tirto.id - Pada 2015, Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) menggerebek wisuda abal-abal dari lulusan kampus milik Yayasan Aldiana Nusantara: Sekolah Tinggi Teknologi (STT) Telematika, Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Suluh Bangsa, dan Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT).
Lebih dari 1.000 mahasiswa yang ikut diwisuda tapi tanpa mengikuti perkuliahan. Mereka berdalih mereka kuliah lewat metode kelas jauh. Namun, berkas-berkas administrasi studi tidak bisa ditunjukkan sama sekali.
Yayasan Aldiana Nusantara bukan satu-satunya yang jadi sasaran saat itu. Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi mengincar banyak kampus yang ditengarai menjualbelikan ijazah dengan modus kuliah fiktif. Dari hasil evaluasi, Menteri Mohamad Nasir memutuskan menonaktifkan 243 kampus bermasalah.
Direktur Pembinaan Direktorat Kelembagaan Kemenristekdikti Totok Prasetyo berkata penutupan itu bukan cuma terhadap kampus bermasalah yang menerbitkan ijazah abal-abal, tapi atas kampus sepi peminat.
Dalam perjalanannya, Kementerian "membina" kampus-kampus itu. Terhitung sampai November 2018, dari 243 kampus itu, sudah ada 100 kampus yang statusnya aktif kembali kini, 91 kampus ditutup, 14 kampus masih dalam pembinaan, 1 kampus dalam status alih kelola, 2 kampus dalam proses alih bentuk, dan 35 kampus tanpa keterangan.
Dari 100 kampus yang aktif itu, menurut Totok, sudah melalui proses pembinaan. Ia menegaskan tugasnya membina kampus, bukan membinasakan. Setiap kampus diberikan waktu 6 bulan untuk memperbaiki diri. Bila ada progres, maka akan terus dibina, selanjutnya diaktifkan kembali. Bila tidak, akan ditutup.
“Yang sudah ditutup itu yang sudah tidak ada proses belajar mengajarnya, sudah tidak mau bicara lagi untuk menjadi perguruan tinggi. Jadi sudah tutup,” ujar Totok kepada Tirto.
Yang Dibekukan dan Aktif Lagi
Dua di antara kampus yang ditutup adalah milik Yayasan Aldiana Nusantara: STT Telematika dan STKIP Suluh Bangsa. Ada juga STIE Adhy Niaga di Bekasi, yang gagal menunjukkan data lulusan mahasiswanya.
Masing-masing kampus yang ditutup itu juga sudah diberikan kesempatan untuk membenahi diri, menurut Totok. Tapi, karena gagal memberi progres yang baik, Kementerian memutuskan menutupnya.
Nasib tiga kampus itu kurang mujur dibandingkan 100 kampus bermasalah yang sudah aktif lagi. Sebab, meski tidak benar-benar “bersih” dari masalah, 100 kampus itu masih bisa hidup dan mengulangi kesalahan yang sama.
Dua kampus yang tetap aktif meski mengulangi kesalahan yang sama itu termasuk STIE ISM (beralamat di Tigaraksa, Kabupaten Tangerang) dan STMIK Triguna Utama (Cinere, Depok). Pada 2016, kedua kampus ini masih mencuri-curi kesempatan berbuat nakal. Keduanya pernah menggelar ujian skripsi serentak dengan menggunakan dosen penguji dari luar. Anehnya, dosen penguji tidak berhak menentukan kelulusan mahasiswa.
Temuan terbaru Tim EKA pada awal Oktober 2018 menunjukkan kedua kampus itu melakukan praktik skripsi jiplakan dan meluluskan mahasiswa tanpa menyelesaikan tesis. Khusus STMIK Triguna Utama bahkan mengeluarkan 728 ijazah tanpa dasar.
Temuan kami: ada peran seorang staf khusus menteri bernama Abdul Wahid Maktub, politikus Partai Kebangkitan Bangsa, yang minta "bantuan" melalui memo pribadi kepada Totok agar kedua kampus bermasalah itu dipulihkan. Menteri Nasir, atasan Maktub, adalah politikus PKB. Kedua kampus itu milik Mardiyana, pemain lama dalam jaringan jual beli gelar dan ijazah sejak 2000.
