tirto.id - Sedari zaman kolonial, bir mulai diminati di Indonesia oleh kulit putih maupun oleh orang-orang yang disebut Bumiputra atau inlander. Sehingga beberapa perusahaan bir pun berdiri. NV Archipel Brouwerij Compagnie salah satunya, yang eksis sejak 1932, yang pabriknya ada di Amanusgracht Batavia, kini wilayah Jalan Bandengan Selatan 43, Jakarta.
Menurut Huib Akihary dalam Ir. F.J.L. Ghijsels, architect in Indonesia, 1910-1929 (1996:115), pembangunan pabrik dimulai pada 1931 dan rampung pada 1933, perusahaannya berdiri sejak 8 Juni 1931. Pabrikan bir ini pernah dikendalikan produsen bir Jerman, Beck’s.
Selain kendalikan NV Archipelago Brouwerij Compagnie di Batavia, Beck’s kemudian juga mendirikan pabrik di Singapura. Di tahun-tahun terakhir bubarnya Hindia Belanda, perusahaan ini ganti nama menjadi: NV De Oranje Brouwerij. Produknya adalah: Anker. Di awal-awal Anker mulai muncul di pasaran. Pernah ada bir bermerek: Kunci, Java, Kucing, Heinekken tjap Bintang dan lainnya.
Salah satu pasar bir ini adalah kaum militer, tentara kerajaan Hindia Belada alias Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger (KNIL). Tentara minum bir adalah hal biasa di zaman itu. Bahkan ada masa bir menjadi barang yang diberikan sebagai jatah bagi serdadu. Setiap pesta di kalangan serdadu, bir jadi minuman wajib. Para pensiunan tentara pun jadi sasaran produk bir. Bir ini pernah diiklankan di majalah para pensiunan KNIL, Trompet.
“Lihatlah itu ketel-ketel yang besar!” tulis iklannya di majalah Trompet Nomor 65 Juni 1939. “Dalam ketel-ketel itu ia dimasak, itu bir dari ini zaman modern. Dalam Archipelbrouwerij yang besar sekali dan terletak di Batavia, dekat sekali pada kita, adalah tampak mesin-mesin dan perabot paling baru. Satu perusahaan yang mengagumkan yang membikin barang jempolan.”
Ketika Negeri Belanda diduduki balatentara fasis Jerman, pabrik ini ganti pemilik. Menurut Ringkasan data perusahaan-perusahaan: company handbook (1984:116), pada 1940, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda mengambil-alih lalu ke perusahaan swasta besar dan namanya pun menjadi NV De Oranje Brouwerij. Bantuan teknisinya berasal NV. De Brouwerij Drie Hoefijzers di Breda. Di zaman Jepang, setelah orang-orang Belanda minggat ke Australia dan jadi tawanan perang, pabrikan bir ini diambil oleh Jepang.
Di zaman Jepang, Jeffrey W. Alexander dalam Brewed in Japan: The Evolution of the Japanese Beer Industry(2013:139) menyebut teknisi Jepang dikirim ke pabrik itu oleh pemerintah Jepang dan pabrik bir Jepang Kirin. Produksinya dianggap rendah. Pabrik ini menghasilkan 80 ribu botol tiap bulan hingga Februari 1943.
Setelah Jepang kalah, orang-orang Eropa berkuasa kembali atas pabrik ini. Di masa-masa nasionalisasi, perusahaan bir ini yang termasuk dinasionalisasi pemerintah Indonesia.
Bisuk Siahaan dalam Industrialisasi di Indonesia (1996:73) dan Bondan Kamumoyoso dalam Nasionalisasi Perusahaan Belanda di Indonesia1957-1959(2001:22) menyebut perusahaan ini sebelum dinasionalisasi dimiliki oleh maskapai dagang Gutzel & Schumacher.
Seperti kebanyakan perusahaan lain, bekas NV Archipel Brouwerij Compagnie ini pun memakai nama Indonesia setelah dinasionalisasi, Delta Djakarta. Pada 1970-an, ketika Ali Sadikin berkuasa sebagai Gubernur DKI Jakarta saat itu, perusahaan bir ini resmi menjadi PT Delta Djakarta.
Perusahaan bir ini pun termasuk yang terdampak karena sulitnya perekonomian dari 1965 hingga 1970an. Ia sempat mengalami kesulitan keuangan. Dengan modal US$ 5 Juta, perusahaan membeli peralatan baru demi meningkatkan kapasitas produksinya pada era 1970an.
Menurut buku Apa dan Siapa Sejumlah Orang Indonesia 1983-1984 (1984:681), di era itu, Delta Djakarta menjadi perusahaan patungan antara Pemerintah Daerah DKI Jakarta dengan De Drie Hoefijzers. Produksinya ditingkatkan dari 190 ribu liter dan beberapa tahun kemudian meningkat hingga 350 ribu hectoliter.
Produknya kemudian tidak hanya Anker, tapi juga bir Carlsberg dan minuman ringan Shandy. Anker sejak lama sudah punya saingan berat, yakni Bintang. Sama-sama bir yang sudah ada sedari zaman kolonial. Bintang terkait dengan pabrikan bir Heineken.
Sejak 1984, PT Delta Djakarta menjadi salah satu perusahaan masuk dalam Bursa Efek Jakarta. Perusahaan bir San Miguel Corporation pada era 1990an mulai ikut berperan dalam Delta Djakarta, tentu saja bersama Pemerintah Daerah Jakarta.
Pada 1998, perusahaan ini pun punya anak perusahaan, PT Jangkar Delta Indonesia, yang menjadi distributor tunggal produk Delta Djakarta. Produk-produk mereka antara lain: Delta memproduksi bir Pilsner dan Stout berkualitas terbaik yang dijual di pasar domestik Indonesia, dengan merek dagang Anker Beer, Anker Stout, Carlsberg, San Miguel Pale Pilsen, San Mig Light dan Kuda Putih.
Kini, Pemprov DKI Jakarta yang memiliki 26,25% saham di PT Delta Djakarta Tbk akan melepas seluruh sahamnya sebagai bagian dari janji kampanye Anies Baswedan sebelum jadi gubernur. Namun, beberapa anggota DPRD DKI Jakarta tak setuju dengan rencana Anies melepas saham. Ini tentu jadi pertaruhan dari perjalanan panjang perusahaan bir yang selama puluhan tahun menyetor dividen kepada Pemprov DKI Jakarta.
Editor: Suhendra