tirto.id - Seri laporan yang kami terbitkan pada 26-30 November ini bermula dari dokumen Monev Tim Evaluasi Kinerja Akademik dari Kementerian Ristek Dikti terhadap STIE ISM dan STMIK Triguna Utama. Monev ini dilakukan pada 5-6 Oktober 2018.
Dari dokumen itu, kami mengetahui ada kejanggalan pengelolaan kampus. Dua temuan penting:
1. Jumlah mahasiswa lebih banyak dari jumlah skripsi.
2. Penerbitan ijazah lebih banyak dari jumlah mahasiswa.
Kami lantas menguji dokumen itu kepada sumber-sumber primer di kedua sekolah tinggi tersebut. Itu mengantarkan kami pada STKIP Sera. Temuan kami: kedua sekolah tinggi tersebut akan bergabung menjadi Universitas Pelita Bangsa.
Ketiga sekolah tinggi itu, termasuk juga kampus di bawah Yayasan Pelita Bangsa, dimiliki oleh keluarga Mardiyana, salah satu pemain lama dalam kasus jual beli gelar dan ijazah. Kasus yang melibatkan Mardiyana pernah mencuat pada 2005 dan 2015.
Pada 2015, STIE ISM, STMIK Triguna Utama, dan STKIP Sera pernah dibekukan oleh Kementerian karena masalah yang hampir serupa. Kami mendatangi ketiga kampus itu secara bergiliran. Kami tidak menemukan ada perkuliahan di kampus tersebut, kecuali di STIE ISM.
Dari penelusuran ini, kami mendapatkan sejumlah dokumen tambahan, salah satunya kartu ujian skripsi mahasiswa Triguna Utama.
Dari kartu ujian itu, kami melacak nama-nama dosen: dua dosen yang tercatat di kartu ujian bukanlah dosen STIE ISM atau STMIK Triguna Utama; sisanya tidak diketahui.
Kami mengonfirmasi temuan-temuan ini pada pihak kampus dan mereka membantah.
Dari pemilik kampus, Mardiyana, kami mendapati ada relasi dengan Abdul Wahid Maktub, Staf Khusus Menteri Ristek Dikti Mohamad Nasir.
Wawancara dengan Mardiyana sinkron dengan dokumen memo Maktub yang didapatkan redaksi Tirto.
Ada dua memo: terkait STMIK Triguna Utama yang membuka kelas jauh dan bermasalah; serta memo Maktub terkait permintaan nomor registrasi STKIP Sera yang dibuat oleh Kopertis IV (menaungi Jawa Barat dan Banten).
Kami mewawancarai Maktub dan menunjukkan salinan memo yang dia buat. Maktub membenarkannya.
Kami mengerjakan liputan selama sebulan. Semua narasumber sudah kami konfirmasi: dari pihak kampus sampai Kementerian untuk konfirmasi dan klarifikasi. Kami juga merilis wawancara dari sumber-sumber primer itu demi memberi ruang bantahan.
Selain itu, selagi laporan-laporan ini mulai dirilis, kami kembali mendatangi STIE ISM di Tigaraksa, Kabupatan Tangerang, untuk mencari tahu pendapat mahasiswa.
Kami juga meminta tanggapan Menteri Nasir atas kasus jual beli ijazah dari kampus-kampus ini dan menguji ucapannya.
Kami merilis hak jawab dari ketiga sekolah tinggi tersebut.
==========
Kami ingin melibatkan Anda untuk melaporkan kepada kami soal indikasi maupun praktik-praktik janggal yang merusak kepentingan publik. Silakan kontak kami ke redaksi@tirto.id.
Editor: Redaksi