Kedua kampus itu akan dijadikan satu pengelolaan di bawah Universitas Pelita Bangsa, notabene milik Mardiyana. Bersama istrinya, Mardiyana memiliki tiga sekolah tinggi di bawah Yayasan Pelita Bangsa yang berlokasi di Cikarang Pusat, Bekasi.
Meski ada temuan itu, Ketua STIE ISM Bobby Reza berdalih Kementerian tak pernah membekukan kampusnya melainkan "statusnya adalah pembinaan".
Maktub saat ditanya perannya dalam kasus ini membantah temuan Tirto. Menurutnya, memo yang dia tulis untuk Totok adalah upaya agar proses mengaktifkan kembali kampus bermasalah tidaklah lamban.
Mardiyana berdalih rencana penggabungan kampus-kampus bermasalah miliknya tak ada kaitan dengan kasus-kasus lama yang melibatkan dirinya.
Ironi Perguruan Tinggi
Pemerintah punya pekerjaan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas lulusan perguruan tinggi. Sayangnya, pemerintah masih mengandalkan perguruan tinggi swasta. Dari 3.254 perguruan tinggi di Indonesia, hanya 122 saja yang negeri.
“Kalau enggak ada swasta, kayak apa tugas pemerintah beratnya?” kata Totok.
Mengaktifkan kembali kampus yang sempat bermasalah ini semacam solusi agar jumlah lulusan perguruan tinggi setidaknya terus stabil. Sayangnya, banyak lulusan perguruan tinggi tidak menjamin menekan angka serapan kerja. Masih banyak lulusan sarjana yang akhirnya menganggur.
Menteri Nasir pernah menyebutkan dari 7 juta pengangguran di Indonesia, 8,8 persennya adalah sarjana. Artinya, ada 630-an ribu sarjana yang menganggur. Beberapa penyebabnya: rendahnya mutu dan keterampilan lulusan serta kementerian terlalu mudah memberi izin pendirian kampus swasta.
Ini tentu ironi. Saat banyak lulusan sarjana dari kampus-kampus yang menerapkan proses belajar yang benar saja masih menganggur, masih ada praktik jual beli ijazah bodong lewat modus perkuliahan fiktif. Parahnya, pemerintah memfasilitasi kampus-kampus bermasalah ini meningkatkan statusnya dan memberikan akreditasi.
STIE ISM, misalnya. Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi memberikan akreditasi B untuk pascasarjana di kampus ini. Padahal, ada bukti konkret kampus ini melakukan kuliah fiktif.
Kondisi ini makin suram saat kementerian memaklumi praktik-praktik culas semacam itu. Dalam kasus kelas jauh STMIK Triguna Utama, mahasiswa yang tidak diakui dan tidak terdaftar pada 2017 mendadak bisa mengikuti wisuda pada 2018.
Uman Suherman, Ketua Kopertis IV (Jawa Barat dan Banten), mengatakan dalam kasus seperti ini, mahasiswa harus dilihat sebagai korban dari kampus yang bermasalah. Karena itu otoritas perguruan tinggi melakukan pemutihan sehingga para mahasiswa bisa tetap lulus, ujarnya.
“Yang bersangkutan pada zaman jahiliah itu tidak terdaftar, kemudian kami perlu memperhatikan nasib orang karena bagaimanapun yang bersangkutan itu korban. Ketika pemutihan, yang bersangkutan daftar lagi,” kata Suherman.
