tirto.id - Komisi X DPR RI merespons temuan dugaan sindikat jual beli ijazah dengan modus kuliah fiktif yang melibatkan pejabat kemenritekdikti. Mereka mengecam praktek tersebut dan meminta pelaku ditindak tegas.
Menurut Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih, praktik itu sama sekali tidak menggambarkan upaya pemerintah untuk menciptakan pendidikan tinggi yang berkualitas.
“Menristekdikti hendak membawa PTN dan PTS kita ke World Class University. Kalau praktek tidak profesional dibiarkan ini tidak konsisten dan bertentangan dengan semangat yang digembar-gemborkan,” kata Abdul, pada Senin (26/11/2018).
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X Hetifah Sjaifudian menilai aksi kongkalikong antara kampus dan pejabat Kemenristekdikti tidak boleh dibiarkan. Apalagi, ia mencatat kasus itu bukan pertama kali terjadi. Temuan itu menurutnya adalah kejahatan yang tidak bisa ditolerir dan harus diberi efek jera.
“Ini bukan kasus pertama, sering terungkap, ramai dibicarakan, tapi tidak ada tindakan yang berkelanjutan tegas supaya tidak terulang,” ujar politikus Golkar itu.
Hetifah menegaskan pelaku yang terlibat dalam jual beli ijazah dengan modus kuliah fiktif ini harus diberi sanksi hukum. “Pelakunya harus masuk penjara, institusinya diberi sanksi,” kata dia.
Potensi Pelaku Jual Beli Ijazah Dipidana
Dosen hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai ada unsur pidana dalam kasus jual beli ijazah itu. Mereka yang terlibat dalam penerbitan ijazah bisa dikenakan hukuman pidana.
“Saya kira sudah jelas terhadap pihak yang menerbitkan ijazah palsu [asli diterbitkan oleh sebuah lembaga tapi sarajana tidak terdaftar ikut dalam proses belajar dan mengajar] harus dilakukan proses hukum berdasarkan pasal 263 KUHP dengan ancaman maksimal 6 tahun,” ujar Fickar kepada Tirto.
Fickar berpendapat kepolisian seharusnya bisa langsung menyelidiki kasus ini tanpa perlu menunggu ada laporan dari masyarakat. Dia beralasan, praktik jual beli ijazah bisa membahayakan dunia pendidikan Indonesia.
Pria yang pernah menjadi penasihat hukum Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto tersebut menyarankan pemerintah langsung menutup kampus yang terlibat praktik jual beli ijzah. Sebab, sudah jelas praktik itu sengaja melawan hukum untuk mencari keuntungan.
Kepolisian bisa memproses mulai dari rektor hingga pihak yang bertanggung jawab dalam penerbitan ijazah palsu tersebut. Bahkan, Fickar menilai, staf Menristek Mohammad Nasir pun juga bisa dikenakan pidana jika terbukti terlibat di praktik jual beli ijazah.
"Ada dugaan keras perannya [staf menristek] telah banyak membantu dalam proses penerbitan ijazah palsu karena itu bisa dituntut secara pidana sebagai pelaku penyertaan dan/atau pembantuan ide [sesuai] pasal 55 jo 56 KUHP,” kata Fickar.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom