tirto.id - RUU Larangan Minuman Beralkohol (Minol) kembali dibahas oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mulai Selasa (10/11/2020). Pembahasan dimulai lagi dengan mendengar penjelasan dari pengusul. Permohonan untuk pembahasan RUU Larangan Minol sudah diajukan sejak 24 Februari 2020, namun Baleg DPR RI baru menerima permohonan tersebut pada 17 September.
Akhirnya, rapat pembahasan awal baru dijadwalkan pada 10 November. Pengusul RUU Larangan Minol terdiri atas 21 anggota DPR RI yakni 18 anggota Fraksi PPP, dua anggota Fraksi PKS, dan satu anggota Fraksi Partai Gerindra.
Berdasarkan draf RUU Larangan Minol yang diterima wartawan Tirto, terdapat klausul yang berisi larangan bagi siapa pun untuk memproduksi minuman beralkohol, menjaga masyarakat dari dampak negatif, menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya minol dan menciptakan ketertiban dan ketentraman di masyarakat.
Selain memproduksi, masyarakat juga dilarang memasukkan, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menjual minuman beralkohol di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Apabila ada melanggar larangan-larangan di atas, akan dipidana penjara minimal dua tahun dan paling lama sepuluh tahun. Sedangkan masyarakat yang konsumsi minol akan dipidana penjara minimal tiga bulan dan paling lama dua tahun.
Maju Mundur Rencana Divestasi
Dibahasnya lagi RUU Larangan Minol membawa ingatan kembali pada rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang akan melepas saham PT Delta Djakarta Tbk (DLTA) yang merupakan produsen Anker Bir.
Bahkan tiga tahun lalu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pernah berjanji melepas kepemilikan saham Anker Bir saat kampanye. Langkah ini berseberangan dengan lawannya. Wakil Gubernur Jakarta, Djarot Saiful Hidayat ketika masih menjabat menyatakan akan mempertahankannya.
"Kita review dan memang ada beberapa keinginan dari kelompok masyarakat yang menginginkan terbuka peluang untuk mendivestasikan Delta Djakarta. Tapi pada saat ini kami belum pada tahap untuk pembahasan," ucap Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno saat ditemui di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (23/10/2017).
Namun, hingga saat ini janji kampanye tersebut belum terealisasi. Bahkan pada 9 November lalu kabar yang santer terdengar malah saham kepemilihan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di Anker Bir bertambah. Meski pada 13 November 2020 informasi tersebut sudah diklarifikasi ternyata ada masalah input.
Mengenai belum terealisasinya pelepasan saham Anker Bir, Sekretaris Badan Pembinaan Badan Usaha Milik Daerah Provinsi DKI Jakarta Riyadi menjelaskan saat ini proses tersebut tengah dilakukan.
“Setahu saya tidak ada rencana Pemprov DKI Jakarta menambah saham di PT Delta Jakarta. Terkait rencana menjual saham Pemprov DKI Jakarta di PT Delta, tetap berjalan dan saat ini dalam proses,” ucap Riyadi kepada Tirto, Jumat (13/11/2020).
Realisasi dari pelepasan saham Anker Bir bukan perkara mudah, hingga akhir tahun 2019 DPRD DKI Jakarta tak menyetujui terhadap rencana penjualan saham Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di perusahaan bir PT. Delta Djakarta Tbk.
"Kita berniat lakukan itu (menjual saham), kita laporkan pada rakyat Jakarta, bahwa wakil - wakil Anda ingin tetap memiliki saham bir," kata Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Ditambahkanya para warga dapat ikut menyampaikan aspirasinya, bila warga setuju tidak menjual saham di perusahaan bir sesuai aspirasinya di DPRD, Pemprov DKI tidak menjualnya.
"Tapi kalau warga tidak setuju sampaikan ke dewan. Jadi, dewan itu wakilnya rakyat, jadi ketika wakil rakyat tidak menyetujui yah kami laporkan rakyat ini, dewan Anda ingin punya saham bir terus ingin punya untung dari saham bir," kata Gubernur.
Saat ini kepemilikan saham Pemprov DKI Jakarta di PT Delta Djakarta hanya sebesar 26,25 persen dari 1970 saham sebesar 23,34 persen hanya sedikit mengalami kenaikan.
"Nambahnya segitu - gitu juga uangnya. Dana itu jauh lebih bermanfaat bila kita gunakan untuk pembangunan bagi masyarakat, apalagi dengan ukuran APBD kita sekarang itu menjadi kecil sekali dari situ (saham Delta)," kata Anies.
Dijelaskan bahwa surat rencana penjualan saham PT Delta Djakarta sudah disampaikan ke DPRD Sejak Mei 2018, namun sampai sekarang DPRD tidak menanggapinya.
"Sejak Mei tahun lalu sampai sekarang belum ada (tanggapan), itulah risikonya kalau politik jadi rumit di situ," kata Gubernur.
Memang sulit melepas saham kepemilikan Anker Bir, salah satu keuntungan memiliki kepemilikan saham cukup besar berkaitan dengan dividen.
Dividen merupakan pembagian keuntungan yang disetujui Rapat Umum Pemgang Saham (RUPS) dan besarnya dihitung melalui sejumlah lembar saham yang dipegang [pdf]. Per kuartal III 2020, PT Delta Djakarta membukukan keuntungan senilai Rp73,79 miliar. Angka ini turun dibanding kuartal III 2019 yang sempat mencapai Rp222,98 miliar.
Kinerja emiten berkode saham DLTA ini juga terbilang moncer. Sejak tahun 2015, produsen Anker Bir ini selalu berhasil mencatatkan pertumbuhan laba. Dari Rp192 miliar di 2015, menjadi Rp254,5 miliar di 2016. Catatan laba bersihnya masih terus naik di 2017 menjadi Rp279,8 miliar dan di 2018 menjadi Rp338,1 miliar.
Bahkan, di tengah hantaman pandemi virus Corona yang bikin perekonomian nasional porak poranda, PR Delta Djakarta masih mampu mencatatkan laba sebesar Rp70,52 miliar. Dalam laporan keuangannya [pdf], PT Delta merupakan satu dari sedikit perusahaan yang masih beruntung karena tetap laba di tengah pandemi.
Pelepasan Saham Bikin Rugi
Terkait rencana pelepasan saham, Kepala Riset Praus Capital, Alfred Nainggolan menyarankan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta jangan terburu-buru. Menurutnya, perlu berhitung ulang kapan waktu yang tepat untuk melepas saham, yang jelas bukan saat ini.
Melepas saham di tengah pandemi saat ini dikhawatirkan justru akan menimbulkan kerugian karena rendahnya harga saham di tengah pandemi.
"Kalau terkait dalam kondisi sekarang kan harga saham sedang mengalami penurunan. Kemudian kalau dilihat dari karakter bisnis yang Delta juga kita tau mereka ada di bisnis alkohol yang memang kalau bicara mengenai alkohol dan bisnis hiburan itu mengalami penurunan yang sangat signifikan dari sisi sektornya," jelas dia kepada Tirto, Jumat (13/11/2020).
Selain itu, imbuhnya, dari sisi regulasi model bisnis seperti alkohol dinilai cukup sensitif. Sehingga, secara timing justru divestasi saham tidak ada urgensi yang kuat bagi investor masuk ke bisnis minuman beralkohol.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah & Vincent Fabian Thomas
Editor: Restu Diantina Putri