tirto.id - Satu dekade berturut-turut sejak tahun 1912, sebanyak 6.000 kematian karena penyakit yang sama dilaporkan tiap tahunnya di Amerika Serikat. Kematian itu disebabkan oleh campak, yang ketika itu sangat mematikan.
Seribu tahun sebelumnya, Muhammad ibn Zakariya ar-Razi atau Rhazes, seorang filsuf dan dokter dari Persia, dalam “The Book of Smallpox and Measles” (in Arabic: Kitab fi al-jadari wa-al-hasbah) pernah menggambarkan campak sebagai penyakit yang "lebih ditakuti daripada cacar".
Sedangkan pada tahun 1757, seorang dokter Skotlandia, Francis Home, menunjukkan bahwa campak disebabkan oleh agen infeksi yang hadir dalam darah pasien.
Pada tahun 1963, diperkirakan 3 sampai 4 juta orang di Amerika Serikat terinfeksi setiap tahunnya. Setiap tahunnya diperkirakan 400 sampai 500 orang meninggal, 48.000 dirawat di rumah sakit, dan 4.000 menderita ensefalitis (pembengkakan otak) akibat campak.
Kasus campak kembali melonjak antara tahun 1989 dan 1991. Selama tiga tahun ini, 55.622 kasus kematian karena penyakit ini dilaporkan terjadi. Kasus tersebut kebanyakan adalah anak-anak Afrika dan Amerika berusia di bawah lima tahun yang tidak divaksinasi.
Sembilan puluh persen dari mereka yang kehilangan nyawanya adalah masyarakat yang belum divaksinasi. Ada 64 kematian yang dilaporkan terjadi pada tahun 1990 di Amerika. Ini adalah jumlah terbesar yang pernah terlihat hampir dalam 20 tahun.
Di Indonesia sendiri, menurut catatan dari Kementerian Kesehatan RI 2016, dilaporkan terdapat 8.185 kasus campak pada tahun 2015. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan tahun 2014 yang sebesar 12.943 kasus. Jumlah kasus meninggal sebanyak 1 kasus, yang terjadi di Provinsi Jambi.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY Pembajun Setianingastutie menyatakan bahwa pada 2016 dari sebanyak 1.929 anak yang diduga terjangkit virus rubella (campak Jerman) di DIY, 463 di antaranya telah dinyatakan positif terjangkit virus rubella. Sedangkan sejak Januari hingga Juli 2017 tercatat 7 kejadian luar biasa (KLB) penyakit campak di DIY di mana 60-70 persen di antaranya positif rubella.
Provinsi Nusa Tenggara Barat, Aceh, dan Riau merupakan provinsi dengan jumlah penderita campak terendah. Sedangkan Sulawesi Tengah, Jambi dan Papua merupakan provinsi dengan jumlah penderita campak tertinggi. Jika dilihat dari kelompok umur, proporsi kasus campak terbesar terdapat pada kelompok umur 5-9 tahun dan kelompok umur 1-4 tahun dengan proporsi masing-masing sebesar 32,2% dan 25,4%. Namun, jika dihitung rata-rata umur tunggal, kasus campak pada bayi kurang dari umur satu tahun merupakan kasus tertinggi, yaitu sebanyak 778 kasus (9,5%).
Tidak ada pengobatan untuk penyakit campak dan rubella, tetapi penyakit ini dapat dicegah. Imunisasi dengan vaksin MR adalah pencegahan terbaik untuk penyakit campak dan rubella. Satu vaksin untuk mencegah dua penyakit sekaligus.
Imunisasi MR diberikan untuk melindungi anak Indonesia dari penyakit kelainan bawaan seperti gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, kelainan jantung dan retardasi mental yang disebabkan adanya infeksi rubella pada saat kehamilan.
Virus Measles adalah virus yang menyebabkan penyakit campak yang juga dapat membawa penyakit lain seperti ruam, batuk, pilek, iritasi mata, dan demam. Komplikasinya mulai dari infeksi telinga, pneumonia, kejang, kerusakan otak sampai kematian. Campak dapat menyebabkan komplikasi yang serius, seperti radang paru (pneumonia), radang otak (ensefalitis), kebutaan, gizi buruk dan bahkan kematian.Virus Rubella, dapat menyebabkan campak Jerman dengan gejala berupa ruam, demam ringan dan radang sendi. Rubella biasanya berupa penyakit ringan pada anak, akan tetapi bila menular pada ibu hamil pada trimester pertama atau awal kehamilan, dapat menyebabkan keguguran atau kecacatan pada bayi yang dilahirkan. Kecacatan tersebut dikenal sebagai Sindroma Rubella Kongenital.
