tirto.id - Direktur Pembinaan Kelembagaan Perguruan Tinggi Totok Prasetyo tidak dengan tegas menjawab apakah wajar seorang staf khusus menteri membuat memo buat menyelesaikan kampus-kampus bermasalah.
Memo yang dimaksud adalah memo dari Abdul Wahid Maktub, staf khusus Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir. Memo Maktub tersebut meminta Totok "membantu" kedua kampus bermasalah, STKIP Sera dan STMIK Triguna Utama, pada April 2017 dan September 2018.
“Bagi saya, enggak tahu wajar atau enggaknya. Tanpa itu pun saya tetap akan melaksanakan kewajiban saya. Tapi itu bukan menjadi tekanan buat saya,” kata Totok kepada Tirto.
Kedua kampus itu terlibat penerbitan ijazah bodong lewat beragam praktik kejanggalan, termasuk menggelar kelas jauh serta jumlah mahasiswa lulus lebih banyak dari jumlah skripsi. Pemilik kedua kampus itu adalah Mardiyana, pernah terlibat jual beli ijazah palsu pada 2015.
Totok berkata ia tak diam saja saat menerima memo Maktub. Ia melapor ke atasannya, Direktur Jenderal Kelembagaan Kemenristekdikti, Patdono Suwignjo.
“Kalau saya dimarahin juga enggak apa-apa, kok,” kata Totok.
Kedua memo itu diakui sendiri oleh Maktub saat Tirto menunjukkan salinannya. [Lihat kedua memo: surat STKIP Sera dan STMIK Triguna.]
Kepada Tirto, Maktub berkata membantu banyak kampus bermasalah. Selama tunduk pada aturan Kementerian, tidak ada salahnya mengampuni kampus-kampus bermasalah, ujarnya.
Maktub mengaku lupa kampus mana saja yang sudah ia bantu karena jumlahnya ada banyak. Bantuan itu diberikan karena ia melihat kampus sudah melakukan sesuatu untuk memperbaiki diri.
“Kalau sudah sesuai aturan, mohon dibantu. Kan, begitu. Jangan dipersulit,” ujar Maktub.
“Saya di sini tidak pandang [bulu]," ujar Maktub. "Pak Totok, Dirjen, juga saya sikat. Saya terbuka dengan siapa pun. Kalau ada apa-apa, silakan, yang penting ada bukti. Nanti saya langsung dengan Pak Menteri,” katanya merujuk Menteri Nasir.
Temuan Tim EKA yang “Dibereskan” Maktub
Abdul Wahid Maktub adalah politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), sama halnya dengan Menteri Nasir. Ia juga pernah menjadi Duta Besar Indonesia untuk Qatar (2003-2007).
Tak tak cuma membantu kampus-kampus bermasalah lewat memo, Maktub pernah melawan kebijakan Kementerian, misalnya pada kasus Universitas Darussalam Ambon yang pernah bersengketa dengan pengurus yayasan. Maktub hadir dalam wisuda kampus itu dan menyebut wisuda tersebut resmi dan sah.
“Tentu kalau kami hadir di sini, ini legal, dong. Diakui negara,” kata Maktub, 6 Agustus 2016.
Omongan Maktub berbeda dari keterangan resmi Totok Prasetyo. Totok, yang mewakili Dirjen Kelembagaan Kemenristekdikti, menyatakan wisuda itu ilegal. Totok menegaskan staf khusus saat itu hanya diundang dan tidak bertugas melegalisasi wisuda saat itu.
“Waktu itu sudah kami sampaikan, tetap tidak menjadi legalisasi. Kami tetap tidak menganggap karena waktu terjadi dualisme yayasan. Staf khusus mengatakan, 'Saya datang hanya karena diundang'. Tidak ada statement bahwa wisuda itu menjadi legal,” tegas Totok.
Tak hanya datang ke wisuda Universitas Darussalam Ambon, Maktub juga menghadiri wisuda sejumlah kampus, salah satunya di kampus STAI Pelita Bangsa pada November 2017. Maktub datang bersama Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Kampus STAI Pelita Bangsa, beralamat di Cikarang Pusat, Bekasi, juga dimiliki Mardiyana.
