Menuju konten utama

Janggalnya Rekomendasi Saham MCAS dari Raffi Ahmad & Ari Lasso

Raffi Ahmad dan Ari Lasso mempromosikan saham perusahaan yang sebenarnya tak begitu menguntungkan. Promosi mereka dapat menyesatkan.

Aktor Raffi Ahmad (kiri), Andre Taulany (kanan), dan penyanyi Ari Lasso (tengah) berbincang seusai bertemu dengan Presiden Joko Widodo di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (14/7/2020). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/hp.

tirto.id - Artis cum influencer Raffi Ahmad dan Ari Lasso mengunggah konten promosi saham emiten MCAS milik PT M Cash Integrasi Tbk, perusahaan yang bergerak di bidang distribusi produk digital dan periklanan. Di Instagram, Ari memamerkan grafik kinerja saham yang naik drastis dan mengingatkan pentingnya memilih saham yang tepat; sementara Raffi membagikan informasi bahwa ia telah memperoleh keuntungan hingga 20 persen imbas kenaikan saham.

Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), setelah unggahan Ari dan Raffi, saham MCAS bergerak naik hingga 8 persen, dari Rp4.200 per 4 Januari 2021 ke Rp4.550 sehari kemudian. Kenaikan ini juga melanjutkan tren positif sejak tahun lalu, di mana pada 1 Desember saham perusahaan sempat berada di posisi 2.740.

Masalahnya, promosi keduanya dapat menyesatkan masyarakat. Analis sekaligus pendiri Komunitas Rencana Trading Satrio Utomo mengatakan saham emiten ini tergolong mahal, padahal investasi semestinya diarahkan pada saham dengan PER yang masih rendah. “Kalau ada orang bilang 'yok, investasi di PER 100', bisa jadi itu penyesatan. Investasi itu sebaiknya dilakukan pada saham yang murah,” ucap Satrio kepada reporter Tirto, Selasa (5/1/2021).

Pendiri Komunitas Hungry Stock Lukas Setia Atmaja, lewat akun @lukas_setiaatmaja, mengunggah informasi soal Price to Earning Ratio (PER) dan Price to Book Value (PBV) MCAS yang berada di posisi 165 kali dan 4,5 kali. Sebagai pembanding, per 6 Januari 2021, Bloomberg mencatat PER rata-rata IHSG di kisaran 28,75, sementara PBV rata-rata IHSG 1,61.

PER berarti besar modal yang perlu diinvestasikan untuk memperoleh Rp1 dari pendapatan perusahaan. Semakin besar PER, biaya memperoleh Rp1 juga akan semakin tinggi sehingga membuat harga saham yang dibayarkan menjadi mahal. Sementara PBV dapat memberi tahu posisi harga saham saat ini terhadap nilai aset perusahaan. PBV biasanya diharapkan kurang dari tiga untuk mengatakan nilai saham itu masih di bawah yang seharusnya (undervalue) sehingga layak dijadikan investasi jangka panjang.

Menurut Satrio, PER di angka 20 saja masih terbilang tinggi. Ia menyarankan masyarakat mencari PER single digit atau di bawah 10.

Langkah paling wajar dilakukan dalam konteks MCAS adalah melepas kepemilikan saham atau menjualnya. Di sisi sebaliknya, PER setinggi itu membuat keputusan membeli menjadi berisiko.

Ia bilang pada saat saham MCAS mengalami kenaikan lantaran masyarakat membeli di harga tinggi, maka yang diuntungkan adalah mereka yang melakukan aksi jual, terutama yang sudah mengantongi saham MCAS sejak lama. Satrio lantas mempertanyakan siapa yang aktif melakukan itu bersamaan dengan rekomendasi dari Raffi Ahmad dan Ari Lasso. Menurutnya rekomendasi itu aneh dan oleh karena itu sudah sepatutnya segera diendus otoritas bursa. Bahkan sepatutnya otoritas memeriksa dua orang ini jika mereka aktif melakukan aksi jual atau setidak-tidaknya terkait dengan pihak-pihak lain yang melakukan aksi jual.

Sayangnya, Satrio bilang peraturan di pasar modal belum sanggup mendalami potensi “penyesatan” ini. “OJK dan bursa tidak akan pernah memeriksa,” katanya.

Di luar perkara PER dan PBV, kinerja MCAS juga layak dicermati. Menurut laporan keuangan perusahaan, laba bersih MCAS sedang berada dalam tren menurun setahun sejak IPO di tahun 2017. Pada 2018 laba bersihnya hanya berkisar Rp230 miliar, lalu turun menjadi Rp150 miliar di 2019. Nilainya turun lagi per kuartal III 2020 menjadi Rp17 miliar. Sejak IPO, MCAS juga tercatat belum pernah membagi dividen.

Di sisi lain, rasio utang terhadap ekuitas atau DER MCAS juga terus mencatatkan tren kenaikan. Pada 2018, DER mencapai 0,37 kali terhadap aset. Pada 2019 turun menjadi 0,33 kali tetapi naik signifikan pada 2020 menjadi 0,4293 kali.

DER memberi gambaran seberapa besar porsi utang terhadap ekuitas perusahaan. Jika DER mencapai 100 persen atau 1 kali, maka utang berada di posisi yang sama besarnya dengan ekuitas perusahaan. Idealnya DER menjauhi 1 kali.

MCAS menanggapi isu-isu ini dalam keterbukaan informasi BEI, Selasa (5/1/2021). Direktur & Corporate Secretary MCAS Rachel Stephanie M. Siagian menyatakan bahwa “Perseroan tidak mengetahui adanya informasi atau fakta material yang dapat memengaruhi nilai efek perusahaan atau keputusan investasi pemodal.”

Soal aktivitas Raffi Ahmad dan Ari Lasso, MCAS membantah terkait dengan keduanya. Dalam surat terpisah, Rachel menegaskan keputusan investasi keduanya “merupakan keputusan personal dan Perseroan tidak memiliki hubungan bisnis dengan kedua public figure tersebut.”

Direktur Perdagangan BEI Laksono Widodo menyatakan otoritas bursa mengetahui pemberian rekomendasi telah diatur berikut jenis pelanggarannya. Namun mereka belum mau mengarah ke sana. “Walaupun ada aturan mengenai ini, approach yang akan dipakai adalah persuasi dan edukasi kepada para influencer,” ucap Laksono lewat pesan singkat, Selasa (5/1/2021).

Baca juga artikel terkait SAHAM atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Bisnis
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Rio Apinino
-->