tirto.id - Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia School of Management (STIE ISM), di bawah naungan Yayasan Indonesia Sains dan Manajemen Jakarta, bisa ditempuh sekitar 30 menit dari Stasiun Tigaraksa, Kabupaten Tangerang.
Kampus yang dimiliki Mardiyana, pemain lama dalam jaringan jual beli ijazah bodong, ini menempati sebuah gedung baru 4 lantai seluas 10 ribu meter di tengah-tengah perumahan warga. Sebelumnya sekolah tinggi ini menyewa sebuah ruko di Cikokol, Tangerang.
Sebagaimana sebuah kampus, STIE ISM memiliki 20 ruang belajar di lantai satu dan dua, aula kampus di lantai 4 yang bisa diubah jadi ruang belajar, lab komputer, perpustakaan, serta rumah ibadah di lantai dasar.
Mardiyana mengatakan kepada Tirto bahwa STIE ISM dirancang akan menjadi kampus pusat bagi sekolah-sekolah tinggi lain miliknya, STKIP Sera (Cikokol, Tangerang) dan STMIK Triguna Utama (Cinere, Depok). Ketiga kampus yang bermasalah pada 2015 terkait kasus jual beli ijazah abal-abal itu akan digabung ke dalam satu pengelolaan di bawah Universitas Pelita Bangsa—juga dimiliki oleh Mardiyana.
STIE ISM menjadi subjek pemberitaan kami setelah ada temuan dari Tim Evaluasi Kinerja Akademik dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi bahwa kampus ini masih bermasalah kendati sudah beroperasi lagi sejak dibekukan pada 2015. Salah satu kejanggalannya nisbah dosen dan mahasiswa yang jomplang: seorang dosen menangani 166-an mahasiswa S1 Manajemen; dan untuk program pascasarjana, seorang dosen mengajar 42-an mahasiswa.
Reporter Tirto kembali mendatangi sekolah tinggi ini pada Rabu lalu (28/11) untuk melihat bagaimana aktivitas perkuliahannya. Halaman kampus masih sepi pada siang hari. Tetapi, menjelang malam, kegiatan kuliah mulai terlihat.
Satu per satu mahasiswa berdatangan, mayoritas mengendarai sepeda motor. Sebagian tergopoh-gopoh untuk mengikuti ujian tengah semester. Kebanyakan mahasiswa baru pulang dari pabrik, tempat kerja mereka.Seorang mahasiswi semester tiga bernama Herlita mengatakan ia tertarik kuliah di STIE ISM karena "cuma kampus ini yang megah di Tigaraksa".
Selain itu, katanya, biaya kuliahnya bisa dicicil Rp300 ribu setiap bulan. Ini meringankannya. "Bersyukur banget," katanya. Saat kami menemuinya, Herlita tengah menjajakan penganan, pendapatan sampingan dia, kepada teman-teman kuliahnya.
Reinsini, mahasiswi lain, tertarik kuliah di STIE ISM karena kampus ini memiliki akreditas B untuk Prodi S1 Manajemen. Ini membuatnya tak harus keluar dari Tangerang. "Kebanyakan teman kuliahnya jauh," ujarnya.
Mardiyana, dalam satu wawancara dengan Tirto, mengatakan ia memindahkan STIE ISM ke Kabupaten Tangerang karena "belum banyak kampus" di sini. "Tujuan kami melayani masyarakat yang tidak mampu kuliah di Jakarta, karena ekonomi yang terbatas," dalihnya.
'Tidak Mungkin Terlibat Ijazah Palsu'
STIE ISM menggelar dua jadwal kuliah untuk program S1 Manajemen. Untuk mahasiswa reguler pada 08.30-15.00; untuk mahasiswa pekerja pada 17.00-21.00
"Delapan puluh persen mahasiswa kami adalah perempuan," ujar Bobby Reza, Ketua STIE ISM, kepada Tirto.
Namun, apakah mahasiswanya mengetahui bahwa kampus mereka masih dalam sorotan Tim Evaluasi Kinerja Akademik Kemenristekdikti?
Seorang mahasiswi bernama Reinsini berkata ia mengetahui pemberitaan Tirto yang menyoroti kampus dia. Tetapi, ia tak percaya atas tuduhan para pengurus kampus terlibat dalam jual beli ijazah palsu.
"Positif thinking saja. Akreditasi kami jelas kok, kami cek di Dikti ada, dan terdaftar," ujarnya
Seorang mahasiswi lain bernama Selly mengetahui kasus ini tetapi ia enggan menjawab pertanyaan sama.
Rivaldhi, mahasiswa STIE ISM, berkata ia tak mengetahui kasus tersebut. Perhatiannya kini terkuras menyiapkan sebuah festival musik pada akhir tahun 2018.
"Kalau ada [kasus] itu, nanti saya tanya ke kampus," ujarnya.
Senin lalu, Tirto menerbitkan liputan sindikat jual beli ijazah bodong secara berseri. Hasil Tim Evaluasi Kinerja Akademik (EKA) pada awal Oktober 2018 menemukan beberapa kejanggalan.
Salah satunya 10 tesis mahasiswa STIE ISM yang sudah lulus tanpa dilengkapi tanggal pelaksanaan ujian dan nilai dari penguji. Ada beberapa tesis yang mencantumkan tanggal permohonan tesis yang sama dengan tanggal pelaksanaan ujian.
Kejanggalan paling mencolok ada enam mahasiswa yang belum menyelesaikan revisi tesis tapi sudah mengikuti yudisium dan wisuda. Selain itu, tesis disahkan dengan tanda tangan penguji yang diduga palsu.
Dalam hak jawab STIE ISM kepada redaksi Tirto, pihak kampus mengatakan perkara yang jadi sorotan Tim EKA adalah persoalan administratif semata.
Pihak kampus memakai dosen tamu sebagai penguji tesis dengan syarat si dosen "memiliki kompetensi sesuai topik penelitian". Selain itu, dosen tersebut adalah "dosen paruh waktu yang kami miliki atau pernah mengajar di STIE ISM Tigaraksa," tulis hak jawab tersebut.
“Kami hanya menggunakan dosen dari STIE ISM, tidak pernah menggunakan dosen dari luar,” ujar Bobby Reza, Ketua STIE ISM, kepada Tirto.
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Fahri Salam