Menuju konten utama

Iuran BPJS Kesehatan Bakal Naik Jika Ekonomi Indonesia Tumbuh 6%

Menurut Purbaya ketika ekonomi tumbuh lebih tinggi, masyarakat akan mampu menahan dampak dari kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini bersama pemerintah.

Iuran BPJS Kesehatan Bakal Naik Jika Ekonomi Indonesia Tumbuh 6%
Purbaya Yudhi Sadewa di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat (17/10/2025). tirto.id/Sandra

tirto.id - Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, baru akan menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan ketika ekonomi Indonesia tumbuh di atas 6 persen. Menurutnya, ketika ekonomi tumbuh lebih tinggi, ia menilai masyarakat akan mampu menahan dampak dari kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini bersama pemerintah.

"(Kenaikan) iuran BPJS (Kesehatan) yang jelas kan gini, ini kan ekonomi baru mau pulih, belum lari. Kita jangan utak-atik dulu sampai ekonominya pulih. Dalam pengertian, ekonominya tumbuh ada 6 persen lebih," ujarnya, kepada awak media, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, dikutip Kamis (23/10/2025).

Tidak hanya itu, pembahasan terkait rencana penaikan iuran tarif BPJS Kesehatan juga akan dibahas kembali saat masyarakat sudah lebih mudah mendapatkan pekerjaan dan meningkatkan kualitas hidup mereka.

"Dan mereka sudah mulai dapet kerja lebih mudah. Baru kita pikir menaikkan beban masyarakat. Kalau sekarang belum," imbuh Purbaya.

Dus, ketika ekonomi Indonesia bisa tumbuh di level 6,5 persen di 2026, pemerintah bisa jadi akan menerapkan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan pada tahun itu.

"Artinya, masyarakat akan cukup kuat untuk menanggung beban bersama pemerintah, " tutur dia.

Sementara itu, yang lebih penting menurut Purbaya adalah agar BPJS Kesehatan segera melakukan evaluasi, sejalan dengan masih tidak efisiennya pengelolaan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini. Menurut mantan Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (DK LPS) itu, ada banyak celah kebijakan, baik dari manajemen maupun Kementerian Kesehatan yang pada akhirnya membuat tagihan iuran masyarakat kepada BPJS Kesehatan melonjak.

Sebagai contoh, saat pandemi Covid-19, pemerintah mengadakan ventilator dengan anggaran besar, namun ketika pagebluk usai alat tersebut sudah tidak lagi terpakai. Dus, saat perawatan meski tidak membutuhkan, banyak pasien yang diharuskan untuk menggunakan alat tersebut.

“Sehingga, tagihan ke BPJS-nya besar. Jadi, yang kayak gitu-gitu nanti yang saya minta mereka (melakukan) assess,” lanjut Purbaya.

Untuk mengatasi masalah inefisiensi tersebut, ia meminta Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Gufron Mukti, untuk menunjuk tim khusus, yang mana di dalamnya terdiri dari para profesional di bidang kesehatan. Nantinya, tim tersebut lah yang akan bertugas melakukan asesmen terhadap alat-alat kesehatan apa yang layak dan perlu untuk dibeli atau sebaliknya.

"Tapi saya bilang, assess-nya jangan saya. Karena saya bukan dokter, jangan mereka juga. Tapi satu tim yang punya keahlian betul di bidang kedokteran dan (pengelolaan) rumah sakit," jelas Purbaya, di Kantor Kementerian Keuangan, kemarin.

Baca juga artikel terkait BPJS KESEHATAN atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Insider
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Dwi Aditya Putra