- Baca juga: Setelah Zika, Kini Ada Wabah Demam Kuning
Perwakilan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) DIY dokter E. Siti Herini mengatakan virus rubela memiliki ciri yang tidak jauh berbeda dengan campak yakni dimulai dari demam, iritasi pada mata, hingga muncul bintik merah di sekujur tubuh.
"Virus ini bisa ditularkan melalui pernafasan atau air ludah," kata Herini.
Menurut Herini, apabila rubella menginfeksi ibu hamil bisa berpotensi sindrom rubella bawaan, yang mampu menimbulkan kerusakan pada janin yang sedang tumbuh.
"Anak yang terkena rubella sebelum dilahirkan berisiko tinggi mengalami keterlambatan pertumbuhan, keterlambatan mental, kesalahan bentuk jantung dan mata, sumsum tulang belakang, hingga tuli," kata dia.
Dalam sejarahnya, vaksin Measles Rubella pernah menjadi perdebatan. Aktris Amerika Jenny McCarthy adalah satu sosok ibu dari gerakan anti-vaksin menyatakan sikapnya yang sangat vokal terhadap vaksin campak, gondok, dan rubela (MMR). Dia percaya vaksin tersebut yang memicu Evan, anaknya mengalami autisme. Anggapan McCarthy dipicu oleh penelitian Dr. Andrew Wakefield yang diterbitkan di jurnal medis Inggris, The Lancet.
Penelitian itu kemudian dibantah dan ditarik kembali, setelah dilaporkan bahwa data Dr. Andrew Wakefield tersebut ternyata palsu. Menurut Brian Deer, jurnalis investigatif untuk London’s Sunday Times, dokter Wakefield dibayar lebih dari £400.000 ($665.000) oleh seorang pengacara yang bertujuan untuk membuktikan bahwa vaksin MMR tersebut tidak aman.
Heidi J. Larson dari London School of Hygiene and Tropical Medicine menyatakan vaksin untuk anak-anak adalah kewajiban, bukan pilihan. Setiap orang tua bertugas merawat semua anak di lingkungannya.
“Anda merawat semua anak untuk melindungi masyarakat luas. Keluarga yang menerima subsidi pemerintah atau asuransi kesehatan seharusnya tidak diizinkan untuk tidak ikut vaksinasi. Seharusnya tidak ada pengecualian agama untuk vaksin,” tambah Larson.
Terlebih lagi, tidak ada pengobatan untuk penyakit campak dan rubella. Imunisasi dengan vaksin MR adalah pencegahan terbaik untuk penyakit campak dan rubella. Adi Santoso, kepala laboratorium Protein Terapeutik dan Vaksin, LIPI kepada Tirto menyatakan bahwa vaksin, selain menimbulkan terjadinya proses kekebalan tubuh secara aktif dalam tubuh manusia, keberadaan vaksin dalam masyarakat dapat memberikan efek kebaikan-kebaikan lainnya. “Orang yang telah divaksin tentunya mempunyai kekebalan tubuh yang lebih baik sehingga secara teori akan dapat mengurangi penggunaan antibiotik,” kata Adi.
Tahun ini, Kementerian Kesehatan menjalankan program penambahan vaksin baru di seluruh wilayah Indonesia. Vaksin tersebut di antaranya adalah Measles dan Rubela (MR), Japanese Encephalitis (JE) dan Pnemokukus. Program ini dilakukan guna melengkapi imunisasi dasar lengkap dan menekan angka kesakitan dan kematian anak.
Hal ini ditegaskan Menteri Kesehatan RI, Prof. dr. Nila Moeloek, Sp.M (K) pada Rapat Kerja Menteri Kesehatan. Ia menyatakan bahwa imunisasi MR akan dilaksanakan dalam dua fase. Fase pertama dilaksanakan Agustus dan September 2017 di Pulau Jawa. Sementara itu, fase kedua akan dilaksanakan pada tahun 2018 di seluruh Indonesia.
Kampanye imunisasi Measles Rubella (MR) adalah suatu kegiatan imunisasi secara masal sebagai upaya untuk memutuskan transmisi penularan virus campak dan rubella pada anak usia 9 bulan sampai dengan 15 tahun, tanpa mempertimbangkan status imunisasi sebelumnya. Program ini bertujuan untuk memutus transmisi penularan virus campak dan rubella.
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Suhendra