tirto.id - Saya sempat berpikir bahwa Sastra Inggris adalah jurusan yang menyulitkanmu lulus dengan cepat. Harus mengulang dua hingga tiga kali di kelas Grammar and Structure. Membuat rambut menipis dengan cepat di mata kuliah Syntax. Atau belajar menjadi pecandu bodrex di kuliah Semantics yang bikin kepala berdenyut. Belum lagi daftar bacaan beragam yang harus dilahap selepas kuliah.
Tapi ternyata pengalaman mengenaskan itu belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan apa yang dialami oleh Indri Juwono. Alumnus Fakultas Arsitektur Universitas Indonesia ini beberapa kali menangis perkara tugas kuliah.
"Dulu memang stres kalau tidak lulus (mata kuliah) Studio," ujarnya.
Menurut Indri, Studio itu durasinya panjang. Untuk satu kali pertemuan, durasinya dari jam 10 pagi hingga pukul 4 sore, alias 6 jam. Seminggu ada 3 kali mata kuliah ini. Karena durasi yang mengerikan itu, banyak mahasiswa Arsitektur berusaha keras di mata kuliah ini. Sayang, mahasiswa bisa berusaha, dosen yang menentukan hasil akhir. Indri pernah tak lulus Studio.
"Di Studio 3 itu aku tak lulus sekali. Di Studio 5, dua kali tak lulus," kata perempuan berambut keriting ini.
"Nangis enggak?" tanya saya setengah meledek.
"Nangis lah," balasnya sembari nyengir. "Yang nangis waktu enggak lulus Studio 5 yang kedua kalinya. Kalau yang Studio 3 enggak lulus karena memang lagi banyak main."
Siksaan tidak hanya berupa mata kuliah dengan durasi panjang. Tapi juga belajar di luar kampus, survei, dan tugas untuk presentasi. Survei lapangan bisa memakan waktu seharian. Setelahnya tak bisa istirahat, harus ada presentasi. Kalau sedang proses desain, para mahasiswa harus begadang untuk menyiapkan presentasi, gambar, dan maket.
"Jadi malam Mingguannya lesu," kata blogger perjalanan ini sembari tertawa.
Dengan segala rutinitas kuliah yang keras itu, maka wajar kalau standar waktu kelulusan mahasiswa Arsitektur bisa lebih panjang ketimbang jurusan lain. Di angkatan Indri, rata-rata mahasiswa lulus di semester 9 hingga 11. Alias butuh waktu 4,5 tahun hingga 5,5 tahun. Meski begitu, Indri toh tak jera dengan pengalaman kuliah di Arsitektur.
Segala tempaan keras itu sepertinya berhasil mendidik Indri jadi perempuan tangguh yang tak canggung menghadapi dunia kerja. Sekarang Indri melanjutkan studi di program Magister Arsitektur dan Sustainabilitas di almamaternya sembari melakoni pekerjaannya di sebuah perusahaan arsitektur.
Jurusan-Jurusan Sangar
"Gak ada orang yang bilang jurusan Sastra Inggris itu berat."
Kalimat pembuka dari Harry Shukman itu bikin saya nyengir. Memang, jurusan yang saya pikir sudah membuat muridnya jungkir balik belajar di luar kampus itu ternyata tidak ada apa-apanya dibanding banyak jurusan lain. Harry merangkum studi dari riset National Survey of Student Engagement Universitas Indiana. Riset ini mengumpulkan rata-rata jam belajar mahasiswa di luar kampus.
Siapa yang menempati peringkat pertama? Indri boleh menepuk dada karena jurusan Arsitektur menempati peringkat pertama dalam hal belajar di luar kampus. Mahasiswa jurusan ini rata-rata menghabiskan waktu 22 jam dalam seminggu untuk belajar selepas kelas. Jika ada 5 hari aktif perkuliahan, itu artinya mahasiswa Arsitektur menghabiskan sekitar 4,4 jam untuk belajar usai kelas rampung.
Kalau kisah Indri kurang menggugahmu, coba tengok pengalaman Eleni Mitzali, mahasiswi Arsitektur di Universitas Notthingham, Inggris. Sekira 42 hari sebelum ujian akhir, Eleni membuat serial swafoto yang menunjukkan perubahan fisik dan mentalnya karena hanya tidur selama 4 jam per hari. Agar tetap melek, Eleni mengonsumsi kopi, minuman berenergi, dan berswa foto. Selama 42 hari, dia rutin memotret wajahnya untuk menunjukkan betapa dia tertekan dan kelelahan.
Di hari pertama, perempuan berusia 22 tahun ini masih sedikit terlihat bugar, walau kantung matanya mulai membesar. Rambut cokelatnya masih sempat ia sisir dengan lumayan rapi. Di hari ketiga dan keempat, di wajahnya mulai ada garis hitam vertikal di bawah mata. Di hari kedelapan, mentalnya mulai kena hantam. Dia menangis setidaknya sekali dalam seminggu.
Di hari keenam belas, Eleni memotret dirinya yang awut-awutan. Kulitnya terlihat tak secemerlang pertama. Dengan lingkaran hitam di bawah kelopak mata yang bengkak. Lima hari setelahnya dia mengunggah satu foto lagi sembari menulis kata pengantar: "Aku takut efek gabungan dari kurang tidur dan terlalu banyak kafein. Tapi setelah sampai sini, pantang biduk surut ke pantai."
Pada hari ke 29, Eleni mengunggah foto wajahnya sembari menambahkan keterangan: 26 jam tanpa tidur. Di hari 41, Eleni mengunggah fotonya bersama seorang kawan lain yang terkapar kelelahan di belakangnya.
