Menuju konten utama

JKP3 Desak KPPPA Libatkan Masyarakat Sipil Bahas RUU PKS

KPPPA sebagai leading sector yang ditunjuk Presiden untuk membahas RUU PKS.

JKP3 Desak KPPPA Libatkan Masyarakat Sipil Bahas RUU PKS
Gerakan Masyarakat untuk Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (GEMAS SAHKAN RUU PKS) mengadakan aksi damai di depan Istana Negara untuk mendesak DPR agar segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (8/12/18). Berdasarkan catatan tahunan Komnas Perempuan 2018, kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat 25% dari 259.150 kasus pada 2016 menjadi 348.446 kasus pada 2017. tirto.id/Bhagavad Sambadha

tirto.id - Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan (JKP3) mendesak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) sebagai leading sector libatkan masyarakat sipil yang berkepentingan untuk membahas Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).

"Kami mendesak KPPPA untuk melibatkan masyarakat sipil yang berkepentingan atas RUU PKS dalam diskusi-diskusi substansi RUU sesuai dengan amanat UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan," ujar anggota JKP3, Siti Aminah saat di Kantor LBH Jakarta, Jakarta Pusat, Rabu (29/5/2019).

Aminah mengatakan, hal tersebut karena sejak tanggal 8 Mei 2019 hingga kini, KPPPA sebagai leading sector yang ditunjuk Presiden untuk membahas RUU PKS mengadakan serangkaian pertemuan bersama kementerian dan lembaga terkait untuk memperkuat Daftar Inventaris Masalah (DIM) RUU PKS.

Selanjutnya daftar inventaris akan dibahas bersama Komisi VIII DPR RI yang diagendakan pada masa persidangan tahun ini.

Namun, dalam proses penyusunan DIM tersebut, pihaknya melihat KPPPA masih sangat minim melibatkan partisipasi masyarakat, khususnya kelompok perempuan yang berkepentingan terhadap RUU PKS.

"Yakni mendorong RUU PKS sebagai payung hukum perlindungan dan pemenuhan hak korban kekerasan seksual," ucapnya.

Apalagi kata Aminah, selama KPPPA memberikan DIM RUU PKS kepada DPR RI sejak tahun 2017. KPPPA kurang melibatkan masyarakat sipil yang berkepentingan dalam proses penyusunan DIM, terutama dalam perumusan substansi.

Padahal JKP3 mencatat, selama tiga kali pertemuan antara pemerintah dengan maayarakat sipil pada akhir tahun 2018 dan awal tahun 2019. KPPPA belum memberikan ruang kepada masyarakat sipil untuk menyampaikan masukan atas DIM yang disusun pemerintah.

Namun dalam beberapa pertemuan tersebut, pihak KPPA selalu menjanjikan adanya ruang diskusi bersama antara pemerintah dan masyarakat sipil untuk membahas DIM. Tetapi, sampai saat ini, belum terlaksana.

"Pemerintah terkesan menutup ruang diskusi terhadap kelompok masyarakat terutama kelompok perempuan yang sangat berkepentingan dengan hadirnya RUU ini. Dampaknya terlihat dari rumusan DIM yang masih jauh dari harapan, bahkan terkesan mereduksi terobosan-terobosan penting dalam RUU, " kata Aminah.

Amina menerangkan, beberapa DIM yang terkesan direduksi antara lain seperti memangkas sembilan tindak pidana kekerasan seksual menjadi empat tindak pidana kekerasan seksual.

Selain itu mempersempit rumusan pemerkosaan yang sudah diperluas dan masih digunakan istilah persetubuhan dan pencabulan yang selama ini problematis dan mendiskualifikasi pengalaman perempuan korban.

"Menghilangkan hukum acara khusus untuk kekerasan seksual dan menghilangkan ketentuan terkait hak-hak korban," terangnya.

Baca juga artikel terkait RUU PKS atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Irwan Syambudi