tirto.id - Masyarakat Jepang tengah merasakan gelombang panas mematikan selama berhari-hari. Cuaca ekstrem ini telah menyebabkan lebih dari 40 orang tewas, sementara puluhan ribu orang harus dirawat di rumah sakit.
Pada Senin (23/7/2018), suhu udara memuncak hingga 41,1 derajat Celcius di Kumagaya, dekat Tokyo, demikian seperti dilansir Kyodo News. Angka ini melampaui rekor suhu tinggi sebelumnya yang tercatat hingga 41 derajat Celcius pada Agustus 2013 di Shimanto, Prefektur Kochi.
Setidaknya sudah enam orang meninggal di prefektur di sekitar Tokyo hari ini akibat sengatan gelombang panas, menurut pihak berwenang setempat. Sebelumnya, pada Sabtu (21/7/2018), bahkan belasan orang tewas akibat dugaan heatstroke.
Ada pun jumlah orang yang telah dibawa ke rumah sakit oleh ambulans Tokyo hingga hari ini karena heatstroke tahun ini mencapai 3.544. Angka ini sudah melebihi 3.454 orang secara keseluruhan tahun lalu, menurut laporan awal.
Badan penanggulangan bencana Jepang mendesak orang untuk tinggal di ruangan ber-AC, minum air, dan istirahat untuk mencegah kelelahan akibat panas.
"Orang-orang yang tinggal di daerah-daerah di mana suhu setinggi 35 derajat atau lebih tinggi harus sangat berhati-hati [untuk menghindari sengatan panas],” ujar seorang pejabat agensi meteorologi, seperti diwartakan BBC News.
"Dan bahkan pada suhu yang lebih rendah, panas bisa berbahaya bagi anak-anak kecil dan orang lanjut usia, dan tergantung pada lingkungan dan kegiatan yang Anda lakukan," kata pejabat itu memperingatkan.
Suhu ekstrem yang terjadi selama dua minggu ini juga mempersulit upaya pemulihan banjir di Jepang bagian barat. Sebab, banyak sukarelawan berjuang dengan panas. Pada awal bulan ini, curah hujan tertinggi telah menyebabkan banjir dan longsor hingga menewaskan lebih dari 200 orang tewas.
Editor: Yuliana Ratnasari