"Memang ada orang-orang yang tak tahan dengan kehidupan di Arsitektur," tulisnya.
Di hari ke-42, penderitaannya berakhir. "Tiga puluh detik setelah aku menyerahkan tugas akhir, aku langsung nangis sembari menggelepar di lantai studio. Tapi kali ini tangis senang karena akhirnya siksaan ini usai," katanya.
"Mataku sama bengkaknya seperti ketika aku putus dengan lelaki yang jadi pacarku selama 4 tahun."
Sayangnya, siksaan pada tubuh Eleni tak ikut usai. Perjuangannya memacak harga yang mahal. Eleni dibawa ke rumah sakit karena kelelahan yang amat sangat. Tubuhnya diperbudak hingga titik terjauh, dan efeknya jelas tak baik. Setelah seminggu di rumah sakit, Eleni malah harus masuk ruang darurat untuk operasi karena ada infeksi dalam tubuhnya.
Selain jam belajar luar kampus, ada beberapa hal yang bisa dipakai untuk tolok ukur jurusan paling "keras." Seperti yang digunakan oleh Kno, sebuah perusahaan buku elektronik. Mereka membuat studi tentang perilaku mahasiswa dari enam payung besar jurusan. Yakni Medis dan Keperawatan, Bisnis, Teknik, IPA, Matematika, dan Sosial.
Dari sana bisa diketahui perilaku mahasiswa dalam hal membaca dan jurusan mana yang paling banyak menuntut membaca. Perihal itu, yang paling intens dan stabil membaca adalah mahasiswa dari jurusan Keperawatan. Di awal semester, tengah, hingga akhir, mereka rutin membaca di kisaran 55-58 halaman per minggu. Rata-rata mahasiswa akan kelelahan membaca di masa tengah semester, kecuali mahasiswa Keperawatan. Selain mahasiswa Keperawatan, mahasiswa dari 5 jurusan itu akan makin banyak membaca di akhir semester.
Dari beberapa temuan itu, didapat kesimpulan menarik. Karakteristik mahasiswa Medis dan Keperawatan adalah paling banyak membaca secara intens, karenanya mereka adalah mahasiswa yang paling rajin. Sedangkan mahasiswa bisnis mengalami peningkatan paling drastis dalam membaca di akhir semester. Hal ini membuat mereka menjadi tipe mahasiswa yang tergesa dan menjejalkan seluruh pelajaran di menit-menit akhir.
Sedangkan mahasiswa Matematika adalah yang paling sedikit membaca, karena mereka lebih menekankan pada pokok pelajaran. Karena itu, mereka adalah kelompok mahasiswa yang paling bisa mendapat intisari pelajaran. Mahasiswa IPA juga termasuk mahasiswa dengan perilaku yang konsisten, karenanya bisa tidur lebih nyenyak menjelang ujian akhir semester. Sedangkan mahasiswa Sosial paling sedikit membaca, tapi paling banyak mencari berbagai istilah. Kelompok ini yang cenderung paling suka menunda-nunda.
Bagaimana dengan mahasiswa teknik? Karakteristik mereka adalah paling banyak membaca di akhir semester dan mencari banyak istilah di sepanjang semester. Mereka adalah mahasiswa yang paling banyak mencari jawaban.
Tentu saja hasil kajian ini bisa kau tanggapi semaumu. Kalau kau merasa itu sama dengan perilakumu, tentu kau boleh manggut-manggut sembari membatin: benar juga ya. Kalau ternyata perilakumu tak sesuai dengan riset Kno, apa boleh buat, dunia dan segala tindak tanduknya saja selalu nisbi. Apalagi soal perilaku mahasiswa.
Selain Arsitektur, jurusan lain yang banyak membuat mahasiswa belajar di luar kampus adalah Teknik Kimia (19,66 jam), diikuti oleh Teknik Aeronautika dan Astronotika (19,24 jam), Teknik Biomedis (18,82 jam), lalu Biologi Molekuler dan Sel (18,67). Jurusan yang membuat mahasiswanya tak banyak belajar di luar adalah jurusan Park, Recreation, Leisure Studies, Sports Management (11 jam).
Diikuti oleh jurusan Public Relations dan Periklanan (12,17 jam), serta Komunikasi Massa dan Kajian Media (12,18 jam). Sedangkan jurusan saya? Ada di bagian tengah, urutan 44 dari 86 jurusan. Rata-rata waktu belajar di luar kampus mahasiswa Sastra Inggris adalah 15,18 jam.
Tapi apa boleh buat, orang bijak pernah berkata: perjalanan mencari pengetahuan adalah tentang melanglang di jalan sunyi penuh aral. Rasanya nihil jurusan yang menjamin kamu tak akan menjalani hidup dengan susah payah. Maka, wajar dengan segala kesusahan itu, mahasiswa banyak mengalami gangguan tidur. Riset dari Universitas Brown mengatakan 73 persen mahasiswa mengalami gangguan tidur. Mereka pula adalah salah satu kelompok terbesar yang mengalami kekacauan jadwal tidur.
Mendengar cerita Indri dan Eleni mengingatkan saya pada pepatah Jawa: urip iku sawang sinawang, mula aja mung nyawang sing kesawang. Kita kerap merasa paling menderita, tapi ternyata banyak orang lain yang lebih nelangsa.
Mahasiswa Arsitektur jelas salah satunya.
Penulis: Nuran Wibisono
Editor: Maulida Sri Handayani