Maktub juga membela Fathur Rokhman, Rektor Universitas Negeri Semarang, yang diduga terlibat plagiarisme. Maktub mengatakan tuduhan plagiat terhadap Fathur tidak terbukti. Ia justru menuding ada kepentingan politik di balik tudingan tersebut.
“Hanya karena persaingan. Ada pihak lain menuduh calon rektor plagiat. Tapi enggak terbukti. Jadi itu kemudian dibesar-besarkan,” kata Maktub.
Pernyataan Maktub berbeda dari temuan Tim Kajian untuk UNNES yang ditujukan kepada Menteri Nasir dalam dokumen bertanggal 14 September 2018 yang diperoleh Tirto. [Lihat Dokumen Tim Kajian untuk UNNES]
"Secara kronologis dari 2001-2005," tulis dokumen itu, "hasil karya Fathur Rokhman menunjukkan [dia] melakukan perbuatan tidak jujur (fraud) sebagai seorang akademisi secara sistemik dengan melakukan plagiat terhadap karya skripsi Ristin Setiyani (2001) dengan double publication, self-plagiarism, copy-paste, menyuruh dan membiarkan mahasiswa menjiplak. Bahkan tindakan fraud ini masih terulang di tahun 2018."
Kesimpulan Tim, "Fathur memiliki integritas dan etika akademik yang rendah."
Meski begitu, baik Menteri Nasir maupun Maktub mengabaikan hasil temuan Tim. Nasir akhirnya melantik Fathur Rokhman sebagai Rektor UNNES.
Penyalahgunaan Wewenang Staf Khusus Menteri
Semua urusan kampus-kampus bermasalah sebenarnya bukanlah ranah dari staf khusus menteri. Masalah itu menjadi ranah Dirjen Kelembagaan yang dipimpin oleh Patdono Suwignjo. Sedangkan urusan pemberian sanksi pembinaan ada di tangan Totok, notabene menjadi anak buah Patdono.
Begitu pula urusan memberi memo; seharusnya bukan urusan dari staf khusus menteri. Apalagi ikut merekomendasikan kampus-kampus bermasalah dihidupkan kembali dengan dalih "telah melakukan perbaikan."
Berdasarkan Peraturan Presiden 7 tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara [PDF], tugas staf khusus menteri [pasal 70] adalah "... memberikan saran dan pertimbangan kepada Menteri atau Menteri Koordinator sesuai penugasan Menteri atau Menteri Koordinator dan bukan merupakan bidang tugas unsur-unsur organisasi Kementerian atau Kementerian Koordinator.”
Hal itu dibenarkan oleh Maktub sendiri. Namun, ia menegaskan jabatan staf khusus menteri memang bersifat politis. Sehingga ia harus "memasang mata dan telinga" untuk memantau kinerja birokrasi. Dalam kasus kampus-kampus itu, ia memastikan proses pembenahan berlangsung dengan baik.
“Sejauh mana mereka ini melayani .... Kampus menunjukkan kepada saya bahwa ia sudah melakukan upaya-upaya. Kalau sudah waktunya, mereka sudah baik, kenapa harus sulit?” katanya.
Tapi saat Tirto bertanya bagaimana ketika kampus-kampus bermasalah ini yang pernah dibantu lewat memo dia kembali bermasalah, Maktub mengelak, “Ya... itu tolong dikasih tahu. Saya enggak cuma ngurusi ini."
Tidak hanya peran politis, jabatan staf khusus menteri seperti yang diemban Abdul Wahid Maktub memiliki kelebihan dibandingkan jabatan struktural lain: ia bertanggung jawab langsung pada menteri dan posisinya sama dengan pejabat eselon 1b--dalam hal ini di bawah dirjen dan di atas direktur.
Jabatan ini agaknya memang lazim menjadi jatah politikus partai. Ini terlihat dari pemilihan dua staf khusus Menteri Ristekdikti Mohamad Nasir: Maktub dan Jabidi Ritonga. Keduanya berafiliasi dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), partai tempat Nasir bernaung.
Dan patut diketahui, Nasir adalah Ipar Muhaimin Iskandar, notabene Ketua Umum PKB. Muhaimin pernah hadir pada acara kampus milik Mardiyana, yang kini dibela oleh Maktub lewat memo-memo saktinya.
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Fahri Salam