tirto.id - Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan merespons ucapan politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang memintanya tak lagi menutup jalan dan trotoar untuk aktivitas berdagang.
Hal ini terkait politikus PSI yang berhasil memenangkan gugatan di Mahkamah Agung (MA) pada Perda DKI Jakarta 8/2007 tentang Ketertiban Umum, khususnya pasal 25 ayat (1).
Menurut Anies, Pemprov DKI masih mencari cara untuk menata agar PKL tak ada lagi di trotoar sebagai tindak lanjut dari perintah MA.
"Kita nanti lihat cara-cara untuk pelaksanaannya. Tapi kita ingin Jakarta menjadi kota yang memberikan kesempatan yang setara bagi semuanya," kata Anies di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2019) siang.
Namun, Anies juga menyelipkan sindiran kepada politikus PSI. Menurut dia, seringkali orang hanya memviralkan pelanggaran yang dilakukan oleh kaum menengah ke bawah seperti halnya pedagang yang berjualan di trotoar. Sementara, jika pelanggaran dilakukan oleh kaum atas atau orang mampu, maka kebanyakan hanya diam.
"Jadi yang melakukan pelanggaran itu bukan hanya yang kecil dan miskin. Seringkali kalau pelanggaran pada yang kecil dan miskin ramai-ramai kita viralkan dan caci maki, tapi pelanggaran yang besar dan raksasa luput dari perhatian," sindir Anies.
Ia mencontohkan, salah satunya terkait pelanggaran soal penggunaan atau penyedotan air tanah yang dilakukan oleh hotel-hotel besar di Jakarta.
"Penyedotan air tanah di Thamrin dan Sudirman tidak ada yang potret viral dan tak ada yang nuntut di MA. Tapi kalau rakyat kecil ada yang melanggar karena kebutuhan. Yang melanggar karena keserakahan ditindak secara hukum. Yang melanggar karena kebutuhan harus diselesaikan solusi untuk kebutuhannya," kata Anies.
Padahal, menurut dia, kebanyakan hotel melanggar, karena keserakahan tetapi publik cenderung menekan rakyat kecil.
"Jangan sampai kita lebih sensitif pada pelanggaran rakyat kecil dan insensitif pada pelanggaran yang besar. Padahal besar itu melanggarnya karena keserakahan. Kalau yang kecil, melanggar karena kebutuhan," ujar dia.
Sebelumnya, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta terpilih dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), William Aditya Sarana, mengklaim berhasil memenangkan gugatan tersebut.
"Dalam Perda tersebut [dijelaskan] memperbolehkan Gubernur menutup jalan atau trotoar untuk aktivitas berdagang. Tapi sekarang udah enggak bisa lagi. Aturan tersebut sudah dihapus karena bertentangan dengan pasal 127 ayat 1 UU Nomor 22 Tahun 2009," kata William.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Zakki Amali