tirto.id - Dalam satu bingkai foto, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo duduk diapit Suyadi Hadiwinoto, wakil ketua IV STIE ISM, dan Abdul Wahid Maktub, Staf Khusus Menristekdikti Mohamad Nasir. Di samping Maktub, ada Dedi Mulyadi, saat itu masih menjabat Bupati Purwakarta. Suyadi terlihat menunduk seperti berbisik kepada Tjahjo. Maktub terlihat tersenyum.
Tepat di belakang mereka ada dua petinggi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia School of Management: Bobby Reza, Ketua STIE ISM saat ini, mengenakan batik putih bercorak hitam; dan Rufman Iman Akbar adalah mantan ketua STIE ISM yang terlihat duduk sedekap.
Foto ini diambil ketika Tjahjo menghadiri wisuda mahasiswa STIE, STT, dan STAI Pelita Bangsa pada 15 November 2017. Berdasarkan situs resmi kampus Pelita Bangsa, saat itu ada 1.223 mahasiswa yang diwisuda.
Politikus PDI Perjuangan itu memberikan kata sambutan dalam acara wisuda tersebut: “Mahasiswa saat ini harus aktif memprogramkan Nawacita untuk Negara kita ini. Tugas Anda-Anda belum selesai. Setelah wisuda ini, Anda semua dihadapkan pada tuntutan nyata. Gunakan bekal pengetahuan Anda untuk mencerdaskan bangsa."
Tjahjo, menurut klaim Bobby, adalah dewan penyantun Yayasan Indonesia Sains dan Manajemen Jakarta, yang menaungi STIE ISM.
“Pak Tjahjo, Pak Moeldoko juga,” klaim Bobby. Moeldoko kini Kepala Staf Kepresidenan Joko Widodo.
Hal sama diungkapkan oleh Slamet Riyanto, Ketua STMIK Triguna Utama sekaligus Dewan Pengawas Yayasan Pendidikan Setiapada Nusantara yang membawahi STKIP Sera. Slamet mengklaim Tjahjo dan Moeldoko menjadi dewan penasehat dan dewan penyantun di STMIK Triguna, STIE ISM dan Pelita Bangsa.
Sejumlah sekolah tinggi itu—STIE ISM, STKIP Sera, STMIK Triguna Utama, dan Pelita Bangsa—dimiliki Mardiyana dan istrinya, Koes Indrati Prasetyorini.
Semula Slamet mengatakan dua pejabat negara itu menjadi dewan penasehat dan penyantun sejak 2017. Namun, tak lama berselang, ia menghapus pesan yang dikirim ke reporter Tirto dan meralatnya. “Maaf, sejak tahun 2018,” katanya.
Slamet mengirim juga bagan struktur Yayasan STIE ISM. Dalam bagan itu, Tjahjo Kumolo menjabat sebagai Dewan Penasehat dan Moeldoko sebagai Dewan Penyantun.
Hamzah Muhammad Mardiputra, Sekretaris Yayasan Pelita Bangsa, berkata "tidak tahu" soal posisi kedua pejabat itu di yayasan. “Itu yang tahu Pak Mardiyana,” katanya.
Bagan organisasi STIE ISM, kampus di bawah yayasan milik Mardiyana, pemain lama dalam jual beli ijazah bodong. @Dok/Tirto
Tirto mengonfirmasi klaim Bobby dan Slamet kepada Mendgari Tjahjo dan KSP Moeldoko. Sayangnya, Tjahjo tidak memberikan jawaban.
Upaya konfirmasi ke nomor telepon Tjahjo selama dua hari terakhir bernada "sibuk". Adapun mengirim pesan via WhatsApp ke nomor Tjahjo juga tidak dibaca oleh dia.
Moeldoko, saat kami mengonfirmasi klaim pihak Yayasan, membantah menjadi dewan penyantun STIE ISM. “Kayaknya enggak,” katanya lewat pesan singkat. Tapi Moeldoko membenarkan ia menjadi dewan penyantun di Yayasan Pelita Bangsa.
Dalam penelusuran berita, Moeldoko baru-baru ini menghadiri acara wisuda di kampus Pelita Bangsa pada 18 November 2018. Saat itu Moeldoko hadir sebagai Kepala Staf Presiden.
Yayasan yang Menaungi STIE ISM: Dari Akbar Tanjung ke Mardiyana
Relasi kampus-kampus milik Mardiyana dengan para pejabat di Indonesia memang sudah terjalin sejak lama. Relasi itu terlihat dari riwayat pendiri dan pengurus Yayasan Indonesia Sains dan Manajemen Jakarta, yang menaungi STIE ISM. Alamat kampus ini pindah ke sebuah gedung baru empat lantai di Tigaraksa, Kabupaten Tangerang.
Berdasarkan akta dari Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM, Yayasan Indonesia Sains dan Manajemen Jakarta didirikan oleh politikus senior Golkar, Akbar Tanjung. Tidak diketahui jelas kapan yayasan ini dibentuk. Pada 21 Juli 1997, Yayasan ini membuat kampus STIE ISM.
Alamat awal STIE ISM di kantor Yayasan Purnama Depdikbud di Jl. Tirtayasa II Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Yayasan Purnama Depdikbud dibuat oleh mantan menteri pendidikan dan kebudayaan zaman Soehato, Mashuri Saleh. Yayasan ini mengasuh STKIP Purnama.
Hukum di Indonesia mengenal pendiri yayasan tidak bisa digantikan, tetapi pengurus yayasan selalu berganti. Sehingga nama Akbar Tanjung tetap disebut dalam data AHU, betapapun pengurus yayasan sudah bergontai-ganti orang.
Pada awal pendirian, yayasan ini diketuai oleh Prof Dr MH. Matondang, MA. Matondang adalah salah seorang yang dipercaya oleh Presiden Sukarno untuk menyukseskan pembangunan Hotel Indonesia. Matondang kemudian dipercaya menjadi direktur BUMN yang mengelola Hotel Indonesia.
Adapun posisi sekretaris Yayasan dijabat oleh Krisnina Akbar Tanjung, istri Akbar Tajung. Bendahara dipegang oleh Tumiur Suriyati Simatupang.
Pada 22 Desember 2016, struktur pengurus yayasan itu berubah total. Semua jabatan dalam struktur diisi oleh keluarga Mardiyana.
Nama Mardiyana masuk sebagai pembina; istrinya, Koes Indrati, menjadi ketua; sekretaris dipegang oleh Hamzah Muhammad Mardiputra, anak kadung Mardiyana; dan posisi bendahara dijabat oleh Ramdhani Fakhrunnisa, menantu Mardiyana.
Tidak hanya struktur pengurus, pengawas Yayasan pun diisi keluarga Mardiyana. Burhanudin Jusuf Mardiputra dan Ilham Muhammad Mardiputra, keduanya anak Mardiyana, menjabat ketua dan anggota pengawas Yayasan.
Klan Keluarga Mardiyana di Dua Yayasan Lain
Mardiyana dan keluarganya tak cuma menguasai satu yayasan pendidikan. Mereka juga memegang Yayasan Pendidikan Setiapada Nusantara dan Yayasan Pelita Bangsa.
Yayasan Pendidikan Setiapada Nusantara mengasuh STKIP Sera; kampusnya menempati sebuah ruko di Cikokol, Tangerang. Sementara Yayasan Pelita Bangsa mengasuh tiga kampus: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi, Sekolah Tinggi Teknik, dan Sekolah Tinggi Agama Islam Pelita Bangsa. Ketiga kampus ini terletak di Cikarang Pusat, Bekasi.
Yayasan Pendidikan Setiapada Nusantara dibikin oleh Mardiyana pada 2014. Dalam dokumen AHU, Mardiyana tercatat sebagai pendiri sekaligus pembina yayasan.
Ketua pengurus yayasan dipegang oleh istrinya, Koes Indrati. Sekretaris yayasan dipegang oleh Siti Awaliyadi Deliabilda, menantu Mardiyana; dan bendahara dijabat oleh Hamzah Muhammad Mardiputra, anak Mardiyana.
Posisi ketua pengawas Yayasan Setiapada Nusantara dipegang oleh Slamet Riyanto. Slamet kini menjabat ketua STMIK Triguna Utama. Berdasarkan monitoring dan evaluasi (monev) Tim Evaluasi Kinerja Akademik, pada 2017 STMIK Triguna mengeluarkan 728 ijazah tanpa dasar yang jelas.
Sementara Yayasan Pelita Bangsa dibikin oleh Mardiyana pada 16 Mei 2014. Di sini Mardiyana menjadi pendiri sekaligus pembina. Istrinya menjadi pendiri sekaligus ketua pengurus yayasan.
Hamzah Muhammad Mardiputra, anak kadung Mardiyana, menjabat sekretaris; sementara posisi bendahara dijabat oleh sang menantu, Ramdhani Fakhrunnisa.
Posisi ketua Dewan Pengawas Yayasan Pelita Bangsa tetap dipegang pihak keluarga: Burhanudin Jusuf Mardiputra, anak Mardiyana.
Di Yayasan Pelita Bangsa inilah, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan menjadi Dewan Penyantun.
Dalam pemberitaan kami mengenai kampus-kampus bermasalah yang ditengarai menjualbelikan ijazah bodong, Pelita Bangsa disebut dalam kaitan pemiliknya sama, yakni Mardiyana. Sangat mungkin sekolah-sekolah tinggi di bawah Yayasan Pelita Bangsa tidak tersangkut praktik ijazah abal-abal, yang mencoreng muka dan menjadi problem akut pendidikan tinggi di Indonesia.
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Fahri Salam