Berikut daftar kampus yang sempat dibekukan pada 2015 tapi aktif kembali:
Aceh
1. Akademi kebidanan Meuligoe Nur Amin
2. STIKES Bustanul Ulum Langsa
Batam
3. Akademi Akuntansi Permata Harapan
Kep. Riau
4. Akademi Bahasa Asing Permata Harapan
5. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karimun
6. STIE Prakarti Mulya
Sumatera Utara
7. Akademi Kebidanan Eunice Rajawali, Binjai
8. Akademi Kebidanan Dewi Maya
9. Akademi Manajemen Informatika Dan Komputer Medan
10. AMIK Stiekom Sumatera Utara
11. Politeknik Wilmar Busnis Indonesia
12. Politeknik Yanada
13. Politeknik Trijaya Krama
14. Politeknik Tugu 45, Medan
15. Politeknik Profesional Mandiri
16. Sekolah Tinggi Kelautan dan Perikanan Indonesia
17. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Riama
18. STKIP Riama
19. STIT Al-Hikmah Tebing Tinggi
20. STAI Al-Ikhlas Sidikalang, Dairi,
Sumatera Selatan
21. Akademi Analis Kesehatan Widya Dharma
Sumatera Barat
22. STIE Widyaswara Indonesia
23. STKIP Widyaswara Indonesia
Jambi
24. STIT YAPIMA Muara Bungo
25. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Jambi
Banten
26. Akademi Kebidanan Al-Ishlah, Cilegon
27. STIE ISM
28. STMIK Triguna Utama
DKI Jakarta
29. Politeknik Bunda Kandung
30. Akademi Sekretari dan Manajemen Pitaloka
31. AMIK Mpu Tantular
32. AMIK Andalan Jakarta
33. Akademi Keuangan dan Perbankan LPI
34. Akademi Akuntansi Artawiyata Indo-lpi
35. Sekolah Tinggi Desain Interstudi
36. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Santa Ursula
37. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Dwipa Wacana
38. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Ganesha
39. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Nasional Indonesia
40. Sekolah Tinggi Keuangan Niaga & Negara Pembangunan
41. STIBA Indonesia LPI
42. STMIK Eresha
43. STKIP Albana
44. STKIP Purnama
45. Universitas Kejuangan 45 Jakarta
46. Universitas Islam Attahiriyah
47. Universitas Ibnu Chaldun
Jawa Barat
48. Akademi Teknologi Aeronautika Siliwangi
49. Akademi Teknologi, Bandung
50. Politeknik LP3I, Bandung
51. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Hidayatullah, Depok
52. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Gici
53. Sekolah Tinggi Teknologi Pratama Adi
54. Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Dharma Andhiga
55. Sekolah Tinggi Teknologi Mitra Karya
56. Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Budi Bakti
57. Sekolah Tinggi Ilmu Teknik Bina Putra
58. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Tribuana, Tambun
59. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan, Cirebon
60. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Dharma Agung, Bandung
61. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pandu Madania
62. STISIP Bina Putera Banjar
63. STMIK Mikar
64. Universitas Majalengka
Jawa Tengah
65. AMIK PGRI, Kebumen
66. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Muhammadiyah, Cilacap
Jawa Timur
67. Institut Sains dan Teknologi Palapa
68. Institut Teknologi Pembangunan, Surabaya
69. IKIP PGRI, Jember
70. IKIP Budi Utomo
71. STAI Ar-Rosyid, Surabaya
72. STAI Al-Qodiri, Jember
73. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pemuda
74. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pemnas Indonesia
75. Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sunan Giri
76. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Artha Bodhi Iswara
77. Universitas Kahuripan, Kediri
78. Universitas PGRI Ronggolawe
79. Universitas Nusantara PGRI, Kediri
80. Universitas Teknologi, Surabaya
81. Universitas Bondowoso
82. Universitas Mochammad Sroedji
83. Universitas Darul ulum
Bali
84. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan, Jembrana
Nusa Tenggara Barat
85. STIKES Yahya, Bima
86. Sekolah Tinggi Teknik, Bima
Kalimantan Selatan
87. Akademi Kebidanan Martapura
Sulawesi Selatan
88. Akademi Kebidanan Gunung Sari, Makassar
89. Institut Kesenian, Makassar
90. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yapika
91. STAI Al-Amanah, Jeneponto
92. STIKES Muhammadiyah, Sidrap
Sulawesi Barat
93. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Bangsa, Majene
Sulawesi Tengah
94. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Panca Bhakti, Palu
95. Universitas Alkhairaat
Sulawesi Utara
96. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Swadaya, Manado
97. Universitas Sari Putra Indonesia, Tomohon
Sulawesi Tenggara
98. STAI Syarif Muhammad Raha, Muna
Maluku
99. Universitas Darussalam Ambon
Papua Barat
100. STIT YAPIS, Manokwari
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Fahri Salam