesama Vespa yang mogok.

Salah satu orang yang punya kenangan kuat dengan Vespa adalah Amin Affandi. Dia mengendarai Vespa lawas buatan tahun 1971 saat masih kuliah di Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Vespa antik milik pamannya itu sering dia pakai mudik ke rumah kakek neneknya di Blitar. Suatu kali, ketika melintasi daerah Malang, oli sampingnya bermasalah. Mesin jadi panas. Beruntung dia bertemu pengendara Vespa lain. Vespanya dibantu dorong sampai bengkel di Sumber Pucung.

“Diajak ngopi juga di bengkel, menunggu mesin dingin,” kenang Amin yang kini bekerja di perusahaan konstruksi di Balikpapan. Dia masih menyimpan Vespa kesayangannya itu di Blitar. Tak terhitung berapa kali sesama pengemudi Vespa menolongnya di jalan.

“Karena warna Vespa-ku mencolok juga, karena itu tiap bertemu Vespa lain, mereka sering lambaikan tangan. Padahal aku jarang ngumpul sama komunitas (Vespa),” ujar Amin. Meski jarang kumpul di komunitas, Amin akui para pengemudi Vespa itu solider. Tentu bukan karena dengar cerita dia sudah alami. Dia tak jadi digebuki orang di jalan juga karena sesama pengendara Vespa.

“Di Pasuruan, aku pernah hampir ditabrak mobil. Hampir ribut sama pengemudi mobil. Dari dalam mobil, ada tiga orang yang keluar semua. Untung di belakang ada rombongan Vespa. Rombongan Vespa itu berhenti semua. Padahal awalnya (kami) bukan satu rombongan. Alhasil tiga orang dalam mobil itu lari dan kabur,” cerita Amin.

Begitulah serunya naik Vespa. Vespa tidak sekadar kendaraan. Melainkan bisa menjelma jadi pemersatu pengendaranya walaupun berbeda komunitas. Indonesia adalah rumah besar bagi para pecinta Vespa.

Baca juga artikel terkait VESPA atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Otomotif
Reporter: Petrik Matanasi
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Nuran